Syl menyentuh bibirnya seraya menatap langit-langit kamar. Sudah sejak tadi ia hanya bengang bengong kaya orang bego. Otaknya mendadak dungu saat Arga mengecup bibirnya spontan.
Pacaran? Bukannya melamarnya, Arga justru mengajak Syl pacaran. Tapi Syl langsung mengiyakan tanpa pikir panjang. Demi Boo... Pikirnya.
Tapi enggak, 'Demi Boo' hanyalah sebuah alasan demi memuaskan gengsinya. Karena sejujurnya Syl mulai nyaman dengan keberadaan Arga disekelilingnya. Syl diperlakukan baik oleh pria itu, Arga bahkan rela absen bekerja seharian ini demi menemani Syl main dengan Boo di apartemennya. Jika lagi-lagi boleh dibandingkan dengan Indra, tentu sangat jauh berbeda.
Pacaran dengan Indra adalah pacaran yang harus dikit-dikit keluar, nonton. Sementara dirinya dan Arga... Belum tau juga sih, tapi sepertinya Arga adalah tipe laki-laki yang lebih suka menghabiskan waktu di apartemen kalau nggak ada keperluan keluar rumah.
Ketukan pintu membuat Syl bangun. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, tumben sekali ibunya masih diluar kamar di jam segini.
"Syl..."
"Iya, Bu... Masuk aja."
Untungnya Syl sudah mandi dan menaruh baju di keranjang baju kotor segera setelah ia pulang.
"Itu yang di IG story kamu kucingnya siapa?" Syl lupa kalau ibunya sering menonton IG story miliknya.
"Eh, kucingnya bang Arga."
"Sejak kapan Arga punya kucing?" Tanya ibu heran.
"Tadi."
Syl nggak menyiapkan jawaban untuk ini. Dia benar-benar lupa kalau ibunya nggak seperti ibu-ibu kebanyakan yang nggak paham akan teknologi. Beliau punya satu akun Instagram pribadi yang fotonya aja lumayan keren-keren, tentu hasil jepretan Syl ataupun Bagas jika mereka sedang liburan bersama.
"Udah mandi belum? Ibu nggak mau bersin-bersin gara-gara ada bulu kucing nempel di baju kamu."
"Udah bu, dari tadi..."
"Ya udah, ibu balik ke kamar dulu."
Syl mengangguk, membiarkan sang Ibu keluar kamarnya. Ia segera mendial nomor Arga, menunggu hingga pria itu mengangkat panggilan.
"Kenapa?"
"Kalau ibu tanya Boo punya siapa, jawab aja punya lo bang. Soalnya tadi ibu liat Instagram story gue."
"Belajar bohong dari siapa lo?"
"Bang... Tolonglah, kali ini aja."
"Ya udah." Syl menghela nafas pelan, lega karena lagi-lagi Arga menyelamatkannya, "tapi lusa ke Bogor, anterin gue survey tempat."
"Hah."
"Nggak ada penolakan, atau gue ngomong sejujurnya ke ibu."
"Fine!" Syl gemas terhadap Arga, pantas saja pria itu jadi pengusaha muda yang cukup sukses. Arga pandai bernegosiasi, walau dalam hal ini Arga terkesan memaksa dan sedikit mengancam, "Lo yang izin ke ibu."
"Ya gue lah, siapa lagi."
***
Sesuai janji, Syl datang sore ini untuk menjenguk Boo. Arga belum pulang, dia sudah memberikan kode akses pada Syl dan mengatakan pada security yang berjaga kalau kekasihnya akan datang berkunjung.
Apartemen Arga selalu rapi, Syl nggak tau kapan laki-laki itu membereskannya. Apalagi yang ia tau pria itu selalu sibuk dan hampir tiap hari pulang malam.
Boo mengeong dikandangnya yang nggak begitu besar, tapi masih cukup untuk Boo yang ukuran tubuh kecilnya.
"Boo... Mama kangen..." Syl mendekap Boo dengan gemas, bayi kucing itu mengeong agak keras, entah protes pada Syl, atau justru menyukai dekapan halus 'ibu-nya' itu.
Syl duduk disofa yang tak jauh dari kandang Boo, meletakkan bayi kucing itu diatas pangkuannya. Satu tangannya mengelus kepala Boo, sementara satu tangan lagi mencari nomor Arga, kemudian mendial nomor pria itu.
Panggilan telfon Syl berakhir penolakan. Apakah pria itu masih sibuk?
Gue lagi meeting.
Bentar lagi balik.Pesan Arga muncul beberapa saat kemudian. Syl memilih untuk tidak membalasnya, ia justru main lagi dengan Boo dengan mainan yang baru ia beli saat perjalanan pulang tadi.
Apartemen yang biasanya sepi itu, kini terasa lebih hidup dengan suara tawa dan suara bayi kucing yang menggemaskan.
***
Pukul delapan malam Arga baru sampai apartemen. Ia nggak tau apakah Syl masih berada disana atau tidak, ia sudah mencoba menghubungi wanita itu, tapi tak ada respon sama sekali.
Apakah Syl marah karena Arga mereject telfon perempuan itu?
Dengan gelisah Arga menunggu lift yang belum juga sampai ke lantai tujuannya. Bersamanya ada sepasang kekasih yang beberapa kali ia lihat, mungkin tinggal dilantai yang berbeda dengannya.
Arga turun terlebih dahulu saat pintu lift terbuka. Ia membuka pintu apartemen. Sepi menyambutnya, bahkan nggak ada suara Boo sama sekali.
Arga melangkah masuk dan melihat Syl meringkuk di sofa dengan Boo yang juga tidur dilengan sofa. Tanpa sadar Arga tersenyum kecil. Entah Syl sengaja menunggunya pulang, atau tidak sengaja terlelap saat main dengan Boo. Apapun itu, Arga tidak peduli. Ia hanya merasa hatinya jauh lebih tenang.
Selama ini, Arga hanya disambut sepi setiap pulang ke apartemennya, tapi kini ada seorang perempuan disana.
Langkahnya beranjak menuju kamar, mengambil selimut untuk menutupi tubuh Syl. Pergerakannya membuat Boo bangun dan bersuara.
"Sttt..." Bisik Arga, tapi namanya juga kucing, mana paham kan? Boo terus mengeong hingga membangunkan Syl. Arga menatap kucing itu jengkel.
"Lo udah balik?"
"Baru aja."
"Jam berapa sekarang?" Tanya Syl sambil menguap kecil. Boo melompat ke pangkuan perempuan itu dan kembali bermanja-manja disana.
"Delapan, mau balik sekarang?" Tanya Arga. Ia nggak berniat mengusir Syl, justru kalau bisa ia ingin menahan perempuan itu disini. Tapi tentu nggak mungkin.
"Balik deh, gue nggak izin juga ke Ibu tadi."
Syl dengan malas bangkit, memasukkan Boo kembali ke kandangnya dan membereskan bekas tidurnya tadi.
"Biarin aja, gue beresin nanti."
"Nggak lah, masa gue yang berantakin lo yang beresin." Syl mengikat rambut panjangnya agar lebih leluasa, menyambar tas dan jaketnya.
"Balik ya, Bang..." Pamit perempuan itu.
"Bawa mobil?"
"Iya."
Arga ingin menawarkan untuk mengantar, tapi Syl pasti menolak karena mengendarai mobil sendiri. Ia nggak terlalu suka Syl berkendara sendirian dimalam hari, tapi nggak bisa juga memaksa Syl.
"Gue antar ke bawah."
----
Karena rotasi kerjaan, aku jadi super sibuk adaptasi sama kerjaan baru. Mungkin nggak bisa lagi update siang-siang kaya biasanya, tapi akan selalu diusahakan update tiap hari.
Semoga kalian suka part ini.
❤️❤️❤️

KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPINESS
Romance"Gue harusnya lamar Syl begitu gue yakin kami bersama, bukannya dengerin Ibu untuk ngejar karir dulu, bukannya mentingin lo diatas kebersamaan kami. Atau gue harusnya berjuang begitu malam itu dia minta putus, bukannya ngurusin kerjaan yang nggak ak...