22 | Melaksanakan Ruqyah Terakhir

1.1K 138 3
                                    

Setelah Rasyid dihubungi oleh Mika, pria itu segera menatap ke arah Hani dan istrinya yang saat itu masih berada di sisi Rere. Sebelum Rasyid mengatakan apa-apa, Tari jelas sudah tahu bahwa ruqyah terakhir akan segera dilakukan terhadap Rere. Saat ini Ziva pasti sudah ada di hadapan Gani, sehingga perintah untuk melaksanakan ruqyah terakhir itu akhirnya diterima oleh Rasyid. Hani menatap ke arah wadah yang sudah ia kosongkan. Ia harus mempersiapkan wadah tersebut untuk mengantisipasi hal yang akan terjadi pada Rere saat ruqyah terakhir dilaksanakan.


Rere masih merasa begitu lemas, saat Tari dan Hani mencoba membuatnya kembali duduk seperti tadi. Tari dan Hani berupaya untuk menahan tubuhnya serta memberinya rasa nyaman, agar Rere nanti tidak memberi perlawanan meskipun ruqyah terakhir itu terasa sangat menyakitkan.

"Boleh jujur?" tanya Rere.

"Iya, Re. Boleh. Mau jujur soal apa?" tanya Tari, begitu lembut.

"Aku merasa sudah tidak kuat menjalani ruqyah lagi. Sakit," ungkap Rere, mulai terisak pelan.

Tari dan Hani pun saling menatap saat mendengar apa yang Rere ungkapkan pada mereka. Bahkan Santi yang saat itu baru saja menggantikan tabung oksigen untuk Rere pun bisa mendengar hal itu dengan sangat jelas.

"Sabar ya, Re. Saat ini kita sudah menempuh hampir semua prosesnya. Apa yang Ziva upayakan untuk kamu tidak bisa dihentikan begitu saja karena akan menimbulkan akibat terhadap diri kamu," jelas Tari.

"Itu benar, Re. Kalau upaya ruqyah yang dilakukan tidak benar-benar tuntas, lalu apa gunanya kami semua membantu kamu saat ini? Pikirkan tentang calon anak yang sedang kamu kandung, Re. Pikirkan juga tentang Vano yang saat ini sedang gelisah di ruang tengah karena mencemaskan keadaan kamu. Dia akan menikah denganmu, Re, bahkan Tante Ambar dan Om Ramadi pun sudah tidak sabar ingin segera menikahkan kamu dengan Putranya. Mereka tidak ingin kehilangan kamu dengan cara yang tragis di depan mata kepala mereka sendiri. Mereka akan merasa kehilangan seumur hidup jika kamu mendadak menyerah begitu saja. Lagi pula Ziva saat ini tengah berjuang juga untuk membantu kamu. Kamu enggak sendirian, Rere. Kami ada di sini untuk kamu," bujuk Hani, sama lembutnya seperti yang Tari lakukan tadi.

Rere berupaya untuk tidak kembali menangis, meskipun keduanya matanya sudah tergenang kembali dengan airmata.

"Aku mungkin memang pantas dibuat menderita begini oleh Gani. Aku seharusnya tidak merusak hubungannya dengan Ziva, dan inilah bayaran untuk perbuatanku padanya. Mungkin juga Allah ingin aku merasakan sakit, karena aku pernah menyakiti Ziva," Rere memilih untuk mengingat semua kesalahan yang pernah ia perbuat.

"Tidak, Rere. Demi Allah, merasakan penderitaan akibat dikirimi teluh itu bukanlah hukuman dari Allah. Allah mungkin akan memberi kamu hukuman atas dosa-dosa yang pernah kamu lakukan. Tapi jangan lupa, Allah juga Maha Pengampun. Kalau kamu bertaubat dan mulai kembali berjalan di jalan-Nya, tidak mungkin Allah tidak mengampuni kamu. Jadi jangan pernah berpikir bahwa teluh yang dikirim oleh Gani adalah bentuk hukuman dari Allah. Itu murni adalah kejahatan yang Gani perbuat terhadap kamu," sanggah Hani, agar Rere tidak memiliki pemikiran yang salah.

Rasyid terus mendengarkan pembicaraan itu sambil menyiapkan air minum baru yang sedang ia doakan. Rere terlihat sangat lelah akibat rasa sakit yang dirasakannya ketika menjalani ruqyah dari bagian luar tubuh, tadi, saat bersama Ziva. Hal itu jelas membawa dampak putus asa yang sangat sulit untuk dilawan. Setelah selesai mendoakan air minum yang baru, Rasyid kemudian mendekat pada Rere, lalu menyodorkan air minum tersebut kepada Rere.

"Ini adalah upaya terakhir, Rere. Ayo, minumlah airnya sampai habis dan jangan kamu lupa untuk membaca bismillah terlebih dahulu," ujar Rasyid.

Rere menatap ke arah Rasyid dengan tatapan nanar.

"Apakah ini benar-benar yang terakhir, Ras?" tanyanya.

"Insya Allah, Rere. Ini adalah ruqyah yang terakhir, setelah tadi Ziva melakukan ruqyah dari luar tubuh kamu. Sekarang giliranku meruqyah bagian dalam tubuh kamu, agar semua yang dikirimkan oleh Gani benar-benar bisa keluar dan tidak lagi menetap di dalam tubuh kamu," jawab Rasyid, ikut meyakinkan Rere agar segera meminum air tersebut.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Rere, lirih.

Rere meminum air tersebut setelah membaca bismillah seperti yang Rasyid sarankan. Ia menghabiskannya dengan cepat karena telah kembali termotivasi oleh ucapan Tari dan Hani. Setelah air tersebut habis, Rasyid kembali menerima gelas yang sudah kosong dari tangan Rere. Rasyid menyimpan gelasnya ke ujung ruang tamu, kemudian segera beranjak ke bagian belakang tubuh Rere untuk memulai proses ruqyah terakhir tersebut. Semua orang yang berada di ruang tengah kini menatap ke arah tempat di mana Rere akan diruqyah untuk ketiga kalinya.

"Bismillahirrahmanirrahim, A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ...."

HOEEEKKK!!!

Rere pun mulai memuntahkan sesuatu yang memang harus keluar dari dalam tubuhnya. Semua orang tampak menahan nafas saat hal itu terjadi di hadapan mereka. Hanya Clarissa saja yang tampak tidak kaget dengan apa yang sedang terjadi pada Rere. Hani menadah dari bagian depan, sementara Tari masih menahan tubuh Rere sekuat mungkin selama proses itu terjadi.

"Keluarkan, Re. Keluarkan saja dan jangan ditahan. Agar kamu cepat merasa lega," saran Hani.

HOEEEKKK!!!

"... A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ...."

Seluruh raut wajah Rere memerah luar biasa, saat tengah mengeluarkan sesuatu dari dalam tubuhnya. Hani mulai membantu menarik perlahan benda yang keluar dari kerongkongan dan mulut Rere, ketika benda itu sudah cukup terlihat olehnya.

"Laa ilaaha illallah!" seru Hani, sambil menarik benda yang keluar dari mulut Rere.

"Laa ilaaha illallah!" Tari tampak sedikit ngilu dengan apa yang dilihatnya saat itu.

HOEEEKKK!!!

"A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ...."

Hani menarik setengahnya benda yang Rere muntahkan. Semua orang jelas merinding saat menyadari kalau benda yang keluar dari tubuh Rere saat itu adalah tali yang berasal dari kain kafan, yang biasa digunakan untuk mengikat kain kafan pada jenazah. Tali kain kafan itu terlihat terlilit oleh kawat tipis dan tidak bisa dipastikan bagaimana bisa ada kawat tipis terlilit pada tali kain kafan tersebut. Mereka semua tidak bisa membayangkan bagaimana menderitanya Rere saat itu.

"Ayo Rere, sedikit lagi. Terus. Jangan menyerah sekarang," Tari kembali memberikan semangat pada Rere.

"... A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ...."

HOEEEKKK!!!

CTASSS!!!

Tali kain kafan itu akhirnya benar-benar keluar sepenuhnya dari dalam tubuh Rere, bertepatan dengan putusnya satu benang lain yang terdapat pada benda berbentuk pocong di atas meja. Rasyid segera mengakhiri ruqyah itu, lalu membiarkan Rere langsung berbaring kembali seperti tadi.

"Sekarang berdzikirlah terus, Re. Jangan berhenti," pinta Rasyid.

Rere melakukan apa yang Rasyid katakan. Pria itu sendiri kini langsung mencoba menghubungi Mika kembali.

* * *

TELUH KAIN KAFANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang