Hani mencoba menyenter benda berbentuk pocong yang sedang ia awasi. Tari memperhatikan apa yang Hani sedang lakukan saat itu, begitu pula dengan Rian dan Vano yang duduk tak jauh dari meja.
"Kenapa disenter, Han? Kamu enggak berharap pocong-pocong yang ada di luar sana langsung merasa silau kalau kamu menyenter benda itu, 'kan?" tanya Tari, berbisik.Hani langsung menatap Tari sambil menyipitkan kedua matanya dan memasang ekspresi sebal.
"Jangan ketularan sama Mika, deh, Tar. Cukup Mika saja yang menyebalkan dan error, kamu jangan. Soalnya aku kalau terlanjur ngamuk pasti akan langsung menjambak, Tar," omel Hani, setengah berdesis.
Tari pun terkekeh pelan demi menjaga perasaan kedua orangtua Rere ataupun calon mertuanya.
"Kita 'kan sudah pernah menangani kasus teluh kain kafan seperti ini. Kamu ingat 'kan, kalau isi di dalam benda berbentuk pocong itu adalah kertas bertuliskan nama si pengirim teluh?" tanya Hani.
"Iya, benar. Terus? Kamu menyenter benda itu supaya kamu bisa mengintip kertas di dalamnya untuk mencari tahu nama si pengirim teluh?" tebak Tari.
"Iya, maksudku begitu," aku Hani.
"Andai bisa dengan cara begitu, Ziva enggak akan susah-susah meruqyah Rere lebih dulu. Kamu tahu sendiri kalau benang-benang yang ada pada benda itu memiliki ajian yang bisa menutupi apa pun hingga jadi tersembunyi. Nah, yang tersembunyi itu termasuk juga nama si pengirim teluh di atas kertas dalam benda tersebut," jelas Tari.
"Ya, siapa tahu kali ini berbeda, makanya aku mencoba."
"Mana bisa ada perbedaan, Han? Kamu tahu sendiri kalau semua teluh itu sama. Sama-sama berbahaya. Sama-sama sulit ditaklukkan. Maka dari itulah aku dan Rasyid sering bilang pada semua anggota tim kita, bahwa pekerjaan Ziva jauh lebih berat daripada pekerjaan kita yang hanya membantu dia dalam beberapa hal," Tari kembali mengingatkan.
"Gajinya Ziva juga lebih besar daripada gaji kita. Jangan dilupakan," bisik Mika, di tengah-tengah usahanya mewaspadai kemunculan pocong.
Santi--yang sejak tadi selalu ada di belakang atau di samping Mika--kini menatap ke arah pria itu. Hal tersebut membuat Mika ikut menoleh dan balas menatapnya.
"Wajarlah kalau gajinya Mbak Ziva lebih besar. Mas Mika kalau mau digaji besar, ya kerjanya harus seberat kerjanya Mbak Ziva. Tapi kalau kerjanya Mas Mika cuma disuruh menyiram setiap makhluk halus yang muncul, jangan berharap terlalu banyak. Itu namanya makan gaji buta, Mas," ujar Santi.
Tari, Hani, Rian, dan bahkan Vano pun langsung berupaya menahan tawa mereka agar tidak meledak. Mereka jelas tidak berekspetasi sama sekali kalau Mika akan mendapat ceramah dari Santi. Usai mendapat ceramah, Mika pun tampak berusaha menahan senyum sambil mengeluarkan ponselnya dari saku celana.
"Mi, kayanya hilal jodohku sekarang sudah terlihat, deh. Nanti aku akan segera perkenalkan sama Mami dan Papi," bisik Mika, mengirim voice note kepada Maminya.
Hani dan Tari pun langsung melotot ke arah Mika, lalu beralih menatap Santi sambil melambai-lambaikan tangan mereka.
"Jangan mau, San! Jangan mau! Mika orangnya suka error!" Hani berusaha memberikan peringatan dengan suara lirih.
"Cari yang lain saja, San. Yang lain lebih waras daripada Mika," tambah Tari, ikut memberikan peringatan.
Mika pun mencondongkan tubuhnya ke arah meja.
"Sirik tanda tak mampu," desis Mika.
"Kami sudah menikah!" balas Tari dan Hani, kompak.
Ziva menatap ke arah Ibunya dan juga Ibu mertuanya yang saat itu masih menahan tubuh Rere. Rere dibiarkan istirahat dulu selama beberapa saat sebelum Ziva melanjutkan proses ruqyah dari bagian luar tubuhnya. Rere sangat kelelahan, dan Ziva merasa harus membuatnya tenang terlebih dahulu.
"Tante Anita dan Tante Ambar silakan istirahat dulu. Pakaian Rere sudah aku perbaiki sementara waktu," ujar Ziva.
Bentangan kain sarung itu akhirnya di buka oleh Anita dan Ambar. Kedua wanita paruh baya itu kini sama-sama duduk di sofa lain untuk melepas lelah. Retno menyelimuti tubuh Rere yang kini sedang tertidur. Mila masih tidak mau jauh-jauh dari Rere dan tetap duduk di samping sofa sambil mengusap lembut rambutnya.
"Sejauh ini baru tujuh benang yang berhasil diputuskan dari benda itu. Rere sudah terlalu kelelahan untuk melanjutkan, jadi kubiarkan dia beristirahat dulu," jelas Ziva, pada semua orang yang sedang menatapnya saat itu.
"Berarti masih tiga belas benang lagi yang harus diputuskan?" tanya Vano, sambil menatap resah ke arah Rere.
"Iya. Masih tiga belas benang lagi yang ada pada benda itu. Tantangannya juga akan semakin kuat seiring dengan menipisnya benang pada benda tersebut. Jadi saat ini sebaiknya Rere dibiarkan istirahat dulu, agar tenaganya kembali pulih," jawab Ziva.
Tatapan Ziva kini terarah pada Tari.
"Tolong panggil Ras dan Raja. Kita harus bicara," pinta Ziva.
Tari pun segera mengangguk, lalu kembali menghubungkan earbuds miliknya dengan earbuds milik Rasyid.
"Ras, masuklah bersama Raja. Ziva meminta kita berkumpul," ujar Tari.
Santi kini mengganti oksigen yang dipakai oleh Rere. Sekali lagi wanita itu memeriksa infus yang terpasang di tangan Rere. Mika mendekat padanya, hingga Santi kini menatap ke arah Mika.
"Kamu ingat alamat rumah sakit tempatmu kerja, Suster Santi?" tanya Mika.
"Alamat rumah sakit tempatku kerja? Wah ... aku kurang sering menghafalkan alamatnya, Mas Mika. Jadi kurang hafal," jawab Santi, jujur.
"Tapi kalau alamat rumahmu sendiri pasti kamu hafal, dong?" goda Mika, seraya tersenyum manis. "Boleh aku minta alamat rumahmu?"
Belum sempat Santi memberi jawaban, kerah baju Mika sudah diseret oleh Ziva dari arah belakang dengan penuh keikhlasan, saat Raja dan Rasyid telah menunggu mereka untuk menggelar rapat. Raja dan Rasyid berusaha keras untuk tidak tertawa, saat tahu kalau Mika sedang berupaya mendekati Santi. Mika hanya bisa meringis sebal ke arah Ziva saat akhirnya tiba di hadapan yang lainnya. Orang dewasa pergi ke ruang tengah setelah Ziva meminta mereka menetralkan ruang tamu untuk sementara waktu.
"Setelah Rere bangun, aku akan meruqyahnya untuk yang kedua kali. Tari dan Hani mungkin sudah lelah karena terlalu lama duduk untuk menjaga benda itu. Sekarang gantian. Ras dan Raja yang akan menjaga benda itu. Mika tetap akan menjalankan tugasnya. Hanya saja kali ini dia tidak akan dibantu oleh Suster Santi, tapi akan dibantu oleh Raja yang akan mengawasi seluruh bagian rumah sambil menjaga benda itu," ujar Ziva.
"Lalu Tari dan Hani?" tanya Mika.
"Mereka akan membantuku memegangi tubuh Rere. Tidak mungkin Ibu dan Ibu mertuaku yang akan melakukan hal itu terus-menerus. Mereka juga punya energi yang terbatas," jawab Ziva.
"Oke. Kalau begitu kami berdua akan menyiapkan apa saja yang kamu sebutkan," Tari setuju.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH KAIN KAFAN
رعب[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 5 Ziva panik setengah mati saat Rere diserang dengan teluh oleh seseorang tepat di depan matanya. Ia dan yang lainnya berusaha keras untuk membuat Rere terlepas dari teluh itu. Keadaan yang kacau itu membuatnya...