Pengecekan kesuburan hari ini membawa hasil yang bagus, Arga punya kualitas sperma yang bagus, begitu juga dengan ovarium milik Syl. Berhubung mereka sedang mempersiapkan kehamilan, dokter juga menyarankan agar Syl makan makanan yang lebih sehat, juga minum vitamin dan menjaga pola hidup sehat.
Namun karena Syl masih santai dan tidak terburu-buru untuk segera hamil jadi ada aturan-aturan yang bisa lebih longgar sehingga Syl nggak terlalu pusing.
Hari ini Syl ikut Arga ke cafe, melihat bagaimana pria itu bekerja. Sore nanti juga Arga akan meeting dengan tim bisnisnya dan memperkenalkan Syl sebagai anggota tim baru secara resmi.
"Mau pesen makan aja atau keluar?" Tanya Arga yang baru saja keluar dari ruangannya, sejak tadi Syl berada di meja kasir, membantu menerima pesanan.
"Pesen aja, diluar panas aku males keluar."
Arga mengacungkan jempol dan kembali masuk ke ruangannya sendiri, nggak bertanya menu makanan apa. Syl sendiri nggak pernah masalah akan makan apapun, seleranya dengan Arga juga nggak jauh beda.
"Mas Arga emang sedingin itu ya mba?" Tanya Yana yang kini sedang berjaga dikasir, perempuan itu baru berusia dua puluh dua tahun, baru selesai kuliah dan sekarang masih mencari pekerjaan yang sesuai dengan yang dia inginkan. Sambil menunggu panggilan kerja, dia memilih kerja part time disini.
"Emang dingin?" Tanya Syl. Dia nggak merasa Arga begitu dingin, pria itu walaupun kadang terlihat kaku tapi tetap memperlakukan Syl dengan baik dan perhatian.
"Dingin banget... Anak-anak suka segan kalau lagi ada si bos," bisik Yana dengan suara pelan, "Eh, tapi jangan kasih tau mas Arga ya mba?" Pinta Yana kemudian, dari ekspresi wajahnya dia tampak takut kalau Syl akan ember ke Suaminya.
Aku tertawa pelan dan mengangguk, "santai aja."
"Tapi mbak, kalian jadi keliatan serasi tau... Yang satu dinginnya kaya kulkas dua pintu, yang satu ramahnya kaya matahari pagi kalau lagi cerah, saling melengkapi," kata Yana lagi.
"Bisa aja lo..."
"Beneran, nggak kaya mantan ceweknya mas Arga."
"Lo kenal?" Saat tadi mengobrol, Yana bilang kalau perempuan itu baru ikut kerja selama enam bulan belakangan dengan Arga, tapi kenapa dia kenal mantan kekasih Arga.
"Duh... Salah ngomong kan gue," katanya menggerutu pelan, "Maaf ya mba, gue nggak bermaksud."
"Nggak papa kali, bang Arga udah nikah sama gue juga."
"Udah ah mba, jangan bahas gituan, gue yang nggak enak sendiri kan jadinya."
Syl nggak memaksa Yana untuk cerita pada akhirnya, lagipula Arga juga sudah keluar ruangan dan menuju depan cafe, mengambil pesanan ojek online yang sudah datang.
"Yan, bagiin ke anak-anak ya..." Kata Arga ketika kembali seraya menyodorkan satu kantong makanan yang Syl sangat kenali.
"Kamu kenapa beli? Kan aku bisa pesenin supaya dianter kesini."
Iya... Arga secara diam-diam memesan makanan ringan dari toko milik istrinya untuk cemilan karyawannya yang nggak terlalu banyak di cafe ini.
"Ya nggak papa lah, ikut ngelarisin dagangan istri, yuk makan di ruangan aku."
***
Setelah menunaikan kewajiban, pukul 5 tim bisnis Arga telah berkumpul di ruang kerja Arga.
Reta datang sebelum yang dua lainnya datang, dan menyapa Syl dengan Ramah. Reta mengenai suami dari bos-nya itu walaupun nggak pernah ketemu secara langsung.
"Hallo mbak... Kenalin Reta, Karyawannya Mas Arga."
"Sylvia, lo bisa panggil gue Syl aja."
Reta memiliki postur tubuh yang sedikit berisi, mungkin karena pernah hamil dan melahirkan. Namun, Reta memiliki senyuman manis yang khas, matanya sedikit sipit tapi kulitnya nggak begitu putih.
"Nggak papa kan pakai lo-gue?" Tanya Syl yang mendadak ingat kalau Reta bisa saja menganggapnya sok kenal atau sok akrab.
"Nggak papa, Mbak... Gue sama yang lain juga agak nyantai."
Beberapa menit setelahnya, dua orang pria datang bersamaan dengan Arga yang masuk ke dalam ruangan.
"Syl... Ini Agung dan Fahmi, yang cewek itu kamu pasti tau lah... Reta."
Syl tersenyum dan mengangguk, bersalaman dengan Agung dan Fahmi yang baru datang. Ia pernah melihat kedua pria ini pada resepsi pernikahannya beberapa hari lalu, namun belum berkenalan secara resmi.
"Yuk kita mulai."
Sejauh ini Syl hanya memperhatikan bagaimana Arga bekerja, dia cukup tegas jika sudah berada dalam mode seriusnya. Bahkan nggak segan untuk memperingati karyawannya kalau ada yang salah dengan pekerjaan mereka, namun sama sekali tidak ada kesan menjatuhkan.
Pembahasan kali ini lebih banyak mengenai promosi produk dan tempat, juga strategi yang akan di gunakan untuk mengangkat nama Aroma di kalangan anak muda karena Arga ingin lebih fokus pada cafe baru mereka.
Bukannya mengesampingkan bisnis lain, namun bisnis yang baru dirintisnya perlu sekali perhatian karena persaingan gila-gilaan belakangan ini.
"Syl ada toko kue, kira-kira bisa kerja sama nggak ya?" Tanya Arga pada tim-nya, "nggak perlu dipaksain semuanya, kita pakai menu yang cocok aja."
"Emang ada apaan aja mba?" Tanya Reta.
Aku menyebutkan beberapa yang sekiranya cocok di jual di cafe... Sejujurnya ada banyak sekali jenis kue yang dijual disana, sebagian adalah kue-kue basah buatan rumah, jika yang diproduksi sendiri ada mille crepes yang belakangan sedang banyak sekali peminatnya. Selebihnya hanya bolu slice biasa yang sebenarnya juga lumayan laku terjual disetiap harinya.
"Tapi kayanya nggak cocok deh kalau kolab gitu."
"Kenapa? Aku tadi siang nyobain beberapa enak aja tuh, anak-anak juga nyobain katanya enak."
"Ya itu karena kamu suami aku, anak-anak juga segan sama kamu."
"Aku yakin mereka jujur."
Syl berdecak pelan. Ia memang ingin bisnisnya jauh lebih besar dari sekarang, dan berkolaborasi dengan Aroma tentu membuat bisnisnya akan dengan mudah di lirik orang.
Namun melihat bagaimana Arga begitu serius menjalani ini semua, Syl jadi takut menjadi langkah gagal Arga... Ia merasa begitu kecil dan nggak pantas.
"Gini aja, kita kan masih nyari-nyari nih untuk menu makanannya, besok atau lusa cobain aja bawa menu best sellernya Mbak Syl buat di icip-icip disini, sama tes-tes ombak dulu... Kalau cocok kita ambil, kalau enggak ya... Pikirin lagi." Agung berusaha memberikan jalan tengah untuk sepasang suami istri ini, walaupun agak ragu untuk memberikan suara karena takut Arga atau Syl akan tersinggung, tapi ia perlu mengatakannya mengingat bisnis ini harus berjalan sesuai jalurnya dan nggak bisa asal-asalan menjual produk.
"Okay, gue coba deh diskusi sama orang dapur dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPINESS
Romance"Gue harusnya lamar Syl begitu gue yakin kami bersama, bukannya dengerin Ibu untuk ngejar karir dulu, bukannya mentingin lo diatas kebersamaan kami. Atau gue harusnya berjuang begitu malam itu dia minta putus, bukannya ngurusin kerjaan yang nggak ak...