15#Room 28

3K 366 17
                                    

Happy Reading

.
.
.
.

Di saat seperti ini, hanya Dongpyo sandaran terbaik yang Haruto miliki. Jika dulu ada Jihan yang senantiasa memberikan pelukan hangat sebagai penegar, kini tak ada.

Usapan lembut di punggung nya tak membuat tangisan sang empunya mereda, di dalam apartemen Dongpyo yang tak begitu besar karena sesuai budget.

Setelah di jemput oleh Dongpyo di parkiran Sky Garden', dia membawa temannya kembali ke apartemen nya saja daripada ke apartemen Haruto yang jaraknya lumayan jauh.

"Gakpapa, gakpapa. Jihan pasti ngerti kok," kalimat itu terus terucap berulang kali. Dia sangat tau alasan mengapa Haruto begitu merasa marah karena keputusan sepihak pemilik club tersebut.

Karena saat kejadian, Dongpyo lah orang pertama yang menemukan temannya dalam kondisi mengenaskan tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Dia tidak punya nyali sebesar Haruto, dia tidak mempunyai apa-apa untuk melawan karena keluarga nya bukanlah orang terpandang.

"Bohong," balas Haruto yang masih tersedu-sedu di pelukan hangat itu. Jemari tangannya yang terluka sudah di perban, sebab itulah awal dari tangisnya karena rasa sakit yang dia rasakan.

Berakhir dengan menceritakan apa yang terjadi, hingga pelaku penyebab rasa marahnya.

Sebenarnya bukan hanya Haruto yang merasa bersalah, tapi dirinya juga. Jika saja dulu dia biar membantu meski hanya sedikit, mungkin rasa penyesalan tidak akan membekas begitu lamanya.

Tepat pukul sebelas malam, Jihan datang tergopoh-gopoh ke apartemen Dongpyo dengan wajah lebam di dekat mata.

Meminta bantuan karena terdesak oleh keadaan, sebelum itu Dongpyo membiarkan Jihan masuk terlebih dahulu sebelum menjelaskan maksud tujuannya dan apa yang terjadi dengan wajah cantik nya.

"Tolongin gue, gue bener-bener butuh duit sekarang." Mohon Jihan pada Dongpyo yang merasa kebingungan karena gadis itu ingin meminjam uang dengan nominal tinggi.

Keuangan keluarga nya pun sama dengan Jihan, di antara ketiganya hanya keluarga Haruto lah yang berada di kelas atas.

Tapi saat itu pun, Haruto juga tidak bisa membantu banyak karena uang jajannya di batasi oleh kedua orangtua nya.

Uang senilai 280jt sangat lah banyak bagi mahasiswa seperti mereka yang tidak punya pekerjaan paruh waktu.

"Lo tau sendiri uang jajan gue di batasi sama Mama, gue cuma bisa bantu sebisa gue doang." Balas Haruto di sebrang sana, sebab Dongpyo melakukan panggilan telepon karena Haruto tidak bisa datang.

"Besok hari terakhir, uangnya harus ada atau gue yang bakalan jadi bayaran nya," sahut Jihan dengan wajah ketakutan. Dia tidak bisa membayangkan besok jika dirinya benar-benar akan menjadi budak dari bos besar rentenir tersebut.

"Jangan mau! Mending jual diri dapat uang banyak daripada jadi budaknya tapi gak dapat apa-apa,"

Itu adalah kalimat yang terus terngiang-ngiang di otak Haruto setiap dia hendak melayani kliennya, ingatan yang terus berputar kala memasuki kamar 28.

One BillionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang