Lorong rumah sakit terasa lebih panjang dari biasanya. Gadis bersurai merah muda melangkah degan terburu-buru, perlahan mulai berlari. Ia berhenti di depan sebuah meja resepsionis, menyampaikan pesan pada pegawai rumah sakit yang sedang berjaga, untuk mengganti shift kerjanya dengan ninja medis lain.
Setelah selesai, gadis itu berbalik dan berlari kembali menuju gerbang. Ia bahkan tak sempat melepaskan jas putihnya dan buru-buru bersama Shikamaru pergi menuju gedung hokage, tempat Naruto berada.
Naruto kau akan baik-baik saja kan?
Setibanya di lorong menuju ruangan hokage, mereka sudah bisa mendengar suara teriakan Naruto. Tidak seperti suara yang biasa mereka dengar ketika pemuda pirang itu mengeluh. Kali ini suaranya terdengar sangat dingin.
Sakura membuka pintu ruangan tanpa izin, menemukan Naruto, Kakashi, Shizune, Tsunade, Sai, dan Fukasaku telah berada di dalam sana. Tidak ada yang menyambut kedatangan gadis itu dan pria berambut nanas di belakangnya, karena saat itu Naruto masih menodong Tsunade dengan pertanyaan-pertanyaan penuh emosi dan kekecewaan yang mendalam.
"Kenapa kau membiarkan hal seperti ini terjadi? Kau mengenal petapa genit lebih baik dari siapapun! Beraninya kau mengirim dia untuk menjalankan misi berbahaya sendirian!"
"Cukup Naruto—" Kakashi menghentikan Naruto. "Dari semua orang, kau harusnya mengerti bagaimana perasaan Godaime-sama."
Naruto tidak menjawab. Kepalanya menunduk, terlihat kecewa. Pemuda pirang itu berbalik, berjalan pelan, melewati Sakura dan Shikamaru begitu saja, tangannya terkepal kuat.
"Naruto, kau mau kemana—" panggil Sakura lirih, namun pemuda itu tak menyahut.
"Jika itu petapa genit, dia tidak akan pernah mengirim nenek Tsunade ke misi seperti itu. Tidak akan pernah." Lirihnya, sebelum pergi meninggalkan ruangan.
Ruangan menjadi hening. Terdengar helaan napas berat dari Tsunade. Wanita itu terlihat sangat tertekan dan juga kalut. Ini keadaan yang sulit baginya, baik sebagai seorang pemimpin desa, maupun sebagai seseorang yang kehilangan teman baiknya.
Sakura hendak keluar ruangan untuk menyusul Naruto, tapi lengannya di tahan oleh Kakashi. Ia menoleh menatap pria bermasker itu.
"Biarkan dia sendiri untuk saat ini." Ucapnya, masih menahan lengan Sakura.
Benar, Naruto sepertinya memang butuh waktu untuk sendiri.
Tapi entah mengapa gadis itu menepis tangan Kakashi, mengabaikan perkataannya dan tetap berlari menyusul Naruto.
Tapi bagaimana bisa aku membiarkannya sendirian di saat seperti ini.
Sakura mengikuti langkah Naruto yang lemah. Ia tidak memanggil pemuda itu, tidak pula berniat untuk memberitahu keberadaannya. Sakura hanya mengikutinya berjalan, hingga pemuda itu sampai di rumah kecilnya.
Pintu terbuka, Naruto masuk tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Sakura hanya diam menatap rekan satu timnya dari seberang rumah.
Meski sangat dekat, aku bahkan tak bisa untuk mendatanginya. Situasi ini, sangat sulit. Aku tidak pernah melihat Naruto semarah dan sesedih ini. Tidak. Dia memang tidak pernah menunjukkan sisinya yang seperti ini padaku. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku tidak tahu kata-kata seperti apa yang ingin dia dengar saat ini.
Gadis merah muda menghela napas berat.
Tidak sepertimu yang selalu bisa meredakan amarah dan juga kesedihanku. Ternyata aku teman yang payah, Naruto.
**
Ruangan kecil itu tampak kelam. Seorang pemuda berbaring di ranjang, menelungkup, sedikitpun tidak peduli pada kegelapan yang menghiasa kamar tidurnya yang pengap.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sun And Moon
FanfictionSakura akhirnya bisa berkumpul kembali dengan anggota Tim 7, meski tim itu kini tidak lagi utuh. Setelah tiga tahun yang panjang terlewati, akhirnya ia dapat kembali melihat Naruto dan Kakashi-sensei. Mereka berdua tidak banyak berubah, tapi gadis...