28. Kehadiran Malaikat

26.9K 4.8K 9.2K
                                        

Baca chapter ini jangan buru-buru yaa biar paham dan feel-nya dapet 🤍

Baca chapter ini jangan buru-buru yaa biar paham dan feel-nya dapet 🤍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

28 ʚɞ Kehadiran Malaikat

Lelaki berambut hitam dengan campuran putih itu masih mengamati Ai yang tak bisa membuka pagar. Laut tau Ai ingin pergi sendiri mencari sosok rupawan, makanya dia mencegah Ai pergi demi keselamatannya supaya tidak menyasar.

Lagipula, ke mana dia mau mencari makhluk yang hanya muncul di mimpi, bukan dunia nyata? Tak ada tanda-tanda jelas dalam mimpi tersebut mengenai lokasi. Kemunculan sosok rupawan yang Ai sebut bidadari selalu di tempat serba putih.

Laut yang awalnya berfokus menatap Ai tiba-tiba menoleh ke belakang saat merasakan kehadiran seseorang di dekatnya. Tatapan teduhnya seketika menajam seraya ia kembali menatap lurus ke depan.

"Enggak ada yang undang lo ke sini." Laut berujar ketus.

Sky tersenyum miring. "Emang enggak ada. Pengin aja ikutan berdiri di balkon."

"Bisanya cuma ikut-ikut. Enggak punya pendirian," kecam Laut.

"Galak banget, sih, Ut. Pagi-pagi bukannya sarapan susu malah jus cabe. Pedes mulut lo!" balas Sky.

"Lo yang duluan nyari ribut. Sejak semalem." Laut menuturkannya penuh penekanan, terlebih dua kata terakhir.

"Semalem?" Sky mengangkat sebelah alis, tampak bingung. "Kita ngapain semalem?"

Laut tak merespons, tapi Sky mudah paham hanya dengan membaca seri mukanya yang suram bercampur geram, padahal dia mengamatinya dari samping. Sky merinding. Ia yakin Laut telah mengetahui kejadian di taman belakang rumah dan di depan kamar Ai.

Sky mengikuti arah pandang Laut yang tak berpindah dari Ai di bawah sana. "Pasti lo mikir gue sama Adek ada apa-apa," sambar Sky.

Iris silver Laut seakan menyala tiap terpapar cahaya. Seperti yang terjadi sekarang, matahari menyorot dengan sempurna wajah tampannya. Sky berpaling muka demi menghindari death glare-nya Laut.

"Enggak. Berharap gue mikir gitu?" Laut membalas.

Sky menyeringai. "Enggak berharap, kok, Ut. Baguslah, berarti lo enggak berpikiran negatif soal gue sama Adek."

"Soal Ai emang enggak, tapi kalo lo iya." Sorot mata Laut makin tajam bagai pisau yang rajin diasah. "Ai enggak banyak tau soal kehidupan manusia. Ai enggak ngerti gelagat manusia yang tertarik sama lawan jenis. Dia enggak ngerti sama sikap lo."

"Sikap gue gimana? Lo nuduh gue naksir Adek? Salah, Laut! Gue cuma berusaha jadi kakak yang baik buat Adek. Biar akrab." Sky berkata.

Laut merespons, "Berusaha jadi kakak yang baik atau cabul? Nyium Ai seenaknya. Manfaatin kepolosan Ai."

Tawa Sky hadir lagi. "Emangnya enggak boleh cium Adek? Banyak adik kakak yang begitu, Ut. Sayangnya kita enggak gitu soalnya sama-sama cowok."

ScenicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang