Bab 6

1.1K 193 22
                                    

"Kamu telepon siapa Sayang?"

Prilly yang baru saja selesai berbicara dengan Anaya menoleh menatap suaminya. "Anaya Mas." Jawabnya setelah memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Mas mau makan siang dimana?" Tanya Prilly setelah berdiri didepan suaminya.

"Kita makan siang sama Bram boleh Sayang?" Ali bertanya hati-hati pasalnya ia sudah berjanji akan makan siang berdua dengan istrinya tapi tadi Bram mengiriminya pesan mengajaknya untuk bertemu di jam makan siang.

Prilly tampak mengerutkan keningnya sebentar sebelum kembali menormalkan ekspresi wajahnya. "Nggak masalah Mas." Jawabnya kemudian. Prilly tidak mungkin mementingkan dirinya sendiri, meskipun jauh di dalam hatinya ia ingin merayakan kesuksesan mereka dalam proyek pertama mereka ini berdua saja tapi jika Ali ingin bertemu temannya ya sudah Prilly mengalah saja.

Ali terlihat tidak enak pada istrinya, ia raih tangan Prilly lalu ia genggam sebelum ia bawa ke mulutnya dan ia kecup dengan penuh kasih sayang.

"Beneran nggak apa-apa Sayang? Kamu udah reservasi tempat juga kan?" Prilly menganggukkan kepalanya, ia tidak ingin berbohong karena ia memang sudah memilih tempat yang cocok untuk dirinya dan sang suami makan siang berdua.

"Nggak apa-apa kalau kamu mau makan siang sama teman kamu Mas. Kalau misalnya aku ganggu ya nggak apa-apa juga kalau aku makan siang sama Mama di rumah." Ujar Prilly tanpa bermaksud menyindir suaminya. Prilly tidak ingin Ali merasa kehidupannya terkekang setelah menikahi dirinya, Prilly akan selalu membebaskan suaminya asal pria itu sadar dalam bersikap dan pandai menjaga kepercayaan darinya.

Prilly bukan perempuan posesif namun ia juga bukan perempuan naif yang akan selalu berlapang dada menerima kesalahan suaminya. Prilly adalah wanita pemegang prinsip apapun akan ia maafkan kecuali perselingkuhan.

Dan semoga saja Ali selalu mengingat kalimat itu di dalam pikirannya.

"Nggak ganggu Sayang kamu ikut Mas aja." Ali meraih tangan istrinya. "Kita makan siang sama Bram sekalian bahas mengenai usaha yang akan kami bangun bersama." Prilly menganggukkan kepalanya dan mengikuti langkah suaminya.

Sejujurnya Prilly tidak ingin terlalu ikut campur urusan Ali tapi sebagai seorang istri jelas ia perlu tahu usaha apa dan siapa saja yang akan berkecimpung dalam usaha suaminya itu.

Ali dan Prilly melangkah menyusuri loby kantor sambil bergandengan tangan. Mereka tampak mengulas senyuman tipis saat karyawan yang berpapasan dengan mereka menyapa mereka dengan penuh hormat. Sebenarnya, Prilly tahu mereka terutama karyawan perempuan hanya menyapa suaminya bukan dirinya bahkan Prilly bisa melihat tatapan iri dan sinis yang mereka layangkan padanya secara diam-diam.

Namun sayangnya Prilly tidak perduli, ia juga membalas sapaan mereka sebagai formalitas saja sedangkan Ali hanya berusaha ramah meksipun ia sendiri risih dengan sapaan karyawan Ayahnya itu.

"Suara karyawan perempuan disini kenapa modelnya sama semua?" Tanya Ali begitu mereka memasuki mobil pria itu.

Prilly meletakkan tasnya di jok belakang sebelum fokus pada suaminya yang sudah menghidupkan mesin mobil.

"Sama gimana Mas?" Tanya Prilly tangannya bergerak meraih seatbelt dan memasangnya.

"Mendayu semua kayak tikus kejepit." Pria itu dengan tengilnya mempraktikkan kembali suara karyawan yang menyapanya tadi.

Prilly sontak tertawa melihat ekspresi wajah suaminya yang begitu lucu serta suaranya yang dibuat mendayu-dayu namun dalam versi super lebay.

Melihat tawa istrinya Ali juga ikut tertawa. Keduanya tertawa terbahak-bahak bahkan Prilly sampai mengeluarkan air matanya. Ali melajukan mobilnya meninggalkan parkiran kantor menuju restoran dimana Bram sudah menunggunya.

Ali mengusap sudut mata istrinya yang berair karena terlalu lama tertawa. "Kamu cantik banget kalau lagi ketawa gitu Sayang." Puji Ali yang membuat Prilly sontak menoleh menatap suaminya dengan tatapan aneh.

Ali terkekeh pelan ia terlihat meraup wajah istrinya yang menatapnya aneh. "Dimana-mana perempuan kalau dipuji tuh tersipu malu bukannya natap gitu." Protes Ali yang dibalas cibiran oleh Prilly.

"Aku jelas beda sama perempuan-perempuan yang pernah termakan rayuan gombal kamu Mas." Balas Prilly sambil menjauhkan tangan Ali dari wajahnya.

"Emang kalau kamu nggak beda dari mereka nggak mungkin Mas Ali tergila-gila sama dedek Prilly." Ucap Ali sambil mengedipkan matanya genit.

"Janji nggak dedek Prilly." Cetus Prilly yang sontak membuat Ali meledakkan tawanya.

Suami Prilly memang sereceh itu ternyata.

*****

"Li sini!"

Ali menggenggam tangan istrinya lalu melangkah menuju meja dimana Bram berada. "Lo bawa istri lo?" Tanya Bram begitu Ali menarik kursi untuk istrinya.

Prilly melirik Bram sekilas lalu beralih menatap suaminya dengan tatapan, aku bilang juga apa.

Ali menatap istrinya dengan tatapan teduhnya sebelum mengalihkan tatapannya pada sahabatnya, Ali mengusap lembut kepala istrinya.

"Jelas gue bawa istri gue emang lo jomblo!" Ejek Ali pada Bram yang dibalas umpatan oleh pria itu.

Prilly sendiri memilih diam karena ia merasa jika sebenarnya Bram tidak terlalu menyukai kehadirannya disini. Entah kenapa pria itu seperti kembali pada awal pertemuan mereka di club tempo dulu.

"Mau pesan apa Sayang?" Ali bertanya lembut pada istrinya. Prilly meraih menu kemudian mulai sibuk memilih makanan yang dia inginkan.

Bram sendiri tampak memperhatikan interaksi pasangan suami istri didepannya ini dengan tatapan sulit diartikan.

"Aku mau nasi putih sama ikan bakar sama sup bakso aja. Kamu mau makan apa Mas?" Prilly beralih bertanya pada suaminya. "Ikan bawal asam manis mau?" Tawar Prilly pada suaminya.

"Ali nggak suka nanas, masak lo sebagai istrinya nggak tahu." Celetuk Bram tiba-tiba.

Ali dan Prilly sontak menoleh menatap Bram dengan tatapan berbeda, jika Ali dengan tatapan penuh peringatan sedangkan Prilly dengan tatapan datar khas dirinya.

"Lo lupa kalau gue sama suami gue baru nikah kurang dari dua minggu?" Prilly terlebih dulu bersuara membuat Ali menoleh menatap istrinya.

Ali juga tak kalah kaget ketika Prilly berbicara secara informal dengan Bram yang notabene sahabatnya.

"Sayang." Tegur Ali pelan. "Usia Bram lebih tua dari kamu Sayang."

"Terus kenapa?" Prilly balik bertanya pada suaminya. "Kamu nggak liat gimana sikap teman kamu sama aku?" Kekesalan Prilly mulai terlihat.

Ali gelagapan namun disaat ia berusaha menenangkan istrinya, Bram justru kembali berceletuk memancing emosi istri sahabatnya.

"Ternyata lo nggak sekalem dan sependiam yang terlihat selama ini ya? Atau jangan-jangan ini wujud asli lo sebenarnya?" Ejek Bram dengan senyuman culasnya.

Prilly tidak tahu apa yang terjadi pada sahabat suaminya ini, ia tidak merasa pernah terlibat masalah dengan Bram bahkan ia baru bertemu lagi dengan Bram hari ini setelah pesta pernikahannya minggu lalu tapi kenapa Bram menatapnya seolah-olah dia adalah musuh laki-laki itu.

"Bram mending lo diem. Omongan lo udah keterlaluan sama istri gue." Ali balik menegur Bram saat merasakan suasana diantara Bram dan istrinya semakin tidak enak.

Prilly tampak menyeringai kecil namun Bram jelas melihat seringaian wanita itu. "Berati selama ini lo terlalu bodoh ngenilai gue Pak Bram yang terhormat." Balas Prilly sebelum meraih tasnya dan beranjak dari sana.

"Kamu bisa lanjutkan makan siang kamu sama teman kamu ini Mas. Aku pulang, nafsu makan aku hilang liat muka penjilat temanmu ini." Ucap Prilly sebelum benar-benar meninggalkan Ali dan Bram di sana.

*****

Up ke-2, seperti biasa ya syg rajin vote dan komen biar up-nya lancar terus kalau vote sama komen aja kalian gak mau, aku jadi males lanjutin cerita ini😞 lebih baik unpublish aja.

My Boss : After WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang