Chapter 7

261 27 0
                                    

Acha terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang sangat senang. Dipikirannya hanya ada wajah Devan yang tersenyum manis seperti kemarin. Acha benar benar tidak bisa melupakan senyum Devan dari kemarin sampai sekarang.

"PAGI DUNIAAAAA" Acha berteriak meluapkan kesenangannya. Acha bergegas ke kamar mandi dan bersiap untuk pergi ke sekolah. Sebelum keluar dari kamarnya, Acha mengambil figura yang berisi foto Devan di atas nakas. Di foto itu, Devan terlihat sangat tampan. Hanya saja Devan tidak tersenyum.

"Devan itu dingin banget. Mukanya juga datar. Tapi sekalinya senyum manis banget, sampai sampai Acha gak bisa lupa sama senyum Devan" Acha berbicara dengan foto Devan yang ada di tangannya. Katakan saja Acha gila, karena Acha memang tergila gila oleh pesona seorang Devano Dirgantara. Acha menyimpan kembali foto Devan di atas nakas dan berjalan keluar kamar.

"PAAAPAAAH" teriak Acha yang tengah berlari lalu memeluk Tama - papihnya. Tama yang sedang mengoles selai di roti terkejut melihat tingkah putrinya.

"Princessnya papah kenapa ? Kayaknya seneng banget" tanya Tama penasaran. Apa yang membuat putrinya sesenang ini.

"Yang pasti. Hari ini Acha seneeeng banget" Tama terkekeh kecil mendapat jawaban dari putrinya.

"Iya deh terserah kamu. Yang penting Princess nya papah bahagia" Tama mengelus lembut puncak kepala Acha. Baginya kebahagiaan Acha adalah segalanya. Ia akan selalu berusaha untuk membuat putrinya slalu tersenyum bahagia.

Acha dan Tama sarapan bersama. Ini adalah salah satu momen yang langka. Karena Tama slalu sibuk dan jarang makan di rumah, apalagi makan bersama Acha. 

Lengkap sudah kebahagiaan Acha hari ini. Tama berangkat lebih dulu karena ada urusan di kantor. Pagi Bi Sumi, Pagi Pak Darma" Acha menyapa ke 2 pembantunya. Pak Darma adalah sopir sekaligus satpam di rumah Acha.

"Bahagia banget Non. Abis dapet lotre ya..." Canda Bi Sumi.

"Iya" jawab Acha asal.

"Ayo Non. Mobilnya udah siap" itu suar Pak Darma yang sudah berada di dalam mobil.

Acha memasuki mobilnya. Ia benar benar tidak sabar, ingin segera sampai di sekolah dan bertemu dengan Devan. Seseorang yang menjadi alasan Acha sangat senang sejak pagi, ralat, sejak kemarin.
Sepanjang perjalanan, Acha tidak bisa berhenti tersenyum.

Sesampainya di sekolah, Acha langsung turun dari mobil dan menemukan Devan yang sedang memarkirkan motornya. Acha berlari menghampiri Devan.

"Pagiii Devaaan" sapa Acha dengan nada yang sangat ceria. Devan mengacuhkan sapaan Acha. Ia berjalan melewati Acha begitu saja dengan ransel di pundak kanannya.

Acha mengernyit bingung, ini tidak sesuai ekspetasinya. Acha kira Devan akan membalas sapaan nya dengan senyuman manisnya seperti kemarin.
"Devan. Devan gak mau bales sapaan Acha ?" Acha mulai mengejar Devan yang mulai menjauh darinya.

Devan terus berjalan dan mengabaikan Acha. "Devan jalannya jangan cepet cepet dong. Ntar kalau Acha jatuh lagi gimana ?" rengek Acha membuat Devan terganggu. Acha terus mengoceh hingga akhirnya Devan kehabisan kesabarannya.

"BISA GAK SIH, LO GAK GANGGUIN GUE SEHARI AJA. LIAT MUKA LO BIKIN GUE MUAK TAU GAK" bentak Devan keras membuat Acha tertunduk takut.

"Tapi kenapa ? Kemarin Devan baik sama Acha. Kenapa sekarang Devan jadi kayak gini ?" cicit Acha pelan dengan kepala yang masih menunduk.

Devan menunjukan smirk nya. Ia mencengkeram keras rahang Acha membuatnya mendongak untuk melihat wajahnya. "Jadi, Lo pikir karena gue kemarin baik sama Lo. Itu artinya gue suka sama Lo"

X - OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang