"BRENGSEK! DIMANA KAU LETAKAN SEMUA SENJATAKU?!" Kenma memekik kencang ketika dia baru saja masuk kembali di apartemennya dengan Kuroo yang berjalan lebih dulu dengannya.
Kuroo mengedikan bahunya. "Aku tidak tahu.... Lagi pula bukankah kau yang menyimpannya? Mengapa kau bertanya padaku?" Kuroo berkata dengan nada main-mainnya dan memiringkan kepalanya sedikit seolah heran dengan perkataan Kenma.
Kenma malah menatapnya kesal dan mengepalkan tangannya.
Kenma tahu bahwa ini semua adalah ulah Kuroo.
Kuroo yang menyembunyikan semua senjatanya sehingga membuat Kenma tidak bisa membunuhnya hari ini dan berakhir dia harus menikah dengan Kuroo.
Tentu saja pernikahannya tidak di besar-besarkan. Hanya mengucap sumpah setia yang di hadiri beberapa orang setelah itu pulang.
Dan yang makin membuat Kenma heran....
MENGAPA KUROO MALAH IKUT KE APARTEMENNYA SAAT INI?!
Kenma mengendus sebal kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Brengsek. Dan lebih baik kau pergi dari sini. Aku muak melihatmu!"
Kuroo menggelengkan kepalanya. "Tidak. Lagi pula kau sekarang adalah istriku dan aku adalah suamimu. Sudah seharusnya kita selalu bersama." Kuroo mulai melangkah mendekat pada Kenma.
"Lagi pula aku khawatir jika aku meninggalkanmu. Bagaimana jika kau membunuh anakku? Bukankah itu gawat?" Kuroo berhenti di hadapan Kenma dan menatap Kenma dengan senyum mengejeknya.
Mata Kenma berkedut kesal menyaksikan senyum mengejek yang Kuroo tampilkan itu. "Bukankah lebih gawat dirimu? Setelah menelantarkan anakmu ini tiba-tiba saja kau peduli padanya. Aku yakin dia pasti muak melihat tingkahmu."
Senyum mengejek Kuroo seketika menghilang ketika mendengar itu dan dia pun menghela nafasnya. "Ya karena itu aku bersikap baik padanya untuk menebus karena aku menelantarkannya. Apakah kau paham?"
Perlahan pandangannya turun dan menatap perut Kenma. Seketika tatapannya melembut.
"Biarkan aku menyentuhnya."
Kuroo ingin menyentuh perut Kenma yang besar itu.
Dia mengatakannya dengan tatapan lembut dan sedikit kilauan cahaya di matanya. Matanya berbinar terang seolah bersemangat dengan apa yang akan ia lakukan.
"Hah? Tidak! Kau tidak boleh menyentuhnya!" Kenma berkata sambil membalikkan badannya dan memegang perutnya seolah benar-benar tidak mengizinkan Kuroo melakukan itu.
"Selama dia masih ada di dalam tubuhku kau tidak boleh menyentuhnya!" tolak Kenma secara terang-terangan.
Tatapan binar Kuroo seketika menghilang mendengar itu. Tatapannya berubah menjadi lemas dan penuh tanda tanya.
"Kenapa?" suaranya turun. Benar-benar terdengar lemas saat ini.
"Kenapa? Tentu saja karena aku tidak ingin disentuh olehmu!" balas Kenma dengan nada tinggi.
Alis Kuroo terangkat satu pertanda heran akan hal itu. "Aku tidak menyentuhmu! Aku akan menyentuhnya. Bukan dirimu, mengapa kau mengira aku akan menyentuhmu?!"
"Kau tidak menyentuhnya! Kau menyentuhku, bodoh! Dia masih berada di dalam perutku. Aku tegaskan perutku! Dan jika kau menyentuhnya saat ini itu berarti kau menyentuhku bukan menyentuhnya!" jelas Kenma.
Wajah Kuroo berubah menjadi datar mendengar itu. Huh apa-apaan Kenma ini? Kenapa dia mengatakan itu? Kuroo kan ingin menyentuh anaknya. Kenapa dia malah mengatakan bahwa Kuroo menyentuhnya? Meskipun memang seperti itu kenyataannya. Tetapi tetap saja Kuroo ingin-sangat ingin menyentuh perut Kenma yang besar itu.
Sesaat setelahnya sebuah ide terlintas di otak Kuroo. Membuatnya tersenyum kecil hingga akhirnya menatap Kenma dengan tatapan memohonnya.
"Kalau begitu....... Izinkan aku menyentuh perutmu, Kenma."
Kenma terbelalak lebar mendengar itu. Dan sesaat setelahnya dia meninju perut Kuroo dengan cukup kuat. Kenma benar-benar tidak ingin di sentuh oleh Kuroo saat ini. Benar-benar tidak.
"Tentu saja aku tidak akan mengizinkannya, brengsek!" Kenma berkata kencang sambil masuk ke kamarnya, meninggalkan Kuroo yang malah terdiam di sana sambil menatap pintu kamar itu heran.
"Aneh... Padahal aku hanya ingin menyentuh dan mengusap perutnya yang besar itu." gumam Kuroo sambil berjalan kearah dapur.