21 | Menghancurkan Yang Ada Pada Gani

1.2K 137 15
                                    

Mendengar izin yang Tomi berikan untuk Ziva dan semua orang, jelas membuat Arlita semakin tersudut. Arlita harus mencegah mereka agar tidak bisa sampai ke kamar Gani. Ritual teluh kain kafan itu sama sekali tidak boleh gagal, atau dirinya dan Gani akan menjadi sasaran dari teluh yang berbalik. Namun dirinya sama sekali tidak punya jalan untuk mencegah mereka, terlebih saat itu Raja sedang mengancamnya menggunakan senjata tajam. Ziva sudah lebih dulu menaiki tangga menuju lantai atas di rumah itu. Tomi mengikuti langkahnya, karena tahu bahwa Arlita tidak akan menghalangi jalannya saat sedang diancam seperti itu. Mika menyerahkan salah satu samurai pendek miliknya pada Federick, agar Federick bisa menggantikan Raja mengancam Arlita.


"Naiklah ke atas bersama Raja. Papi yang akan menebas lehernya kalau dia berani ikut melangkah ke atas untuk menghalangi kalian," ujar Federick.

Samurai yang ada di tangan Federick kini benar-benar terarah ke leher Arlita. Raja dan Mika kini menaiki tangga menuju ke lantai atas untuk menyusul Ziva dan Tomi. Mereka berdua tiba tepat saat Ziva baru saja akan membuka pintu kamar Gani. Mika menatap ke arah Ziva sambil tersenyum diam-diam.

"Wah, ternyata kamu tahu yang mana kamar Gani di rumah ini?" tanya Mika.

Ziva pun memutar kedua bola matanya karena merasa sebal dalam sekejap.

"Aku adalah mantan calon menantu di dalam Keluarga Jatmiko, Mik. Jelas aku pernah ke rumah ini dan tahu di mana letak kamar Gani meski tidak pernah masuk ke dalamnya," jelas Ziva, dengan nada sangat geram.

"Sudahlah ... kenapa harus membahas hal itu lagi, sih? Ziva adalah Istriku sekarang, dan soal dia tahu di mana kamar Gani itu bukan perkara yang harus diributkan," Raja segera menengahi,

"Kapan kita akan masuk ke dalam?" tanya Tomi.

"Sekarang, Om," jawab Ziva, yang kemudian menekan tuas pintu kamar Gani.

Gani tampak sedang tertidur pulas di ranjangnya saat pintu kamar itu dibuka. Ziva langsung menunjukkan meja tempat ritual teluh kain kafan yang Gani lakukan kepada Tomi. Ia juga tidak lupa memperlihatkan sesosok pocong yang berdiri di samping tempat tidur Gani saat itu.

"Oh, Ya Allah ... perempuan sinting itu sudah menyeret Putraku ke dalam kegilaan pikirannya," sesal Tomi.

Ziva dan Raja ingin sekali mengatakan pada Tomi akan risiko yang akhirnya harus terjadi, jika teluh kain kafan itu berhasil dipatahkan. Tapi melihat bagaimana hancurnya Tomi saat itu, membuat mereka berdua memilih tidak mengatakan apa pun.

"Aku akan langsung menghancurkan wadah ritual itu, Om. Apakah dibolehkan?" tanya Ziva.

"Ya, silakan. Kamu memang harus melakukannya, 'kan? Rere tidak akan selamat jika ritual itu tidak kamu hancurkan, bukan?"

"Ya, itu benar, Om Tomi. Aku memang harus menghancurkannya untuk menyelamatkan Rere."

Ziva pun segera mendekat ke arah meja ritual di kamar Gani, Raja dan Mika meminta Tomi untuk tetap diam di belakang mereka. Ziva mengeluarkan pedang jenawi miliknya, lalu menyiram pedang itu dengan air yang ia tuang dari botol.

"Beri tahu Rasyid untuk memulai ruqyah terakhir pada Rere," pinta Ziva.

Mika segera menghubungi Rasyid dan akan bicara melalui earbuds yang sudah stand by sejak tadi ditelinganya.

"Halo, assalamu'alaikum, Mik," sapa Rasyid.

"Wa'alaikumsalam, Ras. Ziva bilang, lakukan ruqyah terakhir terhadap Rere sekarang juga," ujar Mika.

"Ya, akan aku lakukan," balas Rasyid.

Mika pun memberikan tanda pada Ziva bahwa Rasyid telah menanggapi yang wanita itu minta. Ziva pun segera bersiap dengan tugasnya saat itu.

"A'udzubillahi minassyaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. Bismillahilladzi laa yadhurru ma'asmihi syai'un fil ardi wa laa fissamaa'i wa huassami'ul 'alim," lirih Ziva.

Satu detik kemudian, Ziva pun langsung menebas wadah ritual itu menggunakan pedang jenawi yang dipegangnya hingga terbelah menjadi dua.

BLAARRRRR!!! BOOOOMMMMM!!!

Gani terbangun akibat mendengar suara ledakan yang terjadi di dalam kamarnya. Kedua mata Gani kini terarah tepat kepada Ziva yang masih berdiri di posisinya, setelah membelah wadah ritual teluh kain kafan tersebut. Wajah Gani tampak sangat terkejut, karena melihat wadah ritualnya dihancurkan oleh Ziva.

"Ka--kamu ... kamu adalah 'dia' yang dimaksud oleh Rere?" tanya Gani.

Ziva membalas tatapan Gani dengan ekspresi penuh amarah.

"Ya, itu benar. Orang yang dimaksud oleh Rere saat bicara denganmu melalui mimpinya adalah aku. Selama ini aku memang selalu bekerja untuk mematahkan setiap teluh yang berusaha membunuh atau menyiksa seseorang. Sialnya bagimu Gani, kamu berusaha membunuh sepupuku dengan teluh, sehingga kamu kini harus berhadapan denganku," jawab Ziva, terdengar begitu dingin.

Mika mendekat pada Ziva.

"Ras mengatakan bahwa baru satu benang yang terputus dari tiga benang tersisa," ujarnya.

"Jadi yang tersisa hanya dua benang, sekarang?" Ziva ingin memastikan.

"Ya, hanya dua benang yang tersisa," jawab Mika.

"Kalian tidak akan bisa memutuskan dua benang lainnya. Rere akan mati, jika waktunya sudah benar-benar tiba," ujar Gani, sudah tak peduli tentang Ziva yang harus kembali padanya ataupun tidak.

Wajah pria itu tampak sangat bengis sekarang. Gani tampaknya tidak lagi ingin menutup-nutupi kejahatannya di depan siapa pun. Tomi kini menatap ke arah Gani dengan tatapan tidak percaya. Ia tidak pernah menyangka kalau Gani akan menjadi seperti itu, padahal selama ini ia sudah berusaha untuk selalu menunjukkan jalan yang benar padanya.

"Gani ... apa yang ada di dalam pikiran kamu itu, Nak? Kenapa kamu harus mengikuti apa yang Mamamu katakan?" tanya Tomi, benar-benar tak habis pikir.

"Karena apa yang Mama katakan jauh lebih berguna daripada apa yang Papa katakan!!!" jawab Gani, tak lagi peduli dengan sopan santun ataupun rasa hormat terhadap Tomi. "Mama tahu apa yang aku mau!!! Mama tahu apa yang aku butuhkan!!! Maka dari itulah Mama menunjukkan padaku bagaimana caranya untuk membuat Rere mengalami penderitaan sebelum akhirnya dia akan mati!!! Mama tahu kalau aku sakit hati, tidak seperti Papa yang hanya bisa mencoba menjodohkan aku dengan wanita lainnya!!!"

Mendengar jawaban itu, Tomi menjadi tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Baginya, mencarikan solusi yang wajar adalah benar-benar solusi yang seharusnya bisa membuat Gani melanjutkan hidup seperti manusia lainnya. Tapi tampaknya Gani tidak pernah ingin hidup seperti manusia pada umumnya. Mendapatkan yang dia inginkan adalah hal yang benar-benar dia utamakan, sehingga bisa menghalalkan segala cara termasuk mengirim teluh.

"Ya Allah, apa dosaku sehingga harus memiliki Istri yang sesat dan anak yang juga sama sesatnya seperti Ibunya? Oh ... kenapa harus begini?" gumam Tomi, yang kemudian hampir terjatuh di lantai akibat denyut jantungnya yang tidak stabil.

Mika segera menangkap tubuh Tomi, lalu dibawa keluar dari kamar itu. Kini hanya tersisa Gani di sana bersama Raja dan Ziva yang sudah siap untuk membuatnya bicara.

* * *

TELUH KAIN KAFANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang