25

2.4K 146 38
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...


Mobil bermerek ternama itu terpakir sempurna di hadapan mansion besar milik keluarga Tithicharoenrak. Setir mobil diketuk dengan jari, menimbulkan suara ketukan pelan di sana.

Gabian mendesah.

Nafasnya ditarik pendek sebelum enjin mobil itu dimatikan. Tubuh kekarnya dibawa keluar dari sana, hingga kakinya menjejakkan kakinya ke dalam mansion yang sudah lama tidak didatanginya.

Nuansa hitam abu-abu menyambut mata elangnya. Nuansa rumah yang sama dengan kondisi di dalamnya. Sunyi dan kosong.

Gabian melangkahkan kakinya naik ke lantai 2 rumah itu. Kondisi rumah ini tidak berubah semenjak kepergiannya ke Bangkok. Tak ada yang berubah sama sekali. Sama dengan isi yang ada di balik pintu kebesaran milik Ayahnya.

TOK! TOK! TOK!

Gabian mengetuk pintu ruangan itu. Dan setelah mendengar aba-aba dari dalam sana, knop pintu itu diputar hingga menampilkan isi sebenar ruang kerja milik Ayahnya itu.

Mata elangnya yang sekilas menebar menatap ruang dengan nuasa abu-abu itu jatuh pada seorang pria tua yang masih kekar dengan tatapan yang sama dingin dengannya.

Pria itu duduk angkuh di kursinya sembari mengerjakan sesuatu di atas mejanya. Melihat anak keduanya itu datang membuat Tuan Tang Tithicharoenrak itu mengalihkan atensinya pada sang anak.

"Gabian, duduk." Arahnya mutlak tak terbantahkan.

Gabian mendudukkan tubuhnya berhadapan sang Ayah. Tatapan dingin itu saling beradu sebelum Tang mengakhirinya dengan senyum tipis penuh liciknya.

Tang, "Bagaimana kabar mu? Baik?"

Nada dan maksut ucapan pria tua di hadapannya ini membuat Gabian diam-diam berdecih. Tidak pernah ucapan dengan senyuman sebaik itu pernah diberikan sang Ayah padanya membuat Gabian tahu jika ada sesuatu di sebaliknya.

Dibalik senyuman mengerikan sang Ayah.

"Aku tahu maksut Ayah berbicara dengan nada itu." Sarkas Gabian. "Cukup katakan saja."

Senyuman milik Tang tak luntur di sana. Masih terpahat kokoh dengan mata penuh liciknya. "Baiklah. Aku tahu kau cukup pintar untuk tahu mengapa kau di sini, bukan?"

"Tentang saham?" Tanya Gabian enteng. "Ya, aku yang telah memberikannya pada lawan mu."

Entah apa yang berlaku, secara tiba-tiba sebuah suara mendominasi di ruangan itu. Suara tamparan yang dilakukan sang Ayah pada anak keduanya, membuat kepalanya tertoleh ke samping dengan bekas memerah di sana.

Pria dengan wajah tegang nan dingin itu kembali mendudukkan tubuhnya ke atas kursinya seakan tiada apa yang berlaku sebelumnya.

Dan sama halnya dengan Gabian, lelaki itu menanggapi tamparan itu seakan cubitan kecil padanya walau bekas tamparannya tercetak jelas di pipi kanannya. Kepalanya kembali naik lawan memandang sang Ayah.

ᴘʟᴀʏʙᴏʏ ᴠꜱ ᴘʟᴀʏʙᴏʏTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang