Bab 04. 𝐋𝐂 | 𝐁enci atau 𝐂inta?

14 12 3
                                    

Susah payah Leka keluar melalui jendela kamarnya. Gadis itu menyambungkan pakaian yang ada di lemari untuk dia jadikan tali merusut kebawah. Bekas memar dari Ayahnya masih terlihat jelas. Tak peduli jika nanti dia akan dipukuli dan diamuk habis-habisan karena melanggar hukuman sang Ayah.

Dengan hati-hati Leka bergandulan tali yang dibuatnya turun ke belakang rumah. Dia akan keluar dari pintu belakang yang langsung menuju ke jalan raya, dengan begitu akan lebih mudah untuk Leka menuju ke rumah sakit menemui bundanya.

Dia melihat sekitarnya, tidak orang suruhan Ayahnya. Jadi, aman jika begitu. Leka membuka pintu belakang dengan hati-hati agar tidak mengeluarkan suara begitu pula dengan menutup pintu itu. Gadis itu berlari sekencang mungkin menjauh dari rumahnya setelah berhasil keluar. Menelusuri jalan yang biasanya dia lalui setiap minggunya pergi ke rumah sakit.

"Leka!" panggil seorang pengendara motor di sampingnya. Dia lantas berhenti dan menatap pengendara itu yang melepaskan helm.

"Kenapa lari-larian? Di kejar kucing, lagi?" Kening Zayn berkerut sambil memandang Leka yang terlihat kelelahan.

Pria itu lantas melihat kebelakang Leka lalu kembali berkata, "Nggak ada, tuh, kucingnya."

"Kak Zayn, apaan sih. Siapa juga yang dikejar kucing," saut Leka terdengar agak sebal sambil bercak pinggang dan wajah yang sedikit cemberut.

Zayn. Anak SMA kelas akhir yang tinggal hanya berdua dengan neneknya. Orang tua Zayn meninggal dalam kecelakaan pesawat saat dalam perjalanan pulang dari luar negri mengurus bisnisnya. Rumahnya tepat di sebelah rumah Leka. Hampir tiap hari Zayn dan neneknya mendengar suara teriak yang cukup keras.

Mereka berteman sejak Zayn pindah di rumah itu. Cukup lama. Sekitar, tiga tahunan mereka berteman. Layaknya Zayn sebagai kakak cowok dan Leka sebagai adik cewek. Itu mengapa Zayn tahu banyak mengenai Leka. Terutama kebiasaan Leka yang selalu dikejar-kejar kucing. Leka bukan wanita pecinta kucing, gadis itu tidak segan-segan memukul kucing jika terus mengikuti dirinya. Tapi, herannya. Kucing-kucing di komplek itu gemar mengikuti jejak kaki Leka.

"Saya pikir kamu tidak datang hari ini," ujar Niskala dengan jubah putih tersenyum manis kepada Leka dan Zayn.

"Tadi Ayah marah." Zayn dan Niskala sontak melihat wajah Leka dengan penuh rasa cemas.

"Sebenarnya, Ayah juga ngelarang Leka nemuin Bunda hari ini. Tapi, Leka diam-diam keluar lewat pintu belakang," sambung Leka mengejutkan dua orang di dekatnya.

"Jadi, kamu lari karena kabur dari rumah?" seru Zayn memastikan. Leka menatap Zayn dan mengangguk pelan. Terlihat jika Zayn akan marah pada dirinya.

Zayn berdecak lalu meraih lengan Leka, menggandeng tangan mungil itu. Leka bertanya melalui ekspresi wajahnya. "Kita pulang, Ka. Ayah bisa marah besar kalau tahu kamu kabur dan nemuin Bunda."

Niskala mencegah langkah Zayn yang hendak pergi kembali dengan membawa Leka tanpa bertanya gadis itu mau atau tidak. Seolah tak memperdulikan sedih di wajah Leka karena tidak bisa bertemu Bundanya.

"Zayn. Biarin Leka di sini."

"Tapi, dok. Leka bisa dipukul habis-habisan nanti,"

"Tapi, Leka susah payah mau ketemu Bunda, kak," sambar Leka menyela ucapan yang hendak Niskala ucapkan.

Zayn memegang kedua bahu Leka dan memandang Leka dengan sangat dalam. Matanya tidak bisa berbohong. Pria itu mencemaskan Leka jika sang Ayah sampai tahu.

"Kenapa sih, kak, sesusah itu ketemu sama Bunda? Leka harus bertindak diem-diem dulu," lirih Leka membuat Zayn tak enak hati. Dia tidak melarangnya, tapi dia juga tidak mau Leka terus-terusan menerima kekerasan fisik dari Ayahnya.

"Sebenarnya Ayah benci ya sama Bunda? Tapi, kenapa Ayah sering jenguk Bunda? Sedangkan Leka nggak boleh," sambung Leka lagi bertanya-tanya.

Situasi ini terlalu rumit untuk menjelaskan kepada Leka. Niskala selaku dokter yang menangani Bundanya pun tidak tahu memulai dari mana memberitahunya.

"Ke rumah nenek, yuk? Udah lama nenek nggak ketemu kamu, kan. Kamu nggak rindu nenek?" seru Zayn mengalihkan arah pembicaraannya.

Leka memandang mata Zayn dengan sangat dekat. Sorot mata Zayn menjelaskan semuanya, namun dia tidak begitu paham.

"Bunda?" seru Leka menatap ke arah Niskala begitu pula dengan Zayn.

Niskala terlihat gugup dan bingung akan menjawab bagaimana. "Oh. Saya baru ingat, Bunda kamu baru saja menjalani terapi. Jadi, belum bisa di jenguk." Niskala tersenyum canggung.

Leka terlihat kecewa. Usahanya melarikan diri dari rumah sia-sia, hanya akan mendapatkan hukuman dan pukulan lebih banyak, lagi.

"Besok kita jenguk Bunda. Kakak anterin," ujar Zayn mencoba mengembalikan senyum gadis itu.

"Beneran?" Zayn mengangguk mantap seraya menggenggam tangan Leka dan pergi kembali membawa Leka ke rumahnya bertemu dengan neneknya.

Niskala mengamati keduanya dari kejauhan. "Syukur Leka bertemu dengan Zayn yang mengerti akan dirinya dan hidupnya."

.

.

.

*:..。o○ Selow Update ○o。..:*

❈ Bintangnya jangan lupa
❈ Don't be a silent reader
❈ Terima kasih sudah membaca

Real LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang