Chapter 15

316 23 0
                                    

Ke 4 inti Darkness menghampiri Acha di ruang inapnya. Mereka ingin berpamitan untuk pulan.

"Cha, kita pulang ya... Soalnya besok harus sekolah" ucap Reyhan mewakili yang lain berpamitan pulang.

"Iya, kalian pulang aja. Makasih udah nemenin Acha sampai sekarang. Acha juga pasti bakal di bolehin pulang besok" balas Acha.

Calvin melirik Devan yang sibuk memainkan tangan kanan Acha di pipinya. Persis seperti anak kucing.
"Heh bos, Lo gak mau ikut kita pulang"

"Gak. Lo pada kalau mau pulang. Pulang aja. Gak usah ngajakin gue. Gue mau nemenin Acha disini" balas Devan galak tanpa menatap lawan bicaranya. Karena ia masih fokus memainkan tangan Acha.

"Dasar bucin. Dulu sok sokan gak suka. Sekarang nempel banget kayak perangko" batin Calvin, Dafa, Reyhan dan Aksa.

"Devan. Kenapa Devan gak pulang. Besok kan harus sekolah" Acha memarahi Devan seperti anak kecil. Acha juga menarik tangannya yang sedang di mainkan Devan. Membuat Devan merenggut tak suka.

"Gak mau pulang. Gue gak mau pisah sama Lo" rengek Devan yang mengambil kembali tangan Acha dan memeluknya erat.

"Anjazz. Gue gak nyangka Acha bisa buat si bos kayak gini" batin Reyhan.

"Kamera mana kamera. Gue mau ngerekam si bos. Lumayan aib si bos makin banyak" batin Dafa. Sekedar info, Dafa memiliki banyak aib anggota inti Darkness.

"Haha. Akhirnya gue punya senjata buat ngeledek si bos" batin Calvin. Calvin memang sering di nistakan oleh teman temannya. Dan sekarang ia bahagia karena akhirnya ia bisa menistakan Devan, bosnya.

Aksa hanya menatap Devan datar. Sebenarnya ia pernah memergoki Devan yang bertingkah manja seperti ini. Tapi Devan hanya melakukannya pada Mommy nya. Karena dulu Devan tidak pernah bertingkah manja pada Bianca. Aksa tidak menyangka, Devan akan bertingkah manja didepan dirinya dan temannya. Padahal Aksa tau betul, bahwa Devan adalah orang yang memiliki gengsi tingkat tinggi.

Acha menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan Devan seperti anak kecil. Acha membiarkan Devan untuk tetap berada disini. Sedangkan yang lain, mereka sudah pulang.

Hari sudah mulai malam....
Acha terbangun dari tidurnya. Acha melihat Devan yang tertidur dengan memegangi tangannya dan posisi tidurnya duduk. Kenapa Devan tidak tidur di sofa saja? Kenapa malah tidur sambil duduk di kursi? Memangnya punggungnya tidak sakit jika Devan terus tidur seperti ini? Acha ingin membangunkan Devan, tapi melihat Devan yang tidur dengan nyenyak, membuat Acha tak tega membangunkannya.

Acha ingin mengambil air untuk minum. Ia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Devan sepelan mungkin, karena tidak ingin tidur Devan terganggu. Setelah berhasil menarik tangannya, Acha berusaha menggapai gelas di atas nakas. Tapi tangannya tidak sampai pada gelas.

Devan terbangun dari tidurnya ketika merasakan kekosongan di genggaman tangannya.

"Maaf Devan. Gara gara Acha Devan jadi ikut kebangun"

Devan tidak menanggapi ucapan Acha. Karena baginya Acha lebih penting dari dirinya sendiri. Jangankan terbangun dari tidur. Devan sanggup bergadang setiap hari jika Acha yang memintanya. "Lo butuh sesuatu" tanya Devan.

"Acha cuman mau minum"

Devan mengambil air minum yang ada di atas nakas. Ia membantu Acha untuk duduk agar bisa minum.

"Devan gak mau pulang? Ini udah malam" tanya Acha membuat Devan yang sedang menyimpan kembali gelas keatas nakas meliriknya sinis.

"Daritadi Lo ngusir gue mulu. Lo gak mau gue ada di sini?" Devan balik bertanya dengan kesal. Kenapa daritadi Acha slalu menyuruhnya pulang?

X - OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang