03 : Bahagia Versi Nata

152 20 10
                                        

Yuk bisa yuk mendapatkan pahala dengan cara yang sama yakni:
vote +comment + share

---

Benar. Semua orang berhak bahagia.

~ ♡ ~

Nata menuruni anak tangga dengan lambat ketika ia melihat mamanya sedang berjongkok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nata menuruni anak tangga dengan lambat ketika ia melihat mamanya sedang berjongkok. Tampak menekuni sesuatu sambil membelakangi dirinya.

"Ngapain, Ma?" tanyanya.

Cynthia menoleh, tampang kagetnya tak terhindar. Nata mengerutkan kening saat menyadari terdapat pecahan piring di lantai.

"Astaga, sini biar Nata yang beresin," katanya, mengajukan diri.

"Eh, nggak usah. Biar mama aja," tolak Cynthia, mengambil secara penuh pembersihan beling di sana. "Agak jauhan, Nat. Nanti kaki kamu luka."

Gadis itu mendengar dengan patuh. Ia menatap mamanya yang masih berusaha membuat keadaan bersih seperti semula.

"Sebenarnya ada apa sih, Ma?" Nata bertanya.

"Nggak ada apa-apa kok. Jatuh biasa doang. Mama yang nggak hati-hati," ujar Cynthia lembut. "Ohiya, ini 'kan hari libur. Kamu tumben bangun pagi."

Nata tersenyum. "Mau olahraga."

Saat itu juga Cynthia tertawa. Benar-benar lepas seperti tak ada beban sama sekali. Dia sangat terhibur dengan jawaban sang anak.

"Kenapa, sih, Ma? Kok ketawa gitu? Soalnya, tadi pagi agak pusing," sewot Nata. "Emang aneh kalau Nata pengen olahraga pas libur?"

"Aneh." Cynthia membuang sampah beling ke tempat sampah. "Sejak kapan kamu jadi rajin olahraga? Biasa juga bangunnya pas makan siang."

Bibir Nata mengerucut. "Yaelah, Ma. Aturan kasih semangat dong buat anaknya. Baru juga mulai."

Cynthia tertawa. "Iya deh iya." Kemudian, wanita berumur kepala empat itu mengepalkan tangan ke atas dan ditarik setinggi bahu. "Semangat!"

"Udah diketawain tadi. Terlanjur nggak semangat." Nata dengan gaya sok merajuknya.

Cynthia tiba-tiba menyentuh kedua pipi Nata. Anak perempuan yang sangat ia sayangi. Satu-satunya anak yang ingin ia jaga walau harus mempertaruhkan seluruh hidupnya.

"Kamu lakuin aja apa yang pengen kamu lakuin. Kalau emang senang olahraga, ya olahraga aja. Kamu berhak bersikap seperti bagaimana anak remaja lainnya. Kamu berhak bahagia. Jadi, kamu nggak perlu khawatir--"

"Mama deh kayaknya yang khawatir banget?" potong Nata dengan alis terangkat sebelah. Ia menurunkan tangan Cynthia dari wajahnya. Dimana di saat bersamaan mamanya mendadak meringis.

"Eh, tangannya kenapa, Ma?" tanya Nata, khawatir.

"Nggak apa-apa kok," kata Cynthia seraya menarik tangan dari jangkauan Nata. "Yaudah, pergi aja kalau mau olahraga. Keburu siang tau."

NAGASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang