Seluruh tabib tengah berkumpul untuk mengobati semua pasukan yang terluka. Juga ada upacara pemakaman bagi mereka yang tiada.Hagan ikut terkulai. Staminanya sudah benar-benar terkuras habis. Darah dan keringat terus mengucur di pelipisnya.
Sea sendiri yang akan mengobatinya. Daun Aedhra dari Neia akan membantu pengobatan lebih cepat.
Hagan membuka baju zirahnya. Sea segera memeriksa luka di bahunya.
"Darahnya banyak sekali, Agan." Sea merasa kasihan sekaligus kaget.
"Bukan apa--ashh" Hagan meringis.
Sea mengembus napas berat. Ia mulai mengambil daun aedhra yang sudah ditumbuk.
"Ini akan sakit." Ujar Sea yang dibalas anggukan oleh Hagan.
Pertama, Sea membersihkan luka Hagan dulu menggunakan kain yang dibasahi air.
"Agh." Hagan memejamkan matanya.
Sea juga lama-lama ikut meringis. Tak tahan melihat hal itu.
"Kenapa?" Tanya Hagan melihat Sea berhenti.
"Apa sakit sekali?" Sea bertanya.
"Sudah kubilang. Bukan apa. Ini hanya sedikit perih, kok." Hagan mencoba tersenyum.
"Maaf. Kamu terus terluka karena ingin melindungiku. Kamu tidak perlu melakukan hal berbahaya ini."
Hagan kali ini mengeluarkan napas berat. "Itu sudah tugasku Sea. Aku melindungimu, daridulu. Tidak akan berubah."
"Tapi lihatlah. Kamu terus mendapat masalah jika mencoba melindungiku." Sea hanya merasa iba.
"Ini perang, Sea. Mana mungkin tidak ada yang terluka? Lihatlah dirimu, kamu juga terluka." Hagan menunjuk luka goresan dan lebam milik Sea.
"Itu luka kecil. Lihatlah lukamu, membuat darah mengucur deras." Ucap Sea.
"Hahaha. Tidak masalah. Sudah, lanjutkan untuk mengobati ku."
Sea kali ini mengoleskan daun aedhra. Hagan juga sudah mengurangi ringisannya untuk mengurangi rasa khawatir Sea.
Tapi Sea akan tetap khawatir dengan sahabatnya itu. Selalu.
"Selesai." Kata Sea.
Hagan tersenyum. "Terima kasih sudah selalu mengobatiku."
Sea mengangguk pelan. Rambutnya sudah acak-acakan akibat perang tadi, kusut sekali. Sea harus melakukan perawatan usai kembali ke Kerajaan Laut.
"Kalau begitu aku akan ke teman kita yang lain. Aku juga harus mengobati mereka." Sea berujar, beranjak dari tempat Hagan.
Sea menatap seorang wanita yang menangisi seorang pria yang sudah tiada. Sea langsung bersimpati. Ia mendekati wanita yang tengah menangis itu.
"Kamu pergi cepat sekali. Bukankah kamu berjanji!? Kamu berjanji akan ada untukku dan putri kita.." Sang wanita mengusap air matanya.
"Suamimu pasti bahagia di sana. Dia tiada dengan cara terhormat." Ujar Sea seraya mengelus bahu si wanita.
"Kau? Putri Athlana itu." Wanita itu menghembus napas berat.
"Kau dan teman-temanmu itu bisa kan pergi sendiri? Mengapa kau harus membawa orang-orang yang kami semua cintai!?" Wanita itu berdiri.
"Jika saja kau tidak kehilangan kristal angin, suamiku pasti tidak akan tiada! Ia bisa menunaikan janjinya!"
Sea tetap diam, mendengarkan seluruh ucapan sang wanita. Ia paham rasanya ditinggalkan orang tersayang selama-lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aéther
FantasyTidakkah kalian penasaran jika sebenarnya ada kehidupan lain yang berjalan seiringan dengan dunia kita? Berawal dari pertarungan antara klan api dan klan air demi mendapatkan elemen pencipta. Adanya oknum yang ingin menghidupkan Sang Dewa Kematian...