15 | Ruqyah Kedua

1.2K 133 14
                                    

Tari dan Hani pun bergegas menyodorkan semua hal yang tadi sudah mereka siapkan. Hani menyerahkan buku catatan miliknya kepada Rian, agar Ziva tidak berusaha merebutnya. Ia tahu kalau Ziva bisa saja memaksa ingin diberi tahu atau merebut paksa buku catatannya. Jadi Hani merasa aman jika buku catatan itu ada pada Rian.


Mika kini kembali bersiap dengan tugasnya. Raja akan memberi tahu dirinya di mana pocong kiriman itu akan muncul, jika proses ruqyah sudah kembali berjalan. Retno kembali ke ruang tengah karena diminta oleh Ziva. Santi tetap berada di belakang sofa, karena harus menjaga infus yang terpasang pada tangan Rere. Jarum infusnya harus ia pastikan tidak akan bengkok ataupun patah ketika proses ruqyah sedang berjalan.

Rere kini diminta bangun dari posisinya dan diarahkan untuk duduk oleh Ziva. Santi membantu dengan mengganjal bantal pada bagian punggung, agar posisi duduk Rere tetap nyaman. Tak lupa, bagian tubuh Rere mulai dari pinggang sampai ujung kaki ditutupi sepenuhnya dengan kain sarung, karena saat itu celana yang Rere pakai akan ditanggalkan oleh Hani untuk memudahkan proses ruqyah. Tari menyerahkan handuk, sementara Hani sudah memegangi wadah berisi air yang sudah didoakan bersama. Ziva mengusap lembut rambut Rere sebelum memulai proses ruqyah kedua tersebut.

"Rasanya akan lebih sakit daripada yang awal tadi. Aku hanya ingin kamu tahu lebih dulu agar tidak merasa kaget. Tapi kamu harus tetap bertahan. Semuanya akan segera berakhir kalau kamu mau terus mengikuti yang aku arahkan. Kamu paham 'kan, Sayang?" tanya Ziva.

Rere pun menganggukkan kepalanya. Wanita itu tampak ingin sekali mengatakan sesuatu pada Ziva, namun berusaha ditahan. Rere jelas ingin membicarakan soal Gani yang tampaknya adalah si pengirim teluh kain kafan itu. Namun melihat betapa kerasnya Mika berusaha menenangkan Ziva tadi, membuat Rere memilih untuk diam saja.

"Kamu tidak sendirian, Re. Aku ada di samping kamu. Aku enggak akan pergi, Insya Allah," janji Ziva.

"Iya, aku tahu bahwa kamu akan memenuhi janji itu. Aku hanya ... hanya sedang menyesali semua yang sudah pernah aku lakukan kepadamu. Aku jelas sangat ...."

"Ssttt!" Ziva menghentikan Rere dengan cepat. "Tidak ada yang perlu kamu sesali. Lupakan dan mulailah kehidupan yang baru. Ingat untuk selalu berlari ke arahku jika kamu membutuhkan sesuatu. Jangan berlari ke tempat yang salah."

Ziva pun meraih handuk yang Tari sodorkan, lalu mencelupkannya ke dalam air pada wadah yang dipegangi oleh Hani. Tari kini berpindah ke belakang sofa, agar dirinya bisa memegangi tubuh Rere agar tidak memberikan perlawanan saat diruqyah. Mila dan Faris kini sama-sama menatap dengan gelisah dari arah ambang pintu ruang tengah. Bahkan Vano dan kedua orangtuanya pun ikut merasa gelisah, apalagi baru saja ada angin yang bertiup begitu kencang ke dalam rumah tersebut.

"Semoga Rere tetap baik-baik saja," ujar Mila, penuh harap.

"Insya Allah Rere akan baik-baik saja, Bu. Ziva akan menanganinya dengan baik, karena mungkin memang itulah keahliannya yang selama ini tidak kita ketahui," tanggap Faris.

"Terus berdoa, Nak. Calon Istri dan calon anakmu butuh didoakan hingga semuanya benar-benar tuntas," ujar Ramadi.

"Iya, itu benar. Berdoalah, Van. Berdoalah untuk keduanya," Ambar pun setuju.

Anita dan Harun hanya saling menatap dalam diam. Mereka benar-benar tidak berani lagi membicarakan apa pun yang terkait dengan Rere, karena hal itu akan memicu kemarahan Faris. Faris jelas sedang marah saat ini, karena Anita dan Harun tampak seperti tidak ingin membantu Rere agar segera terlepas dari penderitaannya.

Rasyid menatap ke arah Raja yang posisinya menghadap ke arah tempat Rere akan diruqyah. Raja sendiri sedang mengawasi sekeliling ruang tamu tersebut, mencegah munculnya pocong kiriman dari si pengirim teluh secara tiba-tiba.

"Ruqyah keduanya sudah dimulai?" tanya Rasyid.

"Belum. Sebentar lagi sepertinya baru akan dimulai," jawab Raja.

Rasyid pun menganggukkan kepalanya.

"Semoga saja Rere masih bisa bertahan sampai ruqyah yang terakhir nanti dikerjakan. Pasti aku yang akan melakukan ruqyah terakhir padanya," ujar Rasyid.

"Ya, tentu saja kamu yang akan lakukan ruqyah terakhir. Ziva, aku, dan Mika jelas akan mendatangi tempat si pengirim teluh itu berada. Kamu jelas tahu bahwa Ziva harus mematahkannya secara langsung," balas Raja.

"Ya. Itu memang tugasnya."

Ziva memeras handuk yang sudah ia celupkan ke dalam wadah tadi. Tari bersiap memegangi tubuh Rere, sementara Santi tetap memantau infus pada lengan Rere.

"Bismillahirrahmanirrahim. Hasbiyallahu laa ilaaha illaa huwa alaihi tawakkaltu wahuwa rabbul 'arshil 'adzim."

Handuk itu kini menyentuh kulit pinggang Rere dan Ziva mengusapkannya ke seluruh bagian pinggang itu hingga merata.

"ARRRRGGGGGGGGHHHHHH!!! SAKIT!!!"

Teriakan Rere kembali menggema di ruang tamu rumah tersebut. Rere kembali menangis dan berusaha berontak, namun Tari memeganginya sekuat tenaga.

"Tahan, Re. Tahan," bisik Tari.

"SAKIT!!! AMPUN!!!"

Raja mengawasi setiap sudut ruang tamu, namun belum juga menemukan sosok pocong yang selalu muncul jika Rere mulai diruqyah.

"Mas Mika! Ada di ruang tengah, Mas!" seru Santi, yang arah pandangnya menuju ke arah ruang tengah rumah itu.

Semua orang yang ada di ambang pintu menuju ruang tengah pun segera bubar dan menjauh. Mika pun segera berlari ke ruang tengah bersama Santi yang akan menunjukkan tempat munculnya pocong tersebut.

"Itu, Mas. Di sana," tunjuk Santi, pada bagian bawah tangga menuju lantai dua.

Mika pun langsung menyiram tempat itu dan pada dinding kembali terlihat bekas hangus yang sangat nyata seperti yang terjadi pada dinding ruang tamu. Setelah pocong itu lenyap, barulah Rere benar-benar tenang kembali dan tidak berteriak.

CTASSS!!!

Satu benang akhirnya kembali terputus dari benda berbentuk pocong yang ada di atas meja. Raja kini menatap ke arah Rasyid sambil menahan wajah sebal.

"Sepertinya tugasku tetap akan diambil alih oleh Suster Santi malam ini. Aku jadi hanya punya tugas menjaga benda itu bersama kamu," ujar Raja.

"Sabar saja. Terkadang orang-orang yang bisa melihat hal tak kasat mata seperti kamu pun perlu merasakan satu tugas yang tidak berhubungan dengan keahliannya," balas Rasyid.

"Hah! Kamu terdengar manis saat sedang mengeluarkan kalimat bijak. Tolong jangan sering-sering. Aku bisa mual saat kamu mengeluarkan kalimat yang bijak," pinta Raja.

Ziva pun kembali akan mengusap bagian paha kanan Rere setelah mencelupkan kembali handuk tadi ke dalam wadah berisi air. Nafas Rere dibiarkan tenang sebentar, lalu Ziva baru memulainya kembali setelah Rere bisa bernafas dengan tenang.

"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Ziva.

Pintu depan pun dibuka oleh seseorang.

"Assalamu'alaikum," ujar Clarissa dan Federick, yang baru saja tiba di rumah itu.

"Wa'alaikumsalam," sahut semua orang yang ada di ruang tengah.

"ARRRRGGGGGGGGHHHHHH!!! ZIVA SAKIT!!! AMPUN, ZIVA!!!" teriak Rere.

"Ya Allah, Rere," ujar Clarissa, sambil mengusap dadanya dan berekspresi sedih.

Federick pun menunjukkan pada istrinya apa yang ada di atas meja, yang tengah dijaga oleh Raja dan Rasyid.

"Di sana, Mas Mika!"

Suara Santi pun kembali terdengar dengan jelas. Mika pun kembali menyiram ke arah yang ditunjukkan oleh wanita itu.

* * *

TELUH KAIN KAFANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang