Proses ruqyah yang selanjutnya masih disiapkan oleh Tari dan Hani. Rere saat ini sedang dibiarkan makan terlebih dahulu agar tenaganya bisa benar-benar pulih meski tidurnya hanya sedikit. Ziva menyuapinya bubur yang baru saja selesai ia buat. Rere makan dengan lahap, padahal biasanya dia sama sekali tidak suka dengan bubur yang Anita buat di rumah.
"Minumnya air putih saja, ya. Biar kamu bisa minum dengan air yang sudah didoakan," ujar Ziva.Rere pun menganggukkan kepalanya. Ia tidak mau membantah apa yang Ziva katakan saat itu. Ia tahu dan sadar bahwa apa yang Ziva katakan atau lakukan sepenuhnya adalah untuk kebaikan dirinya. Raja memberikan gelas berisi air putih kepada Ziva tak lama kemudian. Setelah Ziva menerimanya, Ziva langsung memberikannya pada Rere untuk diminum.
Vano terus memperhatikan Rere dari ambang pintu menuju ruang tengah. Mika benar-benar melarangnya mendekat lagi pada Rere, karena perasaan emosional Rere harus dijaga saat itu dan sebaiknya Vano menjauh dulu sementara waktu. Hal itu membuat Vano semakin gemas sendiri, karena dirinya ingin sekali berinteraksi dengan Rere setelah selama beberapa hari belakangan dirinya selalu saja mengacuhkan Rere meski wanita itu sedang ada di sisinya. Ia menyesali sikapnya tersebut, dan ingin segera memperbaikinya agar Rere tidak merasa diacuhkan lagi.
"Jika masalah ini bisa tuntas, kami akan menikahkan Vano dan Rere secepat mungkin. Kami tidak ingin menunggu lagi sampai dua minggu ke depan. Itu terlalu lama," ujar Ambar, baru saja membuat keputusan.
Vano dan Ramadi kini sama-sama menoleh ke arah Ambar, usai keduanya mendengar keputusan itu.
"Ma, kalau boleh, biarkan aku menikahi Rere malam ini juga. Aku ingin berada di sana, Ma. Aku ingin ada di sisinya," pinta Vano.
Ambar pun menatap ke arah Vano.
"Kamu pikir Mama tidak memikirkan hal itu dan tidak berencana begitu sejak tadi? Mama memikirkan dan berencana begitu, Vano. Tapi lihat kondisinya. Ini sudah malam. Mana ada penghulu yang bisa dipanggil untuk menikahkan kamu malam-malam begini?"
Apa yang Ambar katakan jelas benar adanya. Meskipun Vano memaksa, nyatanya tidak akan bisa ia dinikahkan dengan Rere pada waktu malam hari seperti itu. Banyak kendala yang menghalangi, salah satunya adalah tiadanya penghulu yang bisa dipanggil.
"Sabar saja, Van. Yang penting Mamamu sudah tidak mau lagi pernikahanmu dengan Rere ditunda. Biarlah besok pagi atau siang kamu menikah dengannya. Sekarang intinya kita harus banyak berdoa agar Rere segera bisa terlepas dari teluh kain kafan itu. Jadi biarkanlah dulu dia diurus oleh Ziva dan yang lainnya. Kamu awasi saja Rere dari jauh untuk saat ini. Belajarlah sedikit bersabar," saran Ramadi.
"Papamu benar, Van. Sabar saja dulu dan biarkan Rere diurus sampai semuanya tuntas. Jujur saja, Om belum tahu akan seperti apa proses ruqyah selanjutnya yang sejak tadi Ziva sebutkan. Intinya saat ini Tari dan Hani tampaknya sangat repot mempersiapkan semua keperluan untuk proses ruqyah tersebut," ujar Faris.
"Pak Faris serius, soal tidak tahu apa pekerjaan Ziva selama ini? Apa yang Ziva kerjakan itu tidak mudah disembunyikan loh, Pak. Bukankah seharusnya Pak Faris bisa menebak gerak-geriknya, ya?" heran Ramadi.
Faris pun langsung angkat bahu ketika diberi pertanyaan seperti itu.
"Entahlah, Pak Ramadi. Mungkin saya yang tidak peka, atau mungkin juga saya yang kurang ingin tahu apa perkerjaan yang Putri saya jalani. Intinya, selama ini saya percaya padanya karena dia bekerja bersama dengan Kakak sepupunya serta sahabat-sahabatnya. Jadi saya tidak pernah mencurigai apa pekerjaannya yang asli," jelas Faris.
"Hm ... bahkan Mika yang biasanya mudah sekali membocorkan sesuatu pada kami pun, juga tidak pernah membocorkan masalah pekerjaan yang mereka jalani bersama. Seakan itu adalah hal yang benar-benar rahasia dan tidak boleh kami ketahui. Entah apakah Pak Fedi dan Bu Clarissa tahu tentang pekerjaan Mika atau tidak. Sekarang rasanya saya juga ingin bertanya-tanya pada mereka," ujar Mila, yang masih mendekap Anita dalam pelukannya.
Mika turun dari lantai atas tak lama kemudian setelah selesai mandi. Pria itu benar-benar tidak bisa tahan dengan tubuhnya yang berkeringat, sehingga membuatnya harus mandi meski sudah malam. Ponsel pria itu berdering saat baru tiba di lantai bawah. Semua mata menatapnya, tepat saat Mika mengangkat teleponnya.
"Halo, assalamu'alaikum, Mi," sapa Mika, sambil menghidupkan tombol loudspeaker pada ponselnya.
"Wa'alaikumsalam, Nak. Kamu di mana? Kok tidak pulang ke rumah setelah selesai kerja?" tanya Clarissa, yang suaranya kini terdengar dengan jelas.
"Aku di rumahnya Ziva, Mi. Aku sedang lanjut kerja bersama yang lainnya saat ini," jawab Mika.
"Lanjut kerja? Memangnya siapa yang kena teluh di rumah Keluarga Adinata, Nak? Mereka semua baik-baik saja, 'kan?"
"Iya, Mi. Alhamdulillah semua anggota Keluarga Adinata baik-baik saja. Hanya saat ini yang terkena teluh itu, Rere. Makanya kami semua langsung lanjut kerja lagi di sini. Kejadiannya juga mendadak, Mi, jadi aku enggak bisa pulang dulu ke rumah sebelum menyelesaikan pekerjaan saat ini," jelas Mika.
"Astaghfirullah hal 'adzim! Rere? Rere yang kena teluh? Rere Hardiman, 'kan?" Clarissa ingin memastikan.
"Memangnya Mami kenal berapa nama Rere, sih? Rere, ya, Rere Hardiman yang aku maksud, Mami. Rere yang sepupunya Ziva Wiratama, keponakannya Tante Mila dan Om Faris Adinata, calon Istrinya Vano Bareksa, calon menantunya Tante Ambar dan Om Ramadi Bareksa. Gimana, jelas Mi?" Mika benar-benar menjabarkan tanpa ada yang kurang.
PLAKKK!!!
Rasyid--yang baru keluar dari dapur--menggeplak bahu Mika dengan keras. Hal itu membuat Mika tersentak dan hampir melempar ponselnya ke lantai.
"Kamu itu bicara sama Mamimu kok seperti bicara sama teman! Atur nada bicaramu!" tegur Rasyid, tak main-main.
"Iya, Ras. Iya. Duh ... kaget aku gara-gara kamu geplak tiba-tiba," balas Mika.
"Hm ... rasain kamu, Mik! Makanya kalau Mami tanya itu jawab saja yang benar. Sudah, Mami mau kasih tahu Papimu dulu soal keadaannya Rere. Assalamu'alaikum," pamit Clarissa.
"Iya, Mi. Wa'alaikumsalam," balas Mika, langsung mengubah nada bicara menjadi lemah lembut.
Faris dengan cepat menahan langkah Mika sebelum pria itu kembali ke ruang tamu. Mika menatap kaget sekali lagi ke arah Faris, namun berusaha tetap terlihat tenang.
"Jawab pertanyaan Om, sejak kapan Mami dan Papimu tahu soal pekerjaanmu yang sering mengatasi teluh bersama mereka?" tanya Faris.
"Sejak awal orangtuaku sudah tahu, Om. Di antara kami memang hanya Ziva, Rasyid, dan Raja yang tidak bilang pada keluarga masing-masing soal pekerjaan yang kami jalani. Itu karena ... kemampuan yang Ziva dan Raja miliki tidak bisa dicerna dengan akal sehat. Om Faris dan Tante Mila tidak akan percaya, jika tidak ada yang bisa membuktikan kemampuan Ziva," jawab Mika, apa adanya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH KAIN KAFAN
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 5 Ziva panik setengah mati saat Rere diserang dengan teluh oleh seseorang tepat di depan matanya. Ia dan yang lainnya berusaha keras untuk membuat Rere terlepas dari teluh itu. Keadaan yang kacau itu membuatnya...