24#Let it all go

3.2K 396 135
                                    

Happy Reading

.
.
.
.
.

Dor!

"Aghh..." Tubuh Haruto ikut termundur selangkah ketika sebuah timah panas menembuh dada kirinya. Darah itu menyiprat ke wajahnya hingga mengenai manik kecoklatan si cantik.

Dor!

Lagi, di tempat yang sama peluruh menembus kulitnya tanpa ampun. Menciptakan sebuah luka dengan robekan cukup besar di lihat dari banyaknya darah segar yang mengalir membasahi kaos putihnya.

Langkah Jeongwoo terhenti di sana, matanya membola sempurna ketika suara tembakan itu terdengar dan mengenai calon pendamping hidupnya dengan tidak berperikemanusiaan.

"Haruto!!!" Jerit Jeongwoo sembari berlari meski kakinya terasa berat.

Itu adalah suara yang Haruto dengar dengan jelas, matanya yang mengabur melirik ke arah Jeongwoo yang berlari menghampiri nya ketika dia tidak bisa menahan bobot tubuhnya sendiri akibat dua peluruh yang membuat kakinya tidak memiliki tenaga.

Pria nya, cintanya, teman hidupnya, tengah memeluk tubuhnya sembari memegang dada sebelah kiri nya yang terus mengeluarkan darah segar dari sana.

Ini, pertama kalinya Haruto melihat sang Dosen menangis. Itu semua di karena kan dirinya, padahal selama ini Jeongwoo hanya menunjukkan wajah datar nya saja. Sesekali wajahnya yang tersenyum meski tipis.

Lantas, tangan Haruto bergerak memegang rahang tegas itu dengan pelan. Urat-urat nadinya terasa ketika dia mengusap leher sang empunya yang terlihat tengah berusaha membuka ponsel.

"Kak Jeo..." Panggil nya di sela-sela nafasnya yang menyesakkan, air matanya yang tertapung di balik pelupuk kini mengalir turun.

Dia bisa melihat tangan bergetar itu mencoba menelpon rumah sakit, suaranya yang serak terdengar menyenangkan entah karena apa.

"Kak Jeo..." Panggil nya sekali lagi sembari terbatuk, kali ini darah ikut keluar dari mulutnya membuat fokus Jeongwoo teralihkan ke arah nya.

Jeongwoo menyimpan kembali ponselnya ke saku celana setelah pihak rumah sakit mengatakan akan mengirim ambulan ke sana, menyuruhnya menunggu setidaknya kurang lebih sepuluh menit.

Di sela isakannya Jeongwoo mencoba tenang meski suaranya tercekat di kerongkongan ketika melihat sebagian wajah Haruto tercemari oleh darah. "Tahan sebentar ya, sayang. M-mana yang--sakit, hm?"

"Haru... Cinta... Kak Jeo..." Susah payah Haruto mengatakan nya di sela rasa sakit yang perlahan menyerang dada kirinya, timah panas itu menyakiti organ dalamnya.

Kepala Jeongwoo mengangguk cepat, dia semakin memeluk Haruto dengan erat. Pernyataan cinta itu membuat Jeongwoo ketakutan di buatnya, sesekali dia mencium pucuk kepala sang empunya.

"Haru--" kembali dia ingin mengatakan sesuatu tetapi ucapannya terhenti ketika dia terbatuk-batuk.

Jeongwoo merutuki ambulan yang lama sekali tiba, dan pula--mengapa tidak ada satu kendaraan pun yang melewati jalan ini, "Tolong bertahan, Haru dengar?"

One BillionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang