32 : Kenapa Harus Bagas?

31 2 1
                                        

Ada seminggu, ya, baru up lagi? Lagi sibuk di rl, nih.

Makasi sebelumnya buat yang udah nungguin:)

Seperti biasa, tolong dukungannya teman-teman dengan vote dan komen.

Selamat membaca!

---

Jika menurutmu itu sepele, maka simpanlah untuk dirimu sendiri. Tidak semua hal tentang sesuatu harus disamakan maknanya.

~ ♡ ~

"Masih lama?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Masih lama?"

"Sabar. Eh, jangan tegakin kepala dulu!" larang Nata. Langsung menahan dahi Bagas agar kembali mendongak. Gestur seperti itu harus dijaga untuk mengatasi mimisan yang terjadi.

"Pegel, Nat," keluh Bagas.

"Tahan."

"Kakak cemen! Huuuuu," ejek Leo dari single sofa sambil membalik jempol ke bawah. Yah, anak kecil itu ada bersama mereka di ruang tengah.

Bagaimana, tidak? Terakhir kali, Nata berteriak histeris hanya karena Bagas mimisan. Lalu, bi Ayu yang di dapur segera datang, pun Leo yang tadinya sibuk di kamarnya sendiri, jadi kaget dan turun ke lantai bawah.

Saat tahu kalau kakaknya hanya mimisan, anak laki-laki itu memasang wajah kecewa. Bukan berarti ia berharap kakaknya dalam situasi sulit, hanya saja teriakan Nata tidak seperti realita yang ia bayangkan sebelumnya. Meski demikian, Leo tak juga langsung beranjak, justru dia menetap di ruang tengah bersama mereka.

"Bukan cemen, tapi beneran pegel ini," kata Bagas.

Lubang hidung Bagas dua-duanya ditutup dengan padatan tisu. Sehingga napasnya hanya diambil pelan-pelan lewat mulut. Namun, posisi mendongak ini agak merepotkan. Sayangnya, jika ingin ganti posisi, maka Nata akan menegur.

"Kok belum tidur?" Nata beralih ke Leo. Anak tetangganya yang kecil dan lucu. Leo ini menjadi anak favorit Nata. Tidak, jangan pernah berpikir itu karena dia adiknya Bagas. Sama sekali tidak demikian.

Nata benar-benar menyukai Leo sebagaimana karakter anak yang lucu dan baik. Dengan Leo, Nata merasa dia selalu berhasil membahagiakan Nata kecil dalam dirinya.

"Mau main sama kakak Nata," katanya, jujur.

Bagas langsung melirik tajam dari tempatnya. "Tidak boleh. Kakak Nata ke sini buat belajar, bukan main. Kamu juga besok masuk pagi, 'kan? Udah, naik aja ke kamar. Bobo."

Semburan Bagas membuat wajah Leo menjadi masam. Bibirnya manyun, dahinya berkerut, jangan lupakan sorot matanya yang penuh tanda permusuhan. Leo ingin main karena ia memang belum ingin tidur. Orang yang tidak mengantuk kalau dipaksa tidur, memangnya enak?

NAGASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang