Chapter 24

312 20 1
                                    

Devan membaringkan tubuhnya di atas kasur. Perkataan Acha terus terngiang di kepalanya. Ia mulai mengingat 1 per 1 sikapnya pada Acha selama ini. Ia terus memikirkan Acha hingga matanya melihat kearah jam. Jam menunjukan pukul 19.00, sudah waktunya makan malam.
Devan menuruni tangga dan ikut bergabung bersama orang tua nya di meja makan.

"Van, kamu tadi nganterin Acha pulang kan?" suara berat David-Daddy Devan, membuat Devan tersentak kaget. Apalagi pertanyaan yang di lontarkan David padanya.

Kenapa David tiba-tiba membahas tentang Acha? Apakah Acha sudah mengadu kepada ke 2 orang tuanya? Devan mengangguk kaku menjawab pertanyaan Daddy nya tadi.

"Kenapa Daddy tiba-tiba nanyain Acha?" tanya Devan.

"Tadi Tama telepon. Katanya sopir sama pembantu di rumah nya sedang pulang kampung. Jadi dia mau minta tolong sama kamu buat antar jemput Acha selagi sopirnya nggak ada"

Devan terkejut mendengar perkataan David. Jadi, Acha memintanya mengantar pulang karena sopir nya pulang kampung. Tapi, Devan malah memilih mengantar Bianca daripada Acha.

"Acha manja ya Dad. Devan gak pernah liat Acha naik kendaraan umum" ucap Devan.

"Bukannya Acha manja. Acha punya trauma. Waktu kecil dia di culik saat pertama kali menaiki kendaraan umum" bukan David yang membalas ucapan Devan, melainkan Renata-Mommy nya.

Devan kembali terkejut. Selama ini Devan slalu berpikir bahwa Acha adalah cewek yang berisik dan manja. Tapi, dibalik semua sikapnya. Acha memiliki luka dan kesedihan yang ia pendam sendiri, tanpa berniat menceritakannya pada orang lain.
Acha kesepian tapi ia tetap ceria seolah ia orang yang paling bahagia di dunia. Acha terluka tapi ia tetap tersenyum seakan mengatakan bahwa ia baik baik saja.

"Oh ya. Acha juga punya penyakit jantung. Kalau Acha kecapean, dia akan jatuh pingsan. Makannya kamu harus jagain Acha yang bener. Awas kalau sampai Mommy denger kamu nyakitin Acha apalagi sampai buat Acha nangis" ancam Renata membuat Devan menelan ludahnya kasar. Mommy dan Daddy nya tidak pernah bermain-main dengan ucapannya.

Devan kembali mengingat ketika Acha jatuh pingsan di lapangan. Dan Devan malah mengatai Acha gatel pada Aksa. Devan juga mengatai Acha gatel pada Derren. Padahal dirinyalah yang salah karena tidak mengantar Acha pulang. Acha sudah meminta bantuannya tapi ia malah menolaknya dan lebih memilih mengantar Bianca pulang.

"Devan mau main Mom, Dad. Malam ini Devan gak pulang. Devan udah janji nginep di rumah temen"
Devan bangkit dari duduk nya setelah menghabiskan makanannya. Ia mengambil jaket dan kunci motor. Devan menyalakan motornya di garasi dan mulai melajukan motornya menuju rumah Acha.

"AAACCHHAAAAA" teriak Devan sesampainya di depan gerbang rumah Acha. Ia mencoba membuka pagar tapi tidak bisa karena pagarnya sudah di kunci. Devan memutuskan untuk memanjat pagar, meninggalkan motor kesayangannya diluar pagar.

Devan melompat turun lalu kembali berteriak. "ACHHAA. GUE TAU LO ADA DI DALEM, CHA. GUE MOHON KELUAR SEBENTAR, GUE MAU NGOMONG SAMA LO"

Acha yang berada di kamarnya di lantai 2 mendengar teriakan Devan. Ia mengintip dari balik gorden jendelanya, menatap kebawah melihat Devan yang berteriak-teriak seperti orang gila. Acha kembali duduk di kasurnya, membiarkan Devan yang terus berteriak di bawah sana.

Suara petir yang menggelegar membuat Acha kembali melihat ke luar jendela. Hujan deras akan segera turun. Acha membuka jendelanya. "ACHA LAGI GAK PENGEN KETEMU DEVAN. MENDING DEVAN PULANG AJA. SEBENTAR LAGI BAKALAN HUJAN"

Devan tersenyum senang mendengar teriakan Acha. Akhirnya gadis itu mau membalas teriakannya. Ia juga senang. Karena disaat seperti ini, Acha masih saja menghawatirkan nya.

X - OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang