14 : Yang Lebih Sulit Dari Berkorban

101 8 2
                                    

Haiii NAGAS comeback!

Sejauh ini, gimana kesan kalian terhadap para tokoh?

Nata, gimana?

Kalo, Bagas?

Jangan lupa vote + comment + share yaaa

Selamat membaca!!!

---

Berkorban bisa saja menyakitkan. Tapi, diminta tidak perlu berkorban ketika harus berkorban, sebenarnya jauh lebih dari kata sakit.

~ ♡ ~

"Nata, menurut kamu, bagusan mana warnanya? Pink sama abu-abu atau pink sama hitam? Klien mama minta bajunya harus ada warna pink

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nata, menurut kamu, bagusan mana warnanya? Pink sama abu-abu atau pink sama hitam? Klien mama minta bajunya harus ada warna pink." Cynthia bertanya, menunjukkan beberapa potong kain kecil yang dia padukan ke depan Nata.

"Apa aja. Dua-duanya cantik," balas Nata seadanya.

Nata hanya menoleh sebentar ketika Cynthia menghampirinya di ruang tengah. Mata Nata kembali fokus ke arah TV. Serial Upin dan Ipin jauh lebih menarik minatnya sekarang.

Cynthia yang awalnya excited bertanya, berangsur-angsur sedih. Wanita itu tahu betul kalau Nata hampir selalu mengemukakan pendapatnya jika ia bertanya. Melihat sikapnya tampak acuh tak acuh, Cynthia pun meletakkan kain-kainnya ke meja.

"Kamu marah sama mama?"

"Kenapa Nata harus marah?"

Cynthia duduk di samping anaknya. Mengambil alih remote untuk mematikan TV. "Kamu marah sama mama karena apa? Karena papa?"

Langsung napas Nata dihembuskan dengan kasar. "Nata lagi nggak pengen bahas apa-apa, Ma."

Gadis itu bangkit dari duduknya. Hendak naik ke lantai dua. Mungkin berada di kamar bisa membuat kekesalannya mereda.

"Jangan benci sama papamu," ucap Cynthia.

Kaki Nata terhenti. Ia tak mengambil langkah. Gadis itu membalikkan badan. "Jangan benci, Ma? Mama bilang Nata jangan benci papa?"

Cynthia mendekat. Memegang kedua tangan sang anak. "Mama minta maaf soal kejadian malam itu."

Nata menarik tangannya. "Kenapa jadi mama yang minta maaf? Harusnya papa yang ngomong maaf ke Nata, juga ke mama. Begitu harusnya, Ma." Nata memprotes.

Mau bagaimana pun Nata berpikir, ia tidak pernah berhasil menemukan sudut pandang mamanya. Pikirkan saja, mamanya bahkan memiliki luka di kepala. Dia diperban karena kejadian malam itu. Katakan, bagaimana Nata bisa menerima semua ini di kepalanya?

NAGASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang