3. Makan Malam

948 171 9
                                    

"Gue nggak sempet tanya adek lo kenapa, Gas... Dia udah nangis pas ketemu gue kamarin malam, nggak berani lah tanya-tanya, nanti di kira kepo."

Sejak tadi Arga menjelaskan kalau ia tidak tau mengenai kejadian semalam. Ia cuma ditugaskan untuk menjemput dan mengantar Sylvia pulang dengan selamat. Nggak lebih.

"Nyokap udah chat, katanya Syl sama Indra putus."

Bagas menyandarkan punggungnya pada sofa yang ada di ruangan Arga. Pagi ini dia ada meeting nggak jauh dari caffe-nya Arga, jadi ia memutuskan buat mampir sejenak.

"Bukannya itu yang lo mau?"

"Kalau sampai bikin dia nangis, ya gue nggak tega lah."

Ya, siapa sih yang mau melihat adiknya menangis karena putus cinta? Bagas kadang terkesan memang cuek, tapi dia begitu menyayangi ibu dan adik perempuannya.

"Lo nggak mau nyamperin mantannya? Buat kasih pelajaran karena udah nyakitin Syl?" tanya Arga bercanda. Semasa masih bujangan, Bagas lebih hobby berantem dari pada mabok. Hal sepele bisa membuatnya marah dan melayangkan satu tonjokan pada orang yang membuatnya kesal. Semasa SMA juga Bagas terkenal karena kenakalannya. Tapi sejak menikah, laki-laki ini Sepertinya lebih banyak menahan diri.

"Pengen banget gue, tapi udah punya anak bini." Arga terbahak mendengar jawaban tersebut. Ia tak menyangka akhirnya ada alasan khusus Bagas berhenti dari sifat buruknya itu, emosinya juga sedikit lebih terkontrol sejak bersama Ineke.

"Ya udah, selama nggak ada lebam di badannya lo masih bisa tenang lah. Kalau nangis karena putus cinta, masih dalam tahap normal. Biarin aja, dia udah dewasa."

"Justru karena dia udah dewasa, harusnya Syl udah nikah kalau si brengsek itu nggak ngeles mulu. Mereka enam tahun pacaran loh, Syl Udah mau dua delapan, bukannya lamaran dia malah putus." Bagas sejujurnya nggak masalah Syl menikah di umur berapapun dia siap, tapi ibunya belakangan sudah minta tolong agar Bagas ikut menasehati adiknya untuk segera menikah.

Ibu merasa beliau sudah tidak lagi muda dan Bagas telah memiliki tanggung jawab sendiri. Kalau amit-amitnya ibu dipanggil oleh Tuhan lebih cepat, bagaimana dengan Syl? Ibu nggak tega meninggalkan si bungsu sendirian tanpa siapapun yang menjaga.

"Jadi ini masalah umur?"

"Bukan, masalahnya Ibu nggak muda terus, Ga... Ibu yang bikin gue ikut kepikiran mengenai masa depan Syl." Bagas menyisir rambutnya dengan jemari, kepalanya terasa berat tapi dia harus kembali bekerja, "Gue balik ke kantor dulu deh."

Arga cuma mengangguk dan membiarkan Bagas pergi.

Ibu, Arga ingat perempuan parobaya itu. Beliau sangat baik dan membiarkan Arga menginap berhari-hari di kamar Bagas karena sedang malas di kamar kos sendirian. Yang juga kadang masih chat Arga untuk mengingatkan agar tetap menjaga kesehatan dan pola makan agar tidak gampang sakit. Juga sesekali menitipkan rendang buatan beliau lewat Bagas agar di berikan kepadanya.

Saat mengantar Syl pulang semalam, Arga kembali bertemu Ibu setelah sekian lama. Sejak Bagas menikah dan punya rumah sendiri, nggak ada alasan untuk Arga main kesana lagi, hingga tak menyadari kalau Ibu memang sudah tak semuda dulu.

Arga nggak tau rasanya harus harus berlomba dengan umur orang tua karena nggak pernah merasa punya sebelumnya. Dia cuma anak panti asuhan yang tumbuh dari belas kasih orang lain. Bisa sekolah juga karena beasiswa yang diberikan pemerintah atau juga dari sekolah tempat ia mengenyam pendidikan.

Syukurnya ia bisa sampai dititik ini, memiliki usaha sendiri dan bisa bertahan hingga sekarang.

Ah kenapa jadi membahas dirinya sendiri sih?

Arga kembali fokus pada pekerjaannya, pada layar laptopnya ada sebuah notifikasi yang nggak ia sadari kemunculannya.

Nomor yang sudah ia simpan sejak semalam akhirnya menghubunginya terlebih dulu kali ini.

Makasih ya, Bang.
Semalam udah jemput.
Sorry kalaj semalam gue langsung masuk gitu aja.
*kalau

***

Demi menghibur Si Bungsu, Bagas dan keluarga kecilnya mengajak Syl dan Ibu main, makan malam keluarga yang jarang sekali mereka lakukan.

Aroma menjadi pilihan restoran tempat makan malam mereka, selain makanan yang enak, Bagas juga ingin mensupport bisnis Arga walaupun sejujurnya nggak perlu di support pun Aroma nggak pernah sepi pelanggan.

"Arga..." sapa Ibu terlebih dahulu. Bagas nggak tau kalau Arga sedang di restoran. Laki-laki itu lebih banyak menghabiskan waktu di caffe karena baru buka dan masih dalam proses adaptasi dengan karyawan baru sehingga masih perlu diawasi lebih intens.

"Ibu," sapa Arga seraya menyalami ibu sahabatnya itu, "Kenapa nggak bilang mau kesini, Gas?" tanya Arga pada Bagas.

"Rencananya mendadak, masih ada meja nggak?" tanya Bagas karena melihat meja penuh, pengunjung malam ini cukup ramai dan kebanyakan membawa keluarga mereka.

"Masih ada, kebetulan ada yang batal reservasi tadi."

Arga mengajak keluarga Bagas ke meja yang masih kosong, memang nggak terlalu besar, tapi cukup untuk Bagas yang membawa Ibu, Adik dan istri juga anaknya yang masih balita.

"Baby chair-nya nanti diambilin pelayan, Gas," kata Arga pada sahabatnya, "Arga tinggal dulu ya, Bu."

Arga meminta salah satu karyawannya agar memberikan menu pada keluarga Bagas dan ia meninggalkan restoran untuk menuju ruangan pribadinya.

Sejujurnya Arga nggak berniat ke restoran malam ini, tapi saat tadi siang kesini, tablet yang berisi semua pekerjaannya tertinggal disini jadi Arga kembali untuk mengambilnya.

Dari kantornya, Arga melihat keluarga sahabatnya sedang memesan makanan. melihat ekspresi wajahnya, Syl sepertinya masih dirundung duka akibat putus dari kekasihnya.

Arga sempat mengintip akun media sosial Syl dan masih banyak foto kebersamaan mereka yang masih belum dihapus sama sekali. Arga nggak bisa mengatakan mantan kekasih Syl buruk, dia kelihatan sekali memperlakukan Syl dengan baik.

Pokoknya mereka adalah contoh pasangan yang saling mengisi satu sama lain. Couple goals kalau kata anak remaja jaman sekarang.

Mengabaikan pikirannya tentang Syl, Arga keluar dari ruangannya dan menguncinya sebelum meninggalkan restoran.

Sebelum benar-benar pergi, ia memilih pamit pada keluarga Bagas.

Juga diam-diam mencuri pandang pada wajah mendung perempuan yang sejak tadi menunduk.

----

Sepertu judulnya, cerita ini adalah cerita super ringan dan nggak banyak konflik.

Mungkin akan sedikit membosankan.

Tapi, semoga kalian suka.

❤️❤️

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang