25.

671 94 0
                                    

Sudah tiga hari sejak itu. Tetapi kondisi Kenma belum kembali seperti semula.

Saat ini dia bahkan hanya berbicara dengan Kuroo jika Kuroo yang memulainya atau bahkan mereka hanya berbicara hanya untuk menjelaskan rencana yang akan mereka gunakan untuk misi.

Seperti halnya saat ini.

"Tidak ada rencana apapun. Kau hanya harus masuk dari pintu ini kemudian membunuh mereka." jelas Kenma dengan nada datarnya sambil menunjuk karah cetak biru yang ada di sana.

Kuroo yang mendengar itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah, dan kau? Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku?" Kenma menutup cetak biru itu kemudian menatap Kuroo dengan datar. "Aku akan memandumu dari rumah."

Kuroo melotot mendengar itu. Merasa heran sekaligus tidak rela. Kenapa dia malah memandu dari rumah? Bukankah seharusnya dia ikut ke lokasi kejadian dan membantunya di sana.

"Hah? Apa-apaan itu? Kenapa seperti itu? Aku tidak bisa terima ini! Kau seharusnya tidak memanduku dari rumah!"

Kenma menghela nafasnya kemudian bangkit dari duduknya. "Terserah kau, tetapi aku tidak akan ikut kesana."

"Kenapa? Kenapa seperti itu bodoh?" Kuroo bertanya dengan tatapan heran sekaligus kesalnya dan beberapa saat kemudian tatapannya berubah menjadi jahil, seringai tipis terpancar jelas di wajahnya. "Ah.... Aku tahu,"

"Kau pasti takut mati, kan? Makanya kau tidak mau ikut denganku."

Kenma mengangguk mendengarnya. "Iya, benar. Apakah masalah?"

Seringai tipis Kuroo seketika menghilang mendengar jawaban cepat Kenma. Apa-apaan ini? Kenapa seperti ini? Bukankah seharusnya dia tidak mengiyakannya? Mengapa dia terlihat pasrah sekali hari ini?

Kuroo ikut bangkit dari duduknya kemudian menatap Kenma dengan tatapan kesal. Dia merasa kalah saat ini. Padahal dia tidak berada dalam kompetisi apapun.

"Tentu saja masalah! Tugasmu membunuh orang dan kau malah takut terbunuh?! Apa maksudmu dengan hal itu?!"

Kenma mengangkat satu alisnya heran. "Apa maksudku? Bukankah itu normal? Manusia memang seharusnya takut terbunuh, kan? Mereka hanya punya satu nyawa."

"Tidak seperti kucing yang memiliki sembilan nyawa." ucap Kenma dengan pelan.

"Tapi aku bukan kucing! Aku manusia!"

"Dan aku tidak menyebutmu kucing." Kenma berkata sambil melangkah, berniat meninggalkan Kuroo sendiri di ruang tamu.

Tetapi ketika dia baru saja melangkah, Kuroo malah mencengkram tangannya dengan kuat seolah dia tidak boleh pergi dari sana.

Kenma yang tangannya dicengkeram kuat tersentak kaget. Dia menatap tangannya yang di pegang Kuroo, matanya membulat. Tak percaya dengan penglihatannya sendiri.

"Lepas!" titah Kenma.

"Tidak. Aku tidak akan melepaskannya!"

Mata Kenma semakin membulat mendengar itu. Tubuhnya gemetar kecil mendengar hal itu keluar dari mulut Kuroo. Apakah?

Apakah itu akan terulang?

Tidak.

Kenma tidak mau itu.

"AKU BILANG LEPAS MAKA LEPAS! MENGAPA KAU TIDAK PAHAM?!" Kenma membentaknya dengan kuat.

Kuroo yang mendengar itu terkejut. Dia memang sering menerima bentakan Kenma, tetapi bentakannya kali ini sedikit berbeda.

Refleks tangannya yang cengkeramannya terlepas akibat itu. Dia menarik kembali tangannya dan memperhatikan Kenma dengan intens.

"Ke-"

"Sudah, hentikan ini. Aku akan membantumu dari rumah atau tidak sama sekali?!" Kenma berkata dengan nafas yang tidak beraturan akibat membentaknya tadi.

"Ya...... Baiklah..... Kau bisa memanduku dari rumah." jawab Kuroo dengan terpaksa.

Kenma yang mendengar itu hanya mengangguk dan masuk ke dalam kamarnya. Membanting pintu kamarnya dengan cukup kuat dan menguncinya.

Kuroo yang menyaksikan itu hanya menatapnya heran. Kemudian menghela nafas. "Aku tidak paham dengannya."

Partner • Kuroken[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang