Mematahkan

430 62 22
                                    

"Sen—sensei, apa yang kau maksud?"

​Pria dengan rambut silver menyipitkan mata, tampak tenang. Sebaliknya dengan Sakura. Setelah mendengar ucapan gurunya itu, perasaanya berkecamuk tak karuan. Ia mengerti, sekaligus tidak mengerti arti pertanyaan yang diajukan Kakashi.

Tidak. Dia tidak mungkin bermaksud begitu—tapi dia mengatakannya dengan sangat jelas.

​"Sensei, kau—"

​Suara tawa pelan terdengar dari balik masker. Kakashi bangkit dari sofa, kemudian memasukkan tangan ke saku celananya.

​"Aku membuatmu bingung lagi ya, Sakura?" ucapnya lirih.

​Sakura ikut bangkit saat Kakashi perlahan berjalan pelan menelusuri ruangan depan apartemennya. Ia hanya mengamati punggung pria itu dari tempatnya berdiri.

​Setelah mengambil jarak cukup jauh, Kakashi berbalik. Kini sorot matanya sudah kembali datar.

"Aku berharap hubungan kita tidak akan berubah karna hal yang telah aku lakukan sebelumnya."

​Sakura terdiam. Ini tidak seperti dugaannya. Perkataan Kakashi barusan adalah sebuah peringatan dan pengingat yang sangat jelas. Hubungan mereka hanya sebatas guru dan murid, tidak akan pernah lebih dari itu.

Memang sudah seharusnya begitu, kan?

​"Sakura—"

​Sakura mendongak saat Kakashi memanggilnya.

​"Kupikir perlakuanku padamu belakangan ini sangat tidak pantas. Aku tak seharusnya memperlakukan seorang perempuan dewasa sepertimu dengan cara yang sama seperti saat kau masih berusia 13 tahun—" Pria itu tersenyum getir. "Saat di rumahku tempo hari, aku baru menyadarinya. Kau sudah bukan lagi gadis kecil seperti yang selama ini selalu ada dalam ingatanku. Gadis kecil itu telah menjelma menjadi seorang wanita. Dan—"

​Sakura menggigit bibir. Ia tahu kemana arah perkataan Kakashi akan berlanjut.

​"Dan untuk sesaat, kau membuatku melupakan status diantara kita berdua."

​Sakura masih mendengarkan dalam diam.

​Kakashi tertawa hambar, sebelum melanjutkan perkataannya. "Ternyata aku masih seorang lelaki." Ucapnya, sembari membuang wajah. "Dan pria tua sepertiku, tidak seharusnya melakukan hal seperti itu. Terlebih kepada satu-satunya murid perempuan yang dimilikinya."

Sensei, apa yang coba untuk kau sampaikan?

​Kakashi mendongak.

​"Apapun yang kau rasakan, atau coba kau artikan dari perbuatanku sebelumnya, aku ingin kau mengakhirinya sampai disini."

​Deg. Hati Sakura kembali tertusuk oleh pernyataan tegas Kakashi. Lelaki itu jelas menetapkan batasan diantara mereka. Kilatan matanya yang tadi terlihat seperti memberi harapan, kini sirna seketika. Dia hanya menatap Sakura dengan pandangan seolah-olah sedang berhadapan dengan musuh. Begitu dingin.

Sungguh ironis. Pria itu datang membawa harapan, namun sebelum Sakura sempat menyentuh harapan itu, dia segera menebasnya dengan keji.

​Setelah cukup lama bergulat dengan pikirannya, Sakura memilih untuk mengenyampingkan perasaannya. Ia tersenyum, seolah perkataan Kakashi tak menyakitinya sama sekali.

​"Aku mengerti." Gumamnya. Ia kembali duduk di bangku, mengambil cangkir teh dan mulai menyesapnya. "Tapi kupikir kau salah sangka terhadap beberapa hal—" Sakura meletakkan cangkir teh di atas meja. Tubuhnya sedikit bergeser, untuk menatap Kakashi yang masih berdiri di sudut ruangan, dekat jendela. "Aku tidak menangis karnamu, dan, aku juga tak mengerti dengan maksud ucapanmu yang mengatakan untuk mengakhiri apa yang aku rasakan saat ini." Nada suaranya perlahan berubah ketus.

The Sun And MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang