PROLOG

3.3K 147 0
                                    

Ziva langsung melepaskan diri dari dekapan Raja, saat melihat Rere mengalami kejang tak berkesudahan. Tari dan Hani--meski Hani masih dalam kondisi belum sepenuhnya pulih--segera melompati meja di ruang tamu untuk meraih tubuh Rere bersama dengan Ziva.


"Ya Allah, Rere!!! Apa yang terjadi sebenarnya ini???" Anita, histeris.

"Rere kenapa??? Jelaskan pada kami, tolong!!!" Ambar ikut panik.

Tak ada yang menjawab. Karena saat itu Ziva, Tari, maupun Hani kini lebih fokus pada keadaan Rere.

"Baringkan! Baringkan tanpa bantal!" seru Tari.

Mereka bertiga segera membaringkan Rere di sofa itu. Kejangnya masih juga belum berhenti.

"Ras! Katakan padaku, apa yang kamu lihat di situ?" teriak Ziva.

"Benda putih kecil ini berbalut kain kafan, Ziv! Tapi kita enggak tahu benda ini dililit oleh apa. Ikatannya sangat kuat dan tidak akan bisa dilepaskan dengan mudah untuk mengetahui isinya," jelas Rasyid.

Ziva pun langsung mengusap wajah Rere sambil terus menangis.

"Ya Allah, Re. Tolong bertahan, ya. Aku akan lepaskan teluh kain kafan itu dari diri kamu. Kamu harus bertahan, Re. Harus," mohon Ziva.

Mila kini memeluk Anita kuat-kuat agar tidak kembali histeris. Mereka semua menangis saat melihat keadaan Rere yang tampak begitu tersiksa. Raja segera menyiapkan hal-hal yang mereka butuhkan malam itu dengan cepat. Ziva menyerahkan Rere pada Tari dan Hani, sementara dirinya kini bangkit dari sisi Rere. Vano dengan cepat menggantikan posisi Ziva untuk menjaga bagian kepala Rere.

"Jaga dia baik-baik. Aku akan berusaha melepaskan teluh itu darinya," ujar Ziva.

"Ziv ... tetap tenang," saran Hani. "Kalau kamu tidak tenang, Rere akan semakin tersiksa akibat teluh kain kafan itu."

"Itu benar. Teluh kain kafan sangat berbahaya dan rentan dengan kegagalan. Jadi kamu harus ekstra-ekstra sabar, lebih daripada saat kamu bersabar ketika menangani kasus yang kemarin," tambah Tari.

Ziva kembali menangis, namun sambil menganggukkan kepalanya.

"Ya ... Insya Allah akan aku coba," balas Ziva, berusaha untuk tetap tenang.

Ziva kini berhadapan dengan Raja yang sudah menyiapkan beberapa botol air yang masih tersisa di dalam ransel miliknya.

"Aku akan pantau keadaan di luar bersama Mika. Kamu dan Ras berusahalah untuk memindahkan benda kecil itu dari teras ke dalam sini. Sebaiknya gunakan saja meja itu untuk melepaskan ikatan-ikatan yang ada pada benda itu," saran Raja.

"Ya. Tolong kabari aku tentang keadaan yang kamu lihat di luar, secepatnya," pinta Ziva.

Raja pun mengangguk, lalu segera keluar dari rumah itu dan mengajak Mika untuk ikut dengannya. Ziva kini keluar untuk mendekat pada Rasyid. Di dalam rumah, Tari dan Hani tampak berusaha mencarikan celah agar Rere tetap bisa bernafas dengan baik meskipun sedang mengalami kejang.

"Dia agak sulit bernafas. Bagaimana ini?" tanya Vano, dengan suara bergetar akibat menahan rasa paniknya.

"Mungkin dia butuh oksigen. Rere jelas tidak akan bertahan lama jika tidak bisa bernafas dengan benar," pikir Hani.

"A--ada tabung oksigen darurat di mobil milik Tante, Nak. Ambil saja jika memang dibutuhkan," ujar Retno, yang saat itu masih shock dengan kejadian yang menimpa Rere.

"Yang mana mobil milik Tante? Biar aku saja yang ambilkan tabung oksigennya," tawar Rian.

"Yang berwarna abu-abu tua, Nak. Minta saja pada sopir Tante, ya," jelas Retno.

Rian pun segera keluar dari rumah itu untuk mengambil tabung oksigen dari mobil milik Retno. Ia melewati Ziva dan Rasyid yang tengah berusaha memindahkan benda kecil yang terlihat seperti pocong di lantai teras.

"Hati-hati, Mas Rian. Lewat pinggiran saja jika ingin melintas," saran Rasyid, yang melihat sosok Rian.

"Iya. Permisi, ya. Aku keluar karena Rere butuh tabung oksigen soalnya," jelas Rian.

"Ya, segeralah ambilkan, Mas."

Setelah Rian pergi, Rasyid pun kembali melihat ke arah Ziva yang tengah memikirkan cara untuk mengangkat benda kecil berbalut kain kafan itu tanpa menyentuhnya. Mereka jelas tidak boleh menyentuhnya secara langsung, karena selalu akan ada akibat yang buruk jika benda seperti sampai tersentuh secara langsung.

"Mau diangkat memakai alat?" tanya Rasyid.

"Kira-kira alat apa yang bisa mengangkat benda ini tanpa membuat kita menyentuhnya? Alat itu harus tipis, agar posisi benda itu tidak berubah ketika dipindahkan," ujar Ziva.

"Uhm ... triplek?" cetus Rasyid.

"Terlalu tebal."

"Kertas?"

"Terlalu tipis, Ras. Coba pikirkan benda yang cukup tipis tapi keras," pinta Ziva.

Rasyid pun berpikir keras saat itu, untuk menemukan benda yang cukup tipis namun keras.

"Ah ... pisau," Rasyid kembali mencoba.

"Terlalu ramping, Ras. Nanti benda itu jatuh ketika kita angkat dan bawa ke dalam."

"Pisau daging maksudku, Ziv. Dia tipis, keras, dan lebar. Sesuai, 'kan?"

"Hm ... ya sudah, cepat cari pisau daging di dapur dan bawa ke sini," pinta Ziva.

Rasyid pun segera berlari ke dalam rumah dan langsung menuju ke dapur. Ia mengabaikan tatapan semua orang dan hanya peduli dengan tujuannya saja saat itu, yaitu menemukan pisau daging. Mila, Retno, dan Faris sebenarnya ingin sekali bertanya sangat banyak mengenai kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak malam itu. Namun rasa kalut dan takut menyelimuti mereka sehingga tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Pisau daging yang Rasyid cari akhirnya ditemukan. Rasyid pun segera berlari kembali keluar rumah untuk membawakan pisau daging itu kepada Ziva. Sekarang mereka akan mulai mengerjakan pemindahan benda itu perlahan-lahan, agar benda itu tidak bergeser sama sekali dari posisinya.

"Sabar, Ziv. Harus sabar," tuntun Rasyid.

"Iya, aku mencoba sangat sabar saat ini, Ras," balas Ziva.

"Rere akan baik-baik saja kalau kamu bersabar. Siapa pun pengirim teluh itu, kita pasti akan menemukan dia. Kita akan lakukan semuanya bersama-sama, Ziv. Seperti biasanya," Rasyid meyakinkan.

Ziva mengangguk, lalu kembali berkonsentrasi untuk memindahkan benda itu ke atas pisau daging agar bisa dibawa ke dalam rumah. Rian kembali melintas di dekat mereka sambil membawa tabung oksigen untuk Rere. Pria itu langsung masuk ke dalam rumah dan menyerahkan tabung oksigen itu kepada Hani. Hani dan Tari segera memasangkan selang oksigen ke hidung Rere, Vano membantu menahan kepalanya.

"Ziva dan Rasyid masih berusaha akan memindahkan benda berbentuk pocong itu dari luar ke dalam sini," ujar Rian.

"Ada kabar dari Raja dan Mika, Mas?" tanya Hani.

"Belum ada."

Tatapan Faris pun kini jatuh pada Tari yang baru saja selesai memasangkan selang oksigen pada hidung Rere yang masih mengalami kejang.

"Tari, tolong jawab pertanyaan Om dengan jujur," pinta Faris. "Sebenarnya apa yang sedang terjadi saat ini, dan kenapa kalian berenam bisa tahu soal adanya orang yang mengirimkan teluh ke rumah ini?"

"Ya, itu benar. Bagaimana kalian bisa tahu jika ada orang yang mengirimkan teluh ke rumah ini?" Ramadi ikut bertanya.

Tari dan Hani pun kini saling menatap satu sama lain. Mereka sedang bimbang, antara ingin menceritakan yang sebenarnya atau tidak.

* * *

TELUH KAIN KAFANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang