20 | Tomi Akhirnya Tahu

1.1K 133 1
                                    

Arlita terbangun saat mendengar suara bel rumah berbunyi terus-menerus. Ia segera keluar dari kamarnya dengan terburu-buru untuk melihat siapa yang datang pada tengah malam seperti itu. Ia melupakan ponselnya di dalam kamar. Ia tidak membawa benda itu ketika dirinya keluar, karena hanya fokus pada rasa ingin tahu tentang siapa yang datang pada tengah malam. Bel masih saja berbunyi ketika Arlita baru meraih kunci pintu dari dalam laci. Ia benar-benar merasa sebal karena harus mendengar suara bel itu tanpa henti.


"Sabar! Siapa yang datang ke rumah orang malam-malam begini?" tanya Arlita, sebelum benar-benar membukakan pintu.

"Ini Papa! Dari tadi Papa berusaha membangunkan Mama pelan-pelan, tapi tetap tidak ada tanda-tanda bahwa Mama akan membukakan pintu rumah!" jawab Tomi.

Mendengar suara Tomi, mendadak Arlita pun memucat di tempatnya. Tomi tak seharusnya pulang cepat. Pria itu seharusnya masih berada di luar negeri saat ini. Namun entah mengapa mendadak Tomi pulang cepat, tak seperti biasanya. Arlita pun membukakan pintu dan membiarkan Tomi masuk ke dalam rumah.

"Assalamu'alaikum," ucap Tomi.

"Wa--wa'alaikumsalam," jawab Arlita, dengan terpaksa.

Tomi langsung meletakkan jas kerjanya di sofa dan membuka jas yang dikenakannya saat itu. Pria paruh baya itu kemudian duduk di sofa untuk melepaskan lelahnya penerbangan yang baru saja ia lakukan.

"Tumben Papa pulang cepat? Bukankah, masih seminggu lagi seharusnya Papa pulang?" tanya Arlita.

"Ya, seharusnya memang begitu. Tapi karena pekerjaan sudah aku selesaikan lebih awal, maka dari itulah Papa bisa pulang lebih cepat. Bosan juga berada di luar negeri terlalu lama. Mungkin karena Papa sudah sering pergi ke sana, jadi sama sekali tidak merasa ingin berlama-lama ketika datang lagi," jawab Tomi.

"Oh, begitu rupanya. Uhm ... Papa mau dibuatkan kopi?" tanya Arlita.

"Tidak usah. Papa sudah minum kopi saat tiba di bandara. Papa mau istirahat dulu sebentar di sini, lalu lanjut kerja lagi sebelum pagi harus pergi ke kantor."

"O--oke, kalau begitu. Mama akan ke dapur sebentar untuk membuat susu," ujar Arlita.

"Susu? Mama minum susu? Sejak kapan? Mama tidak bisa minum susu selama ini, kenapa mendadak ingin membuat susu?" heran Tomi.

Arlita pun kembali berbalik dan menatap ke arah Tomi. Wajahnya mendadak memucat, sehingga Tomi merasa ada yang patut dicurigai dari gerak-gerik istrinya tersebut. Arlita memang berniat membuat susu agar bisa membubuhi susu itu dengan obat tidur. Jika Tomi melihat ia tidak meminum susu itu, maka Tomi jelas akan meminumnya, karena dia paling tidak suka membuang-buang sesuatu terutama makanan dan minuman.

"Mama mau membuat susu agar pada akhirnya Papa meminum susu yang Mama buat? Benar begitu?" tebak Tomi.

"Ti--tidak, Pa. Ma--Mama hanya sedang mencoba terapi kesehatan dengan meminum susu. Maka dari itu Mama akan membuat susu," Arlita mencoba menjelaskan.

Tomi mengerenyitkan keningnya usai mendengar penjelasan itu. Ia merasa penjelasan Arlita sangatlah tidak masuk akal. Susu adalah musuh bagi Arlita dan apa pun alasannya, Arlita tidak akan pernah mau meminum susu. Jadi antara penjelasan dan kenyataan tentang Arlita yang tidak suka susu jelas membuat Tomi mulai merasa sangat bingung. Tidak biasanya Arlita bersikap aneh seperti itu, jadi ia yakin kalau ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Arlita saat ini.

Salah seorang satpam--yang menjaga gerbang rumah Keluarga Jatmiko--muncul di ambang pintu rumah yang masih terbuka. Kemunculannya membuat Tomi dan Arlita kini sama-sama menatap ke arah yang sama, meski dari tempat berbeda.

"Maaf Tuan Tomi ... Nyonya Arlita ... ada yang datang berkunjung dan berkata ingin bertemu dengan Tuan Tomi atau Nyonya Arlita. Penting, katanya," ujar satpam tersebut.

"Siapa yang datang tengah malam begini, Pak?" tanya Tomi, merasa heran.

"Kami, Om Tomi. Kami ingin bicara dengan Om dan Tante malam ini juga," jawab Ziva, dari teras rumah tersebut.

"Ziva? Apakah itu kamu?" Tomi mencoba memastikan.

"Iya, Tuan Tomi. Itu adalah Mbak Ziva Wiratama," jawab Satpam tadi.

Tomi pun memberi tanda untuk melebarkan pintu rumah agar Ziva bisa masuk. Arlita sendiri kini sudah memucat di tempatnya, perasaannya mendadak terasa tidak enak. Ziva muncul bersama Raja dan Mika, sementara Faris, Ramadi, Harun, dan Federick ada di belakang mereka. Tomi semakin dibuat heran dengan kedatangan orang-orang itu, karena dirinya merasa sedang tidak punya urusan apa-apa.

"Assalamu'alaikum, Om Tomi," sapa Ziva, sesopan biasanya.

"Wa'alaikumsalam. Silakan masuk. Mari kita bicarakan jika ada yang harus dibicarakan," jawab Tomi, menyambut dengan tenang seperti biasanya.

"Sepertinya Om Tomi baru saja pulang dari bandara," ujar Ziva yang melihat label pada koper milik Tomi di ruang tamu. "Maaf apabila kedatangan kami membuat istirahat Om Tomi terganggu. Tapi kedatangan kami ke sini adalah untuk menyelamatkan Rere dari teluh kain kafan yang Gani kirimkan kepadanya."

"Apa maksud kalian??? Apa-apaan itu, sehingga kalian berani ...."

SLINGGG!!!

Raja mengarahkan pedang jenawinya ke arah leher Arlita, sehingga wanita itu tidak bisa meneruskan kalimatnya.

"Diam saja! Salah satu pocong yang ada di belakang anda itu sudah membuktikan, bahwa anda juga berkomplot dengan Putra anda untuk membunuh Rere menggunakan teluh kain kafan!" geram Raja.

Tomi benar-benar tidak paham dengan pembicaraan yang terjadi saat itu. Ia berusaha mencerna, namun otaknya tidak bisa mencerna sama sekali.

"Tu--tunggu dulu, Nak Raja. Apa yang kalian maksud sebenarnya? Teluh apa yang kalian maksud? Dan ... pocong? Mana ada pocong di sini, Nak Raja?" Tomi berusaha menengahi.

Mika pun mendekat pada Tomi, lalu meminta izin untuk mengusap kedua mata Tomi dengan air yang baru dituangnya dari dalam botol. Tomi mengizinkan hal itu dilakukan oleh Mika karena Federick saat itu sedang menatap ke arahnya dan memberi kode untuk mengikuti saja semua yang dilakukan oleh Ziva, Raja, dan Mika. Setelah kedua matanya diusap, Tomi pun langsung melompat ketakutan ke atas sofa saat melihat sosok pocong yang begitu menyeramkan tepat di belakang Arlita.

"Astaghfirullah hal 'adzim!!! Arlita!!! Apa yang sudah kamu lakukan di belakangku bersama Gani??? Gila kamu, hah??? " teriak Tomi, tampak sangat shock.

Ziva kini menatap kembali ke arah Tomi.

"Jadi ... boleh kami langsung pergi ke kamar Gani, Om Tomi?" tanya Ziva. "Kalau sampai terjadi apa-apa pada Rere, Om tahu kalau aku akan melakukan hal yang gila terhadap keluarga ini."

"Jangan coba-coba!!!" Arlita mencegah.

"Pergi saja ke kamar Gani!!! Kalau perempuan sinting itu mencegah kalian, langsung tebas saja lehernya!!! Aku sudah muak dengan semua kelakuannya selama ini!!! Sangat muak!!!" Tomi memberi izin, sambil mengungkapkan perasaannya yang sudah lama terpendam.

* * *

TELUH KAIN KAFANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang