28 | Mempercayakan

1.2K 124 3
                                    

Rasyid membukakan pintu saat terdengar suara orang-orang yang mengucapkan salam. Semua orang yang tadi ikut pergi bersama Ziva, Raja, dan Mika kini telah kembali ke rumah Keluarga Adinata. Rere masih tertidur di sofa dan ditemani oleh para orangtua pada awalnya. Namun semua yang menemaninya langsung memberikan tempat ketika Ziva mendekat pada Rere. Ziva mengusap wajah dan rambut Rere dengan lembut, serta mengecup keningnya. Kedua mata Rere pun terbuka dan wanita itu langsung melompat ke dalam pelukan Ziva saat tahu kalau Ziva telah kembali.


"Ziva," lirihnya.

"Iya, Rere Sayang. Aku baru saja pulang. Maaf ya, karena aku membangunkan kamu," balas Ziva, sambil mengusap lembut punggung Rere.

"Enggak apa-apa, Ziv. Aku memang sudah menunggu kamu pulang sejak tadi."

"Kita pindah tidur di kamarku, ya. Aku akan temani kamu tidur malam ini. Yuk," ajak Ziva.

Rere pun mengangguk, namun sejenak ia menahan Ziva hingga menatap kembali ke arahnya.

"Bagaimana dengan Gani?" tanya Rere, berbisik.

"Sudah, jangan kamu pikirkan lagi. Dia tidak akan bisa mengusikmu lagi sekarang. Dia ... meninggal dunia bersama Ibunya tepat setelah teluh kain kafan itu dipatahkan," jawab Ziva, apa adanya.

Rere terlihat sedikit takut usai mendegar kabar tersebut. Ziva pun kembali menenangkannya dan kini membawanya ke kamar untuk beristirahat. Setelah Ziva membawa Rere ke kamarnya, Mila mendekat pada Faris dan tampak ingin sekali bertanya banyak hal. Namun tanpa Mila bertanya pun, Faris segera mengajak Mila untuk beranjak ke ruang tengah agar bisa menceritakan apa yang dia lihat dan bahkan sempat dia abadikan dengan ponselnya. Faris merasa tak ingin menyimpan semuanya sendirian.

"Ayah melihat semuanya, Bu. Ayah melihat bagaimana cara Ziva dan Raja bekerja, ketika mereka menghadapi dukun yang membantu Gani mengirimkan teluh kepada Rere," ujar Faris.

"Dan? Apakah Ayah ingin memintanya berhenti setelah tahu mengenai pekerjaannya?" tanya Mila.

Faris pun menggelengkan kepalanya. Mila jelas ingin tahu mengapa Faris tidak ingin meminta Ziva dan Raja berhenti dari pekerjaan mereka.

"Apa yang mereka lakukan bukanlah hal yang mudah diterima oleh orang-orang seperti kita. Tapi saat Ayah memikirkan tentang posisi korban teluh, Ayah jelas bisa merasakan bahwa terkadang pasti ada harapan di dalam hati para korban untuk bisa kembali lagi menjalani kehidupan normal. Contohnya Rere, Bu. Rere sangat kesakitan dan menderita sepanjang malam ini. Tapi karena Ziva dan yang lainnya membantu untuk melepaskan teluh yang Gani kirimkan, akhirnya Rere bisa kembali lagi menjalani kehidupannya seperti biasa. Bayangkan jika dia tidak mendapatkan bantuan dari mereka, entah apa yang akan terjadi pada Rere saat ini. Ayah tidak bisa membayangkan hal itu," ungkap Faris, tentang perasaannya.

Mila pun dengan cepat memeluk Faris dari samping untuk membuatnya tenang kembali. Faris bisa merasakan kehangatan dari Mila, saat dirinya didekap tanpa syarat apa pun.

"Mari kita serahkan saja pada mereka. Mereka jelas lebih tahu dan lebih paham tentang jalan yang mereka tempuh dalam kehidupan ini. Allah akan selalu melindungi mereka. Karena mereka tidak pernah lupa untuk mengingat Allah, terutama saat mereka sedang membantu orang lain agar terlepas dari jeratan teluh. Ibu yakin, semua hal itu pasti selalu ada hikmah di dalamnya. Jadi sebagai orangtua, mari kita sama-sama percayakan kepada anak-anak kita tentang apa pun yang mereka pilih," saran Mila, dan Faris pun seketika menyetujui saran tersebut.

Retno menyambut Raja dan memeluknya seperti biasa. Ia mendekap putranya dengan perasaan lega yang begitu luar biasa di dalam dadanya. Ia merasa tidak perlu terlalu jauh mengkhawatirkan Raja dan pekerjaannya mulai dari sekarang. Ia akan mempercayakan semuanya, termasuk setiap langkah yang Raja ambil di dalam hidupnya. Ia tidak ingin mengekang, agar Raja tetap menjadi sosok yang seperti biasanya ia hadapi. Tak perlu ada yang berubah, meski kini ia sudah tahu tentang fakta yang selama ini disembunyikan.

Mika mendekat pada Santi yang saat itu sedang membereskan peralatan miliknya, setelah Rere tak perlu lagi diinfus ataupun menggunakan oksigen. Pria itu tersenyum santai saat memperhatikan bagaimana cara Santi bekerja dengan cekatan.

"Hai, Suster Santi. Baru beberapa jam aku enggak ketemu kamu, tapi entah kenapa di dalam dadaku ini sudah bertumpuk rindu," ujar Mika, sangat blak-blakan.

Santi pun menoleh dan tersenyum ke arah Mika sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Rindu karena apa, Mas? Rindu ditunjukkan di mana lokasi pocong lain yang muncul? Mau olahraga lagi?" tanya Santi.

"Lebih tepatnya Mika rindu dilempar pakai baskom stainless, Suster. Ini ... aku lagi siap-siap untuk menyambit ke arah Mika," sahut Hani, sambil menatap sebal ke arah Mika.

"Eh! Jangan coba-coba, ya! Yang boleh main sambit-menyambit ke arahku cuma Suster Santi! Itu pun sambit-menyambit pakai cinta, bukan pakai baskom stainless!" omel Mika, sebelum Hani melaksanakan niatan gilanya.

Rasyid, Raja, dan Tari kini sibuk menertawai Mika yang selalu saja mendapat halangan saat akan mendekati Santi. Rian kini tampak mencoba merayu Hani untuk membatalkan niatnya menyambit Mika dengan baskom stainless yang masih dipegangnya.

"Mika jangan disambit, Sayang. Nanti kalau baskom stainless itu kena wajah Mika terus wajahnya langsung berubah jadi pas-pasan, kita juga yang akan repot," bujuk Rian.

Mika pun langsung berkacak pinggang sambil menatap gemas ke arah Rian.

"Mas ... Mas Rian berniat menolong aku atau berniat lain? Kok rasa-rasanya ada yang ganjil dari kalimat yang Mas ucapkan kepada Hani," heran Mika.

Santi pun segera mendekat pada Mika untuk membuat perhatiannya teralih dari Rian dan Hani ke arah barang-barang yang harus mereka urus.

"Sudah, jangan bertengkar lagi Mas Mika. Bantu aku saja, ya, biar Mas Mika punya kegiatan yang berfaedah," bujuk Santi.

Senyum di wajah Mika pun langsung mengembang laksana bunga yang mekar di musim semi. Wajah tampan pria itu terlihat jelas semakin tampan dan mampu menghipnotis siapa pun yang sedang menatapnya.

"Oke. Whatever you say, I will definitely do," tanggap Mika.

"Enggak usah sok pakai Bahasa Inggris kalau bicara sama Suster Santi, Mik. Ijab kabul di Indonesia pakainya Bahasa Indonesia," sindir Tari.

"Astaghfirullah! Enggak Hani ... enggak Tari ... selalu saja mengganggu proses pendekatanku dengan Suster Santi," gemas Mika.

Clarissa pun berjalan mendekat bersama suaminya ke tempat Mika dan Santi berada. Ia menepuk bahu Mika dengan tegas, sehingga Mika kini menoleh ke arah Maminya tersebut.

"Mik, Suster Santi ini calon menantu Mami dan Papi? Kapan mau diajak ke KUA?" tanya Clarissa.

"Eh? Kok langsung ke KUA, Mi?" kaget Mika.

"Jangan lama-lama prosesnya, Mik. Biar sah saja dulu, pacarannya belakangan," ujar Federick.

Wajah Santi pun langsung terlihat memerah dengan sempurna.

* * *

TELUH KAIN KAFANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang