Tepat pukul 11 malam acara peresmian resort akhirnya selesai. Ali dan Prilly serta keluarganya yang lain sudah kembali ke penginapan masing-masing. Sebagian tamu yang datang juga memilih menginap disana mereka belum begitu puas menikmati keindahan desa.Para warga desa terlihat sangat antusias menyambut kedatangan mereka seperti kata Ali dulu dengan adanya resort ini disana maka desa mereka akan ramai dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan dalam negeri maupun wisatawan asing.
Dan secara perlahan ekonomi warga disana akan membaik. Mereka mulai menjajakan kerajinan tangan yang begitu khas dari desa mereka tak lupa beberapa warga juga mulai mendirikan gubuk-gubuk kecil sebagai tempat santai untuk mereka yang datang.
Prilly jelas sangat bahagia dengan perkembangan itu begitupula dengan Ali, secara tidak langsung dengan dibangunnya resort disana mereka seperti membuka jalan untuk para warga mendapatkan uang.
"Lelah sekali." Keluh Ali begitu mereka tiba di penginapan. Kali ini Ali dan Prilly memilih penginapan lain yang letaknya lumayan jauh dari resort, Ali tidak ingin ada yang menganggu waktunya dengan sang istri.
Prilly yang sedang melepaskan anting serta kalung dilehernya menoleh menatap sang suami yang sudah merebahkan diri diatas ranjang. "Ganti baju dulu Mas! Kamu nggak bersih-bersih dulu?" Tanyanya yang dibalas gelengan kepala oleh suaminya.
"Ngantuk banget Sayang." Jawab Ali dengan mata yang sudah terpejam rapat.
Prilly hanya menghela nafasnya melihat suaminya yang benar-benar memejamkan matanya tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Prilly segera menyelesaikan kegiatannya lalu melanjutkan dengan membersihkan dirinya di dalam kamar mandi.
Tidak sampai setengah jam Prilly sudah selesai dengan segala urusannya di dalam kamar mandi, wanita itu beranjak mendekati ranjang. Dengan senyuman terukir Prilly menyentuh tubuh suaminya.
Terdengar lenguhan suaminya ketika Prilly menyentuh dadanya, perlahan Prilly membuka kancing kemeja Ali. "Angkat dulu tangannya Mas." Kata Prilly sambil memiringkan tubuh besar suaminya.
"Jangan malam ini Sayang. Mas benar-benar ngantuk banget." Lirih Ali dengan mata setengah terbuka. Prilly sontak menepuk pelan dada telanjang suaminya. "Ngelindur aja kamu mesum Mas!" Ucapnya yang tidak dibalas lagi oleh Ali karena pria itu sudah kembali tertidur.
Setelah membuka semua pakaian suaminya, Prilly beranjak menuju ke kamar mandi lalu keluar dengan membawa handuk basah untuk menyeka tubuh suaminya. Prilly begitu telaten membersihkan tubuh Ali sampai akhirnya ia selesai dan kembali memakaikan piyama pada tubuh besar suaminya.
"Jangan pakai baju Sayang panas!" Keluh Ali dengan mata terpejam. Dengan helaan nafasnya Prilly kembali membuka baju suaminya dan membiarkan pria itu terlelap dengan kondisi setengah telanjang.
Dengkuran halus pria itu kembali terdengar, sepertinya Ali benar-benar lelah sekali hari ini.
Cup!
"Mimpi indah suamiku." Ucap Prilly setelah memberikan satu kecupan disudut bibir suaminya.
******
Di dalam kamar lain terlihat Bram sedang berjalan mondar mandir sambil memegang ponselnya yang tertempel di telinga kanannya. "Tidak bisa begitu Adelia! Aku tidak bisa membiarkan kamu kembali ke pelukan Ali." Ucapnya dengan nafas terdengar berat. Bram benar-benar tidak rela jika Adelia kembali dimiliki oleh sahabatnya.
"Bram kamu sebenarnya kenapa sih? Aku capek seharian di pesawat jadi tolong jangan begini hm?"
Bram memejamkan matanya, ia selalu kalah jika Adelia sudah berbicara selembut itu padanya. "Aku akan kembali ke kota malam ini." Putus Bram yang sempat ditolak oleh Adelia.
"Jangan Bram ini sudah malam jarak tempuhnya juga sangat jauh. Besok saja kamu kembali sekalian sama Ali, aku benar-benar sudah tidak sabar bertemu dengan laki-laki itu."
Kedua tangan Bram sontak mengepal saat mendengar nada suara Adelia yang terdengar begitu bahagia karena akan bertemu dengan Ali.
"Sampai kapan kamu akan memperjuangkan Ali Adelia? Ali sudah menikah dan dia sudah melupakan kamu!" Raung Bram begitu keras bahkan sampai memperlihatkan urat lehernya.
Diseberang sana terlihat Adelia yang tersenyum masam, ia tahu Ali sudah menikah tapi ia tidak akan menyerah begitu saja. Dulu ia tidak benar-benar melupakan Ali, ia hanya meninggalkan Ali sejenak demi cita-citanya dan sekarang ia sudah kembali untuk pria itu jadi sudah seharusnya Ali kembali mengemis dan memohon untuk menikahinya.
Bram mulai sadar jika ia sudah keterlaluan karena membentak Adelia. "Maaf Adelia, aku nggak sadar ngebentak kamu barusan." Sesalnya dengan ekspresi begitu sendu.
"Nggak apa-apa Bram. Aku paham, mungkin kamu lagi capek juga disana."
Senyuman Bram kembali terbit saat mendengar suara lembut wanita pujaan hatinya itu. "Aku berjanji akan membahagiakan kamu Adelia. Apapun akan aku lakukan demi kebahagiaan kamu." Ujar Bram penuh ketulusan.
Dulu, saat Ali dan Adelia berpacaran ia hanya bisa menatap kemesraan mereka dengan hati terluka dan ketika ia tahu mereka telah berpisah disaat itulah harapan untuk memiliki Adelia kembali terbit. Dan takdir seolah memberikan peluang untuk dirinya bisa memiliki Adelia dengan mempertemukan mereka lagi setelah sekian lama Bram tidak mendengar kabar dengan cinta pertamanya itu.
"Terima kasih Bram. Aku benar-benar tersanjung mendengarnya."
"Aku berharap kamu tidak hanya sekedar tersanjung Adelia." Bram menghela nafasnya. "Aku ingin kamu membalas perasaanku dengan rasa yang sama." Lanjutnya dengan penuh harapan.
Bram tidak akan menyerah pada Adelia. Sudah cukup dulu ia mengalah pada sahabatnya tapi tidak untuk sekarang. Tidak lagi.
"Jika kamu benar-benar menginginkan aku maka kamu harus membuktikannya Bram." Adelia berucap dengan nada lembutnya.
"Apa yang harus aku lakukan Adelia?" Tanya Bram lembut. Pria itu tampak tersenyum menatap langit yang penuh dengan bintang seolah-olah bintang-bintang itu juga tahu jika saat ini dirinya sedang berbunga-bunga.
"Hancurkan Ali seperti dia menghancurkan aku!"
Bram tentu saja terkejut dengan permintaan Adelia. Bagaimana mungkin wanita itu memintanya untuk menghancurkan sahabatnya sendiri?
"Tidak Adelia! Aku tidak mungkin menyakiti Ali, dia sahabatku!" Tolak Bram segera. "Aku memang kesal karena Ali terlalu tunduk pada istrinya namun untuk menyakiti Ali, sorry gue nggak bisa."
"Hahaha. Aku bercanda Bram! Bagaimana mungkin aku meminta hal sekeji itu sama kamu."
Sontak Bram menghela nafasnya setelah mendengar tawa ceria Adelia. "Kamu ini nyaris membuatku jantungan Adelia." Keluh Bram yang semakin membuat tawa Adelia terdengar.
"Aku tidak meminta kamu untuk menyakiti Ali tapi jika menyingkirkan istrinya kamu tentu bisa kan Bram?" Suara Adelia sontak berubah serius dan hal itu berhasil mengusik Bram yang baru saja menghela nafas lega.
"Maksud kamu aku harus membunuh istri Ali begitu?" Tanya Bram memastikan.
"Tidak perlu langsung membunuh Bram, kalau bisa siksa dia dan biarkan perempuan itu mati secara perlahan. Kamu bisa melakukan itu kan? Demi aku Bram, wanita yang kamu cintai."
Dan malam itu Bram benar-benar gelisah bahkan ia tidak bisa terlelap sampai pagi menjelang.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss : After Wedding
RomanceLanjutan dari cerita MY BOSS, Insyaallah ceritanya gak kalah seru kok.. jadi langsung baca aja yaaa.. Jangan lupa vote dan komennya sayang-sayangku..