6. Menyesal?

1K 177 7
                                        

Arga mengangguk paham, mengerti akan cerita mengenai alasannya memutuskan Indra. Nggak terkesan dibuat-buat, Syl juga nggak kelihatan kaya cewek banyak drama yang harus jadi prioritas.

Bukti bahwa dia bisa bertahan selama enam tahun lamanya menunjukkan kalau Syl sudah cukup sabar selama ini, dan malam itu mungkin adalah puncaknya.

"Jadi lo menyesal putus sama dia?"

Gelengan kecil sebagai jawaban membuat Arga sedikit bernafas lega. Walaupun belum sepenuhnya move on, setidaknya Syl nggak menyesali kadaannya. Karena seseorang yang menyesal, biasanya punya indikasi untuk kembali melakukannya. Yaitu balikan dengan Indra.

"Kenapa lo nggak menyesal? Maksud gue, lo bilang hubungan kalian jadi berakhir sia-sia."

Syl menggigit ujung tusuk sate yang telah ia makan setengah. Pertanyaan Arga membuatnya sadar kalau dia hanya galau karena suatu hal yang sebenarnya sudah selesai. Ia sama sekali nggak menyesal telah mengakhiri hubungannya dengan Indra. Walaupun galaunya masih ada, tapi hatinya justru jauh lebih lega.

Syl jadi enggak lagi tertekan, kepikiran kalau Indra sedang bersama dengan Gina, atau marah karena pria itu lebih mementingkan sahabat perempuannya.

"Gue cuma..." Nggak ada jawaban yang bisa keluar, "Lo bener, Bang. Gue aja yang bego."

Arga menggeleng tidak setuju, "Lo nggak bego, manusiawi lah. Apalagi kalian pacaran lama, saling sayang, mengisi satu sama lain, menghabiskan banyak banget waktu bersama. Bisa dibilang Indra adalah salah satu orang terdekat selain keluarga, jadi wajar banget kalau lo kehilangan sosok dia dalam hidup lo."

Syl menghela nafas pelan, "Thank you udah dengerin cerita gue, bang."

"Gue ngerti rasanya nggak didenger pas pengen cerita, jadi gue selalu berusaha buat jadi pendengar yang baik buat siapapun, termasuk lo." Arga menyesap minuman kaleng yang dia beli tadi, sudah tidak terlalu dingin, tapi ia tetap menghabiskannya.

"Lo boleh cerita apapun ke gue, Syl."

***

"Maaf ya, Bu... Karena nganter Syl kemaleman." Arga sejujurnya tidak enak mengantar Syl hampir jam satu malam, tapi kalau tidak di pulangkan, bisa-bisa besok Bagas menghampirinya dan melayangkan satu atau dua pukulan di wajahnya.

"Nggak papa, Syl kan tadi udah chat ibu, Bagas juga udah kasih tau kalau Syl mau main sama Arga."

Setelah basa basi singkat, akhirnya Arga pamit karena waktu sudah dini hari. Matanya juga sudah memberat pertanda dia butuh tidur segera.

Syl melangkah masuk ke rumah bersama sang Ibu yang kelihatan penasaran, tapi hingga depan kamarnya, Ibu belum juga melempar satupun pertanyaan padanya.

"Syl mau masuk kamar, ibu mau ikut?"

"Ibu penasaran, tapi besok pagi aja."

Perempuan paro baya itu segera berlalu kembali ke kamarnya sendiri, meninggalkan Syl yang bengong menatap kepergian sang ibu dari hadapannya. Padahal Syl sudah siap jika ibunya bertanya mengenai kepulangannya yang telat malam ini.

Ia akhirnya masuk kedalam kamar dan langsung meraih micellar water untuk membersihkan wajahnya dari make up tipis yang dia kenakan sebelum di jemput Arga tadi sore.

Menghabiskan waktu bersama sahabat abangnya itu cukup menyenangkan bagi Syl. Obrolan mengenai bisnis sangat nyambung, curhatan singkatnya berujung kesadaran yang dia dapat pada akhirnya, lalu obrolan-obrolan kecil mengenai banyak hal konyol pun masih nyaman walaupun mereka tergolong jarang mengobrol padahal sudah kenal sejak lama.

Jika di bandingkan dengan Indra, Arga memang memiliki segi ketampanan yang berbeda. Indra sebagai mas-mas Jawa tulen, sementara Arga memiliki rahang tegas yang Syl kira laki-laki itu memiliki gen dari pulau seberang.

Tapi Syl tau, Arga nggak memiliki keluarga, dia tumbuh tidak bergantung dengan apapun. Sekuat tenaga untuk sampai dititik sekarang. Makanya Ibu sangat menyukai dan menyayangi Arga seperti anak sendiri sejak pertama kali Bagas membawanya ke rumah.

Selesai pada rutinitas sebelum tidur, Syl merebahkan diri diatas ranjangnya yang nyaman.

Sebelum benar-benar tidur, Ia membuka ponsel dan mendapati pesan dari Arga yang mengatakan laki-laki itu baru saja sampai di apartemennya lagi.

Syl cuma membalas singkat dengan emoticon.

***

"Ibu jangan banyak berharap dulu, Sylvi sama Arga baru nyoba. Nggak langsung tiba-tiba nikah." Syl nggak mau ibunya berekspektasi pada perjodohan abal-abal yang dilakukan abangnya.

Mereka memang sejauh ini nyambung dan nyaman-nyaman saja, tapi Syl jelas nggak hanya terpaku pada satu dua hari kedekatan mereka. Ia dan Indra yang enam tahun bersama saja masih belum saling mengenali satu sama lain.

"Kalau udah cocok langsung aja, nggak usah nunggu-nunggu lagi."

"Ibu, Syl sama Indra yang udah pacaran enam tahun aja gagal."

"Syl, kalian itu sudah gagal sejak awal." Ucapan sang Ibu membuatnya termenung, "Lama atau enggaknya kalian pacaran nggak akan bikin kalian saling mengenal satu sama lain sepenuhnya."

Syl belum mengatakan apapun selain menggigit roti panggang yang ibunya buatkan.

"Sejujurnya kalian nggak kunjung menikah bukan karena nggak saling mengenal satu sama lain kan? Alasan diluar itu yang bikin kalian nggak kunjung menikah padahal pacaran udah kaya ambil kredit mobil."

Candaan ibu membuat Syl tertawa kecil, jokes itu biasanya dilontarkan oleh anak-anak remaja jaman sekarang, tapi ia malah mendengarnya dari ibunya sendiri.

"Syl sama Bang Arga mau kenalan dulu, Bu. Belum tentu juga Bang Arga cocok sama Syl."

"Ya udah, nggak papa," jawab Ibu pasrah, "Ibu lebih lega kamu sama Arga dari pada pacaran nggak jelas sama Indra."

Syl nggak banyak komentar dan menghabiskan roti panggang juga susu coklat dingin yang disediakan Ibu.

"Syl berangkat ya, Bu."

Perempuan muda itu menyalami sang ibu untuk pamit pergi ke toko. Matahari makin tinggi, pesanan hari ini lumayan banyak hingga ia harus ikut membantu secara langsung.

"Hati-hati."

"Sip."

Kaki yang berbalut flatshoes itu melangkah keluar rumah, dari pintu utama Syl melihat seseorang yang baru turun dari mobil dan hendak menekan bell depan.

"Hai..." Seru Arga dari depan gerbang rumah.

Syl segera menutup pintu rumah dan menghampiri Arga yang sudah muncul di rumahnya sepagi ini. Ngapain?

"Mau ke toko kan? Gue antar."

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang