Indra telah absen dari sosial media cukup lama demi menghalau kenangan-kenangan kecil bersama Syl yang bisa ia temukan disana. siang ini ia nggak sengaja membuka akun instagramnya dan mendapati fakta menyakitkan.
Sylviana, mantan kekasih yang masih ia cintai dan harapkan untuk kembali bersama telah menikah... dengan seorang pria yang ia temui beberapa waktu yang lalu.
secepat itu? apakah sesuatu telah terjadi hingga belum ada 5 bulan perpisahan mereka Syl telah menikah dengan pria lain.
"Muka lo pucat Ndra..." tegur teman kerjanya.
"Hah?"
"Lo sakit? turun ke klinik sana, minta obat atau lo rebahan aja disana."
Indra akhirnya menurut, meninggalkan komputernya dan turun ke klinik di lantai satu. Ia butuh obat sakit kepala, atau minimal ia butuh tidur demi menghalau sakit yang tiba-tiba menerjang isi kepalanya.
Indra terlalu menanggapi ini semua dengan santai hingga nggak berjuang sekeras mungkin untuk mendapatkan maaf dari Syl, ia sibuk bekerja untuk melupakan sejenak masalah ini semua dan akan kembali memperjuangkan perempuan itu setelah proyeknya selesai.
Tapi semuanya salah, Indra terlambat.
Ingin rasanya menertawakan diri sendiri karena otak bodohnya nggak juga bekerja setelah diperingati dengan begitu keras oleh Syl. Harusnya Indra menjadi waspada ketika Syl beberapa kali kedapatan bersama seorang pria ketika status single sudah di dapatkannya, bukannya menjadi santai dan menunda semuanya.
"Lo mau obat doang? Muka lo pucet banget tuh."
"Gue mau rebahan sebentar deh," katanya pada dokter klinik tempatnya bekerja.
"Mau surat izin nggak? Biar lo bisa balik aja." Tawaran itu cukup menggiurkan, namun membayangkan kembali ke apartemen terlalu mengerikan untuk sekarang ini. Apartemen itu akan menjadi tempat mereka bersama setelah menikah nanti, Indra membelinya juga bersama Syl dan banyak mendapatkan rekomendasi dari perempuan itu.
Perempuan yang harusnya menjadi pemilik tempat itu kini telah menempati tempat baru yang mungkin lebih nyaman dan aman, juga mampu memberikan kebahagian untuk pemiliknya.
"Gue tidur aja bentar," katanya menolak tawaran tadi.
"Ya udah, ini obatnya... Gue tinggal ya."
***
Sore ini ia pulang ke rumah ibunya, nggak sanggup untuk kembali ke apartemen yang banyak memberikan kenangan kebersamannya bersama sang mantan kekasih. Sampai di rumah, Indra mendapati Gina sedang mengobrol dengan ibunya dihalaman belakang sambil ngeteh.
"Tumben pulang kesini," sindir sang ibu yang melihat anaknya akhirnya muncul. Setelah pertengkaran mereka terakhir kali, Indra belum pulang hingga hari ini.
"Nggak boleh pulang? Ya udah, Indra balik ke apartemen aja."
"Ibu nggak bilang nggak boleh."
Ia nggak mau berdebat lebih panjang lagi, sudah cukup ia lelah secara batin ketika tau Syl telah menikah. Nggak merespon sindiran ibunya lebih banyak, Indra menapaki tangga untuk naik ke kamarnya sendiri.
Langkah seseorang terdengar mengikuti, entah ibunya atau Gina yang sejak awal hanya memperhatikannya.
"Boleh ikut masuk?" Suara Gina menginterupsi begitu Indra bersiap menutup pintu kamar.
"Ngapain?" Tanya Indra tanpa menatap wajah sahabat perempuannya itu.
"Ngobrol aja, udah lama kita nggak ngobrol berdua."
"Diluar aja, gue mau cuci muka sama ganti baji bentar."
Gina merasa tertohok begitu melihat Indra tak mengizinkannya masuk, padahal dulu ia kerap keluar masuk kamar pria itu tanpa perlu minta izin. Kini, semuanya berubah.
Ia menunggu didepan kamar pria itu kurang lebih lima menit. Indra keluar dengan kaus dan celana rumahan, wajahnya tampak lebih segar dari saat dia datang tadi.
"Ke dapur aja, gue mau bikin mie."
Dengan masih saling diam mereka berjalan ke dapur, Ibu Indra sudah tak lagi terlihat, mungkin sudah masuk kamarnya sendiri.
"Mau juga nggak?" Tawar pria itu sambil menunjukkan dua bungkus mie goreng.
"Lo aja, gue udah makan tadi."
Sambil menemani Indra merebus dua bungkus mie dan satu telur, Gina memperhatikan punggung lebar Indra. Ia nggak bisa membohongi diri kalau sejak dulu Indra sudah menjadi pria idamannya. Iya... Gina sudah menyukai pria itu sejak lama, jauh sebelum Indra pacaran dengan Syl.
"Lo tau Syl udah nikah?" Tanya Gina membuka topik terlebih dahulu. Ia ingin tau respon Indra seperti apa begitu tau Syl telah menikah dengan pria lain. Namun, melihat Indra yang nggak tampak terkejut membawa Gina pada satu kesimpulan... Indra sudah tau.
"Lo nggak mikir kalau dia selingkuh di belakang lo, Ndra?" Tanyanya lagi.
Gina cukup terkejut melihat Syl yang memposting foto pernikahannya dua hari lalu. Ia adalah salah satu orang yang menjadi saksi hubungan Indra dan Syl, mereka terlihat saling mencintai satu sama lain dan itu membuat Gina iri pada perempuan itu.
Melihat Syl dengan mudah menemukan pria lain kemudian menikah, Gina marah. Disini Indra masih galau atas putusnya hubungan mereka, tapi Syl malah sudah menjalani komitmen baru dengan pria lain.
Gina jadi berpikir kalau jangan-jangan Syl memang sudah punya hubungan dengan pria itu sebelum putus dengan Indra. Dan alasan Syl memutuskan Indra dengan mudahnya menjadi masuk akal.
Syl cuma memberikan alasan berlebihan agar mereka putus. Simpulnya.
"Gin... Syl bukan perempuan kaya gitu."
Nah... Bahkan pria itu masih saja membela perempuan yang sudah jelas-jelas menyakitinya.
"Nggak menutup kemungkinan dong, Ndra... Lo jangan apa-apa belain dia, lo harusnya sadar dengan kejadian ini."
Indra menyaring mie dan menuangkan mie yang telah ditiriskan diatas piring yang sudah ada bumbunya.
"Gue sadar kok." Indra membawa piring miliknya untuk duduk bersebrangan dengan Gina, "Gue jadi sadar kalau perempuan butuh sebuah kepastian untuk meyakinkan mereka."
"Maksud lo?"
"Gue harusnya lamar Syl begitu gue yakin kami bersama, bukannya dengerin Ibu untuk ngejar karir dulu, bukannya mentingin lo diatas kebersamaan kami." Gina tertegun melihat bagaimana Indra begitu tenang menjawabnya. Dia bahkan bisa makan mie seperti nggak ada masalah sama sekali, tapi Gina mengenal Indra selama bertahun-tahun... Ketenangan ini terlalu mengerikan.
"Atau gue harusnya berjuang begitu malam itu dia minta putus, bukannya ngurusin kerjaan yang nggak akan ada habisnya... Gue menyesal, Gin..."
"Ndra..."
"Gue juga menyesal, udah kenal lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPINESS
Roman d'amour"Gue harusnya lamar Syl begitu gue yakin kami bersama, bukannya dengerin Ibu untuk ngejar karir dulu, bukannya mentingin lo diatas kebersamaan kami. Atau gue harusnya berjuang begitu malam itu dia minta putus, bukannya ngurusin kerjaan yang nggak ak...