Bab 9

1.1K 183 19
                                    


Setelah beristirahat sebentar, kini Ali dan Prilly kembali ke kantor. Mereka harus menyelesaikan beberapa pekerjaan lainnya sebelum Ali benar-benar hengkang dari perusahaan Ayahnya.

"Mas ini berkas terakhir yang harus kamu periksa dan kamu tanda tangani." Kata Prilly sambil menyerahkan sebuah berkas pada suaminya.

Ali yang kini menempati ruangan lain yang berada disebelah ruangan direktur utama mendongak menatap istrinya. "Sini Sayang." Ali mengulurkan tangannya kepada Prilly.

Prilly meletakkan berkas yang ia bawa diatas meja lalu beranjak mendekati suaminya. Pekikan kecil Prilly sontak terdengar saat Ali tiba-tiba menarik tubuhnya hingga ia berakhir terduduk di pangkuan suaminya.

"Mas!"

"Nggak apa-apa. Mas mau ngisi energi sebentar." Jawab Ali sambil mendekap erat tubuh istrinya.

Prilly hanya bisa pasrah dilawan pun suaminya tidak akan berhenti jadi lebih baik ia diam saja dan membiarkan suaminya melakukan apapun yang pria itu suka.

"Rasanya Mas jadi berat sekali keluar dari sini." Celetuk Ali tiba-tiba. Prilly menunduk menatap suaminya yang sudah bersandar nyaman di dadanya.

"Kenapa?" Tanya Prilly sambil mengusap lembut kepala suaminya.

Ali menghela nafasnya lalu mendongak menatap Prilly. "Mas nggak rela tinggalin kamu sendirian disini." Prilly sontak mendengus setelah mendengar jawaban suaminya.

"Lebay kamu! Sebelum kenal kamu juga aku udah sendirian kerja disini." Sahut Prilly yang mendapat rajukan dari suaminya. "Itu beda Sayang!" Protes Ali kembali membenamkan wajahnya pada dada sang istri.

Empuknya.

"Ya tetap aja Mas khawatir sama kamu." Balas Ali dengan mata terpejam.

"Atau kamu mau aku resign aja?"

Mata Ali sontak berbinar ia seketika mendongak menatap istrinya. "Kamu mau resign? Beneran mau?" Tanyanya dengan penuh harap.

"Ya nggak lah! Enak aja aku resign. Pengorbanan aku nggak main-main sampai bisa kerja disini." Sahut Prilly yang seketika mematahkan harapan sang suami.

Terdengar hembusan nafas Ali yang begitu berat, sekuat tenaga Prilly menahan senyumannya saat melihat wajah lesu sang suami. Ali kembali merebahkan kepalanya di dada sang istri, pelukannya pada pinggang Prilly semakin mengerat.

"Kirain kamu beneran mau cabut dari sini." Lirih Ali yang membuat kekehan Prilly terdengar. "Kalau aku cabut dari sini terus aku dapat uang dari mana?" Ali kembali mendongak menatap istrinya. "Dari aku lah! Kan sejak menikah tanggung jawab lahir dan batin kamu ada di aku." Kata Ali dengan menggebu-gebu.

Kekehan Prilly kembali terdengar, ia usap wajah suaminya dengan penuh kasih sayang. "Aku tahu tapi jaman sekarang perempuan nggak bisa sepenuhnya ngandalin pemberian suami aja." Jelas Prilly masih dengan senyuman di wajahnya. "Suatu saat akan ada masa dimana suami tidak bisa kami andalkan, jalan hidup siapa yang tahu Mas." Lanjut Prilly lagi.

"Emangnya kenapa suami nggak bisa diandalkan? Aku bakalan ada terus buat kamu." Ali sudah tidak memeluk Prilly lagi sepertinya pria itu sedikit tersinggung dengan perkataan istrinya.

Melihat respon Ali yang mulai tidak enak, Prilly pun segera beranjak dari pangkuan suaminya. Ali ingin protes namun ia memilih bungkam, ia biarkan saja istrinya menjauhinya.

Prilly membenarkan blazer serta roknya yang sedikit tertarik keatas sebelum menjawab pertanyaan suaminya tadi. "Hari ini kamu bisa ngomong gitu Mas tapi beberapa bulan atau mungkin tahun kedepan belum tentu kamu ingat dengan apa yang kamu ucapkan hari ini. Jangan lupakan satu hal Mas, hati manusia itu berubah-ubah termasuk hati kamu dan aku akan mempersiapkan diriku untuk menerima kenyataan jika suatu saat nanti kamu berubah atau mungkin berpaling dariku." Jelas Prilly panjang lebar.

"Tolong tanda tangani berkas ini." Dengan kebungkamannya Ali meraih pulpen lalu membubuhkan tanda tangannya di berkas yang itu.

Setelah Ali menyelesaikan tugasnya, Prilly segera meraih map itu lalu keluar dari ruangan suaminya. Ali sontak mendengus pelan melihat keacuhan istrinya.

"Ih suaminya merajuk bukannya dibujuk malah ditinggal!" Dumel nya begitu kesal.

******

Prilly sudah menyelesaikan semua pekerjaannya sekarang ia bisa kembali ke apartemen Ali untuk menyiapkan segala kebutuhan mereka yang akan berangkat ke desa besok pagi.

Ali sendiri masih mempertahankan dirinya untuk merajuk yang sayangnya justru membuat Prilly semakin mengacuhi dirinya. Prilly dapat membalas sapaan rekan kerjanya dengan sopan namun sepenuhnya mengabaikan sang suami yang sejak tadi mengekori dirinya.

Prilly melirik sekilas sang suami yang diam-diam memegang ujung blazer yang ia kenakan. Ali begitu menggemaskan sekarang namun Prilly tetap mempertahankan ekspresi acuhnya supaya suaminya ini berhenti bersikap kekanakan.

Ali sering kali merajuk jika perdebatan mereka mulai dimenangkan oleh Prilly, tidak hanya sekali dua kali suami Prilly bersikap begini. Jadilah, Prilly akan memberi suaminya sedikit pelajaran.

"Mau kemana?" Tanya Ali saat melihat istrinya berjalan menjauhi mobilnya. "Tuh mobilnya didepan!" Tunjuk Ali kearah mobilnya.

Prilly melirik mobil suaminya sekilas lalu berbalik menatap Ali. "Aku mau naik taksi aja." Wajah Ali sontak menegang. "Ngapain aku pulang sama kamu kalau kamu nya marah begini sama aku." Ucap Prilly yang membuat ekspresi wajah Ali semakin menegang.

Prilly nyaris meledakkan tawanya saat melihat betapa lucu dan menggemaskannya ekspresi suaminya saat ini namun sekuat tenaga ia menahan dirinya.

"Maaf." Akhirnya Ali meminta maaf dengan kepala tertunduk dan tangannya sudah beralih memegang blazer Prilly dibagian depan. "Aku salah, maaf Sayang." Ulangnya lagi.

Ah, betapa manisnya suami Prilly ini.

"Kamu minta maaf kenapa? Emangnya kamu tahu salah kamu apa?" Tanya Prilly dengan suara lebih lembut dan bersahabat.

Ali mendongak menatap istrinya sekilas lalu kembali menundukkan kepalanya. "Banyak. Salah aku banyak banget jadinya aku bingung minta maaf untuk salah yang mana." Jawab Ali polos yang akhirnya berhasil membuat Prilly tertawa.

Prilly tidak perduli jika saat ini mereka ada didepan pintu utama AN Group, dengan tergesa ia segera melemparkan dirinya ke dalam dekapan sang suami. Ali ikut membalas pelukan Prilly dengan tak kalah erat. Sejujurnya, ia sedikit malu ditertawakan seperti ini tapi karena yang menertawai dirinya adalah istri tercintanya jadi tidak apa-apa biarkan saja asal Prilly bahagia apapun akan Ali lakukan.

"Manis banget sih. Suami siapa sih ini?" Goda Prilly setelah melepaskan pelukan mereka. Tangan Prilly bergerak naik untuk mencubit pipi suaminya.

Ali sontak merona, bahkan kedua telinga pria itu tampak memerah sangking malunya ia. Seumur hidup belum pernah ia diperlakukan semanis ini oleh perempuan.

Tawa Prilly semakin terdengar renyah saat Ali tiba-tiba menyusupkan wajahnya ke leher sang istri untuk menyembunyikan rona merah yang menjalar di pipi juga lehernya.

Ali benar-benar malu sekali.

Tanpa mereka sadari, momen manis itu banyak direkam oleh karyawan yang kebetulan lewat. Banyak sekali dari mereka terutama pegawai perempuan yang menatap iri pada Prilly. Wanita sombong yang selama ini mereka jauhi kini justru menjadi menantu satu-satunya keluarga Nasution. Beruntung sekali memang.

******

Jangan malas2 komen dan vote ya, biar aku makin semangat selesaikan cerita ini karena di next story aku mau buat cerita ala-ala mafia gitu🤭. Bisa bayangin nggak gimana keseruan kisah mafia ganteng seperti Ali.😅

My Boss : After WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang