Bab 29. 𝐀𝐒 | 𝐇ukuman

10 5 1
                                    

"Aquila, bisa minta bantuannya?" tanya seorang lelaki berseragam sekolah yang sama dengan gadis itu.

Aquila mengalihkan perhatiannya, gadis itu berbalik memandang ke arah di mana asal suara itu memanggilnya. "Farel, boleh, kok. Mau dibantu apa?"

Lelaki yang bernama Farel itu kini berada tepat di hadapan Aquila. Terlihat mereka saling memberikan senyum. Doni kesal melihat hal itu dari jauh. Ia tidak suka melihatku kekasihnya bersama lelaki lain, bahkan sampai memberikan senyum.

Farel merasa canggung, ia memegangi belakang kepalanya. "Kamu kan bisa bahasa daerah, ya. Aku mau minta tolong ajarin, karena kemarin nilai ujian bahasa daerahku rendah. Dan berakhir kena omel sama ibuku," papar lelaki itu membuat Aquila tertawa.

"Kasian. Boleh, kok, mau kapan? Sekarang?" sahut Aquila sembari memakan es krim yang tadi sempat diberikan oleh kekasihnya. Yah, Doni. Siapa lagi kalau bukan lelaki itu.

Farel tersentak. "Eh, nggak harus sekarang juga, sih. Kalau kamu ada waktu luang aja," tutur lelaki itu bersikap canggung.

"Sekarang aku luang, nih. Ayo, cepat. Jangan ngeles, kasian ibumu nanti kalau sampai nilai kamu rendah lagi." Aquila menggenggam tangan Farel lalu menarik paksa tubuh lelaki itu ke perpustakaan. Di sana banyak buku bahasa daerah yang bisa dipelajari, biasanya Aquila meminjamnya untuk di rumah.

Dari jauh terlihat wajah Doni yang kesal begitu Aquila menggandeng tangan lelaki itu dengan mudahnya, tangannya pun mengepal menahan emosinya. "Gini kelakuannya kalau nggak sama gue."

"Lu itu punya gue, Aquila," gumam Doni dengan nada kesal, lalu meninggalkan tempat itu. Entah ke mana, yang jelas ia kesal dengan apa yang dilihatnya tadi.

Sedangkan Farel menurut saja saat tangannya ditarik oleh Aquila. Toh, mereka tidak ada apa-apa. Saat sampai di dalam perpustakaan, Aquila langsung mengambilkan 4 buku bahasa daerah.

"Ha?! Semua ini cukup buku bahasa daerah?" Farel tercengang melihat buku-buku di depannya itu.

Aquila menganggukkan kepalanya. "Iya. 'Kan bahasa daerah ada macam-macam jenisnya. Ada aksara, kata sebutan, kata halus, dan lainnya."

"Bisa ngebug nih otak gue," batin Farel memandang lesu buku-buku bahasa daerah itu.

***

"Doni, sakit," keluh Aquila meringis menahan sakit pada pergelangan tangannya yang dicekal dengan kuat oleh Doni. Lelaki itu tidak memperdulikan ocehannya.

"Kamu kenapa, sih kesal banget gitu sama aku?" tanya Aquila lagi dengan penasaran.

Setelah bel pulang berbunyi, Aquila sudah mendapati Doni berada di depan kelasnya. Aquila terkejut melihat Doni berada di sana menunggu dirinya, biasanya tidak seperti ini. Namun, ia juga senang. Saat itu Doni langsung menarik tangan Aquila dengan kasar membawanya ke gedung belakang sekolah.

"Gue nggak suka lu dekat sama cowok lain, selain gue." Doni melepaskan cekalannya. Ia menatap Aquila dengan sorot mata yang terlihat marah. Lelaki itu menegaskan perkataannya.

Aquila memegangi pergelangan tangannya. Ia berpikir, mencerna maksud ucapan Doni barusan. Cowok lain? Siapa yang Doni maksud? Oh, apa mungkin yang dimaksud Doni adalah.

"Farel? Maksudnya kamu aku dekat sama Farel?" tanya Aquila tidak mendapatkan jawaban dari Doni. Lelaki membuang wajahnya dengan kesal dan berdecak. Rasanya semakin kesal jika mendengar nama itu.

"Farel tadi Cuma minta aku ajarin dia aja, kok. Kenapa kamu sekesal itu?" ucap Aquila dengan santai langsung mendapatkan tatapan tajam dari Doni.

"Eh, maksudku kamu nggak perlu sekesal ini. Aku Cuma bantuin dia aja," sambung Aquila memberikan penjelasannya pada Doni.

"Perlu sampai pegangan tangan kaya tadi? Ingat ya, lu itu punya gue," tegas Doni mendekatkan wajahnya pada wajah gadis itu. Aquila terkejut dengan tingkah Doni yang tiba-tiba, ia berjalan mundur, sedikit menjauh dari Doni.

"Apa harus gue kasih tanda kalau lu itu Cuma punya gue? Kayanya bagus juga, sih," ucap Doni mengikuti langkah Aquila yang berjalan mundur sampai menghantam tembok gedung.

"Jangan dekat-dekat, Don. Iya, iya aku ingat itu. Aku punya kamu," ujar Aquila tidak nyaman dengan perilaku Doni yang begitu mendekatkan wajahnya. Aquila merasakan takut jika seperti ini.

"Iya. Lu memang punya gue, juga sebaliknya." Setelah berkata itu tindakan Doni membuat Aquila terkejut dan membulatkan bola matanya. Doni mengecup bibir Aquila begitu saja, gadis itu mendorong kasar tubuh Doni.

"Doni! Apa-apaan, sih kamu?" seru Aquila dengan kesal. Gadis itu mengatur kembali napasnya.

"Kenapa? Bukannya lu bilang kalau lu itu punya gue. Jadi, bebas dong gue ngapain lu, anggap aja ini juga sebagai hukuman karena lu dekat sama cowok lain," ucap Doni dengan tegas dan senyuman aneh diwajah lelaki itu.

Doni kembali mendaratkan kecupan pada bibir Aquila. Gadis itu mencoba mendorong tubuh Doni, namun sepertinya ia kalah kuat dengan kekasihnya itu. Aquila mulai memberontak dengan lebih kuat saat tangan kekasihnya mulai membuka kancing seragamnya.



.

.

.

*:..。o○ Selow Update ○o。..:*

❈ Bintangnya jangan lupa
❈ Don't be a silent reader
❈ Terima kasih sudah membaca


Real LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang