Bab 13. 𝐋𝐂 | 𝐊ado

12 7 4
                                    

Leka mengetuk pintu coklat kamar Ayahnya dengan membawa nampan berisi sepiring makanan dan juga air mineral.

“Masuk.” Dari dalam sana sang Ayah bersuara.

Setelah mendengar suara Ayahnya mempersilakan masuk, Leka membuka pintu yang tidak terkunci itu dengan langkah kaki yang berhati-hati agar nampan yang dibawanya tidak terjatuh.

“Ayah, Leka bawa makan siang buat Ayah.” Gadis itu meletakkan nampan yang dibawanya di atas meja kerja milik Ayahnya. Tak lupa raut wajah yang tersenyum simpul.

Dua hari setelah Ayahnya pulang, namun dengan kondisi yang tidak baik. Selama dua hari itu juga ada perubahan dalam diri Ayahnya. Tapi, setidaknya Leka tidak mendapatkan amukan dari sang Ayahnya. Leka berpikir mungkin karena Ayahnya lelah setelah dari luar kota.

“Ayah mau kue? Kemarin Leka belajar bikin kue kering dibantu bibi,” ujar gadis itu berdiri di belakang tubuh Ayahnya.

Sang Ayah menatap luar jendela dengan pandangan yang sama seperti biasanya. Namun, kini sedikit berbeda. Ayahnya menatap lurus ke arah rumah Zayn dan neneknya.

“Tidak. Kamu sudah belajar?” tanya sang Ayah berbalik menatap Leka dengan datar.

Leka menggelengkan kepalanya. “Belum,” lirih gadis itu sembari menundukkan kepalanya memandang ke lantai.
Terdengar helaan napas kasar dari Ayahnya. Sang Ayah membuka laci dan mengeluarkan dokumen biru lengkap dengan pena di sana.

“Tanda tangan di sini,” perintah sang Ayah tertuju pada Leka.

Gadis itu menatap bingung Ayahnya. “Ini apa, Yah? Pertama kalinya Ayah menyuruh Leka tanda tangan di berkas Ayah.”

“Jangan banyak tanya. Cepat tanda tangan dan kamu bisa pergi dari sini, lanjutkan belajarmu,” tegas sang Ayah.

Leka mengambil pena itu dan mengukir tanda tangannya di atas kertas bermaterai. Leka sendiri tidak tahu kenapa ia menandatangani berkas milik Ayahnya.

***

Leka keluar dari kamarnya menuju meja makan dengan seragam sekolah dan tas yang menghiasi bahunya. Satu hal yang membuat Leka terkejut saat sampai di meja makan. Di sana sudah ada Ayahnya yang sedang membaca koran.

Dengan langkah pelan Leka menghampiri Ayahnya di sana. “Selamat pagi, Ayah,” sapa gadis itu dengan senyum manisnya. Sang Ayah justru hanya meliriknya tanpa menjawab sapaan itu.

Hidup Leka seperti berubah 180 derajat setelah Ayahnya pulang dari luar kota. Tidak ada amukkan atau pukulan lagi yang gadis itu terima. Bahkan kini Ayahnya ada di depannya untuk sarapan dengannya.

“Kamu berangkat sama saya,” ujar sang Ayah tanpa melihat Leka. Sang Ayah lalu bangkit dari duduknya setelah selesai sarapan.

Leka kembali dibuat bingung dengan Ayahnya. Apa Ayah kesurupan jin dari kota lain? Tanpa berlama-lama, Leka langsung menyusul langkah Ayahnya.

Seperti yang dikatakan sang Ayah, kini Leka berasal satu mobil dengan Ayahnya. Tidak ada percakapan di dalamnya, namun itu semua mampu membuat pagi Leka begitu manis. Saat sampai di gerbang sekolah, Ayahnya memberikan sebuah paper bag pada Leka.

“Apa ini, Yah?” tanya Leka menerima pemberian Ayahnya.

“Kado ulang tahunmu kemarin,” jawab sang Ayah.

Nanar mata Leka terlihat begitu senang, senyum diwajahnya lebih lebar dari biasanya. Leka memeluk sang Ayah tanpa meminta izin dari Ayahnya. “Terima kasih, Ayah.”

Setelahnya Leka turun dari mobil itu dan masuk ke dalam sekolahnya. Tak lupa Leka mencium punggung tangan milik Ayahnya.

Sedangkan di dalam mobil itu sang Ayah menatap punggung putrinya yang kerap sekali ia pukul. Lagi dan lagi helaan napas itu terdengar.

“Putri bapak sudah tumbuh besar, ya.” Ucapan itu berasal dari supir yang tidak lain adalah asistennya.

“Ya.”

“Apa dia bisa tumbuh sendiri nantinya?” Mobil itu berlaju menjauh dari perkarangan sekolah Leka.

.

.

.

*:..。o○ Selow Update ○o。..:*

❈ Bintangnya jangan lupa
❈ Don't be a silent reader
❈ Terima kasih sudah membaca


Real LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang