16. Siap Menikah

720 154 11
                                    

Kedatangan seseorang sama sekali nggak Arga duga. Sudah hampir setahun hubungan mereka berakhir dan nggak punya komunikasi sama sekali tiba-tiba Ariel muncul didepan apartemennya sesaat setelah Bagas pulang.

Keanggunan yang Ariel miliki sama sekali nggak luntur, kaki jenjang yang dibalut rok formal juga masih sama seperti yang Arga kenal dulu.

"Ngapain?" Tanya Arga dengan nada suara datar, dia cukup sakit hati dengan perlakuan keluarga Ariel dulu dan ketika melihat perempuan ini, rasanya masih sama menyakitkannya.

"Aku cuma mau ketemu kamu."

"Kemarin kan udah ketemu." Arga masih bertahan di depan pintu apartemen. Dia memang sama sekali nggak mengizinkan Ariel masuk ke dalam apartemennya. Nggak ingin orang lain salah paham dengan kedatangan Ariel yang notabenenya adalah sang mantan kekasih.

"Arga..."

"Ariel, gue udah punya cewek, gue ingetin kalau lo lupa. Dia emang nggak disini, tapi gue nggak mau dia salah pahan kalau suatu saat tau lo datang kesini."

"Arga, aku cuma mau ngobrol aja."

"Nggak, hubungan kita udah berakhir... Gue nggak berminat buat sekedar ngobrol sama lo."

Arga ingat dulu ayah Ariel mengatakan hal paling menyakitkan dalam hidupnya secara terang-terangan didepan semua keluarga Ariel yang ada. Kalau ia adalah seorang perempuan, mungkin Arga sudah menangis saking sakitnya.

"Saya bukannya merendahkan kamu, tapi Ariel lebih cocok dengan laki-laki yang jelas asal usulnya. Saya juga tau usaha kamu berjalan dengan baik belakangan ini, tapi itu nggak cukup untuk kamu membawa dia dalam sebuah pernikahan."

Dengan hati yang patah, Arga kembali ke apartemen ini. Benar kata Syl, siapa yang mau berada diposisinya? Nggak ada.

"Arga, aku cuma mau minta maaf atas apa yang Papaku katakan."

"Kenapa nggak lo lakukan itu sejak dulu?"

"Kamu yang nggak kasih aku akses buat ngomong, kamu tiba-tiba minta putus, dan nggak biarin aku ketemu kamu, bahkan cuma sekedar chat."

"Lo pikir gampang terima omongan bokap lo?"

Ariel menunduk. Nggak ada bantahan sama sekali keluar dari bibirnya yang terpoles lipstik nude. Ariel ingat kejadian tahun lalu, bukan hanya Arga yang merasa sakit, tapi Ariel juga.

Mereka sudah menjalani hubungan cukup lama dan tiba-tiba putus begitu saja. Ia bahkan belum bisa menjalani hubungan lagi setelah berakhirnya hubungan mereka.

"Udah lah, Riel... Hidup gue udah baik-baik aja setahun belakangan. Gue juga mau tenang sama pacar gue dan keluarga dia yang terima apapun masa lalu gue."

Bahu perempuan itu terkulai lemas, sebelumnya masih terbesit keinginan untuk kembali menjalin hubungan dengan Arga. Jika laki-laki itu mau, Ariel akan dengan suka rela berjuang meminta restu pada keluarganya, terutama Papa.

"Mending lo pulang."

Arga menutup pintu sebelum Ariel beranjak, nafasnya bergerak cepat, ada emosi yang masih tersirat jika mengingat kembali kejadian itu.

Ia menghempaskan tubuhnya diatas sofa sambil memejamkan mata.

Bell berbunyi, Arga nggak berminat untuk membukakan pintu. Mendadak, ia lelah secara mental.

Suara pintu yang dibuka dari luar terdengar, nggak ada yang tau akses pintu apartemennya selain Syl.

"Abang!" Seru Syl.

Tiba-tiba saja Syl melompat masuk kedalam dekapan Arga.

"Kenapa lo balik lagi?" Tanya Arga merangkul bahu perempuan yang entah kenapa kembali lagi ke apartemennya setelah dijemput abangnya pagi tadi.

"Males dirumah, diomelin terus sama Ibu. Toko juga udah tutup gara-gara ada yang borong buat arisan. Jadi gue nggak tau mau kemana."

"Trus kenapa ini peluk-peluk?"

"Gue denger lo ngobrol sama Ariel."

"Lo nguping?" Tuduh Arga.

Syl tersenyum tanpa dosa, "nggak sengaja."

***

Apartemen yang baru saja dibereskan sudah berantakan lagi karena Syl melepaskan Boo, perempuan itu dan kucingnya sudah menguasai ruang tamu yang merangkap ruang nonton.

"Nanti gue diomelin Bagas lagi kalau sampai lo nginep lagi."

"Nggak, kali ini nggak nginep."

"Nginep juga nggak papa, biar besok kita dinikahin."

"Bang Bagas ngomong apa sama lo?"

"Gue disuruh nikahin lo kalau udah siap." Sebetulnya bukan itu yang Bagas katakan, tapi Arga cuma ingin menggoda Syl yang makin betah berada di apartemennya.

"Sejujurnya... Gue siap-siap aja."

Mendengar ucapan Syl, tentu Arga terkejut. Ia memang sudah menjatuhkan hati pada Syl sejak kemarin, meyakini kalau dia ingin berjuang mengambil hati perempuan itu dan menikahinya. Tapi Arga sama sekali akan berekspektasi akan secepat ini.

"Gue denger lo ngomong ke Ariel, lo nggak ngizinin dia masuk karena takut gue salah paham." Syl menggedikkan bahunya sambil bangkit dari posisinya, "Lo bisa aja ambil 'kesempatan' disaat nggak ada orang yang tau, tapi nggak lo lakuin itu."

Arga mengambil posisi duduk disamping Syl diatas karpet yang membentang didepan televisi yang menyala, menarik bahu perempuan itu dan memeluknya. Entah kenapa suasana jadi mellow dan aneh.

"Gue nggak pernah liat Indra melakukan itu, mantan gue malah izin pergi sama sahabat perempuannya, dia malah mengizinkan Gina punya akses ke apartemennya tanpa sekalipun mikir perasaan gue."

Syl melingkarkan tangannya pada punggung Arga, membalas pelukan pria itu. Jujur saja dia cukup baper mendengar ungkapan Arga pada Ariel tadi.

"Gue kayanya bersedia nikah sama lo dalam waktu dekat deh," Imbuh Syl.

Arga menjauhkan wajahnya demi melihat ekspresi wajah perempuan dalam dekapannya ini. Apakah Syl serius atau hanya berusaha menggodanya. Jangan sampai Arga sudah baper duluan, tapi Syl hanya bercanda.

"Lo serius?" Tanya Arga pada Syl. Dari ekspresinya, Syl sama sekali nggak kelihatan bercanda.

"Gue udah capek, Bang. Kalau alasan nikah cuma cinta, gue yang sama Indra udah pacaran lama aja akhirnya putus juga, lo juga gitu kan? Jadi buat apa?"

Syl masih melingkarkan tangannya memeluk Arga. Ia dapat merasakan jantung pria ini berdebar, dan nafas yang sedikit lebih cepat dari biasanya.

"Lo nggak terpaksa kan? Ibu atau Bagas ada ngomong sesuatu tadi?"

Syl menggeleng kecil, "Pikiran itu muncul tepat setelah gue nggak sengaja dengar lo ngobrol sama Ariel, nggak tau kenapa, gue justru malah merasa lo adalah laki-laki yang nggak boleh gue lewatkan."

"Cuma itu?"

"Nggak juga sih, gue nyaman sama lo, lo juga memperlakukan gue dengan baik, lo bawa gue ke panti yang artinya lo bawa gue masuk ke kehidupan lo sesungguhnya. Dan walaupun gue bisa nyari duit sendiri, nggak munafik dong kalau gue juga mempertimbangkan lo sebagai calon potensial buat dijadiin suami karena bisnis lo punya masa depan di mata gue."

Arga memeluk Syl makin erat, jika Syl tertarik padanya karena finansial Arga yang sekarang jauh lebih baik, ia sama sekali nggak masalah.

"Jadi lo lamar gue buat dijadiin suami?"

"Kenapa enggak?"

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang