Awal untuk sebuah akhir

704 84 31
                                    

PERINGATAN!!



DILARANG CENGAR CENGIR



Sakura berjalan cepat memasuki sebuah gedung yang tampak cukup besar di hadapannya. Tangan gadis itu terkepal kuat di samping tubuhnya. Entah apa yang dipikirkannya sampai buru-buru meninggalkan Naruto dan berjalan kesini, yang jelas, sepertinya ia akan menyesali tindakannya ini, tak lama lagi.

​Kakinya berhenti melangkah. Di ujung lorong, seorang pria baru saja keluar dari sebuah pintu.  Tatapan pria itu masih melekat pada sosok yang berdiri di balik pintu. Sakura menahan napas, menyaksikan tangan pria itu bergerak menuju sosok di balik pintu. Jelas bahwa dia menggumamkan sesuatu di balik maskernya, sebelum pintu tertutup dan tubuhnya berbalik.

​Mata onyx dan emerald itu bertemu, saling mengunci dalam keheningan untuk beberapa waktu. Kepalan tangan Sakura semakin menguat, ketika pria itu berjalan ke arahnya, menghampirinya.

​"Kenapa kau—" Kakashi menghela pelan, "ada urusan apa kesini?" tanyanya dengan suara datar.

​Sakura tak langsung menjawab. Ia mengulum bibir nya yang kering, kemudian mengalihkan pandangan ke arah tangan yang digunakan pria itu untuk membelai sosok gadis rapuh yang tadi di kunjunginya.

​"Aku—aku hanya—" ia terbata. Sejujurnya Sakura sendiripun tidak tahu alasannya berada disini. Mengapa ia harus mencari Kakashi, dan mengapa ia harus merasa sesak dengan tindakan yang dilakukan pria itu. "Naruto bilang mungkin kau ada disini, jadi aku—"

​Kakashi tak berkomentar. Pria bersurai silver itu berjalan mendahului Sakura.

​"Sensei—"

​"Aku tidak apa." Ucapnya datar.

​Sosok pria itu semakin jauh. Sakura membalikkan tubuhnya, perlahan ikut mengambil langkah yang sama dengan yang barusan dilewati gurunya.

​"Sepertinya begitu—" ia bergumam lirih. Diamatinya punggung Kakashi lamat-lamat, kemudian wajahnya tertunduk lesu.

Apa yang kau harapkan, Sakura?

​"Kau ingin mengikuti sampai ke dalam rumah?"

​Sakura tersentak. Wajahnya mendongak. Sepertinya sejak tadi ia terus mengikuti Kakashi hingga kini mereka berada di depan rumahnya.

​"Ah, maafkan aku, sensei—"

​"Masuklah."

​Sakura tidak menduga bahwa pria itu akan menawarkan untuk berkunjung. "Ba—baik." Ia mengikuti langkah Kakashi, masuk ke rumah pria itu.

​Ruangan itu masih sama seperti terakhir kali ia berkunjung. Tidak ada yang berubah, selain tumpukan debu yang sudah kembali bersarang di permukaan perabotannya.

​"Air putih? Teh?"

​"Air putih saja."

​Kakashi berjalan ke dapur, sementara Sakura duduk di salah satu sofa yang ada di ruang depan. Ia melirik pria yang sedang membuka kulkas, kemudia berganti membuka setiap rak lemari yang ada di atas kepalanya. Matanya terpejam, begitu berjalan kembali ke ruang depan, tanpa membawa apapun.

​"Maafkan aku. Sepertinya tidak ada apapun di dapur yang bisa dihidangkan—" sesalnya.

​Sakura tersenyum hambar. "Tidak apa, aku kesini hanya untuk memastikan keadaanmu." Ia bangkit, diikuti tatapan tajam dari pria berambut silver yang berdiri tak jauh darinya.

​Sekali lagi, Sakura harus mengulum bibir, berusaha menguatkan dirinya untuk beranjak dari tempat ini. Tidak seharusnya ia berada di ruangan ini. Ingatan saat bibirnya dan bibir pria di hadapannya bertemu, untuk beberapa detik, membuat pipinya memanas. Sakura buru-buru membuang pandangan ke arah pintu. Disaat seperti ini, bagaimana bisa ia memikirkan hal seperti itu?

The Sun And MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang