Kuroo mengetuk pintu apartemen yang ada di hadapannya dengan pelan. Sembari mengatur nafasnya yang sedikit tidak karuan akibat berlari cepat dari parkiran menuju apartemen Kenma yang ada di lantai lima.
"Sebentar!"
Mata Kuroo membulat ketika mendengar balasan dari dalam. Jantungnya berdegup cepat. Tangannya gemetar kecil ketika suara yang sudah lama tidak ia dengar kini kembali terdengar di telinganya.
Benar.
Itu adalah suara Kenma.
"Ya, berapa harga—" Kenma menahan perkataannya ketika dia menyaksikan siapa yang mengetuk pintu itu. "-nya?" tanpa sadar dia melanjutkannya.
Mata Kenma membulat sempurna ketika menyaksikan Kuroo ada di hadapannya. Bahkan dompet yang ia pegang sampai terjatuh di lantai saking terkejutnya. Jantungnya berdebar hebat saat ini berkat Kuroo yang ada tepat di depan matanya.
Sementara Kuroo malah terdiam. Menatap lekat penampilan Kenma. Memperhatikan tiap bagian tubuh Kenma hingga akhirnya tertuju pada perutnya yang membuncit.
Ah.... Benar yang dikatakan Yaku.
Dia sedang hamil.
Terlebih, usianya sudah sangat besar.
Sadar dengan apa yang di lihatnya, Kenma segera meraih gagang pintunya dan menarik pintu itu dengan cepat. Berniat menutup pintu itu kembali dan meninggalkan Kuroo di sana.
Tapi Kuroo sadar akan apa yang ingin Kenma lakukan ia pun segera menahan pintu itu dengan kuat. Dan kembali membukanya lebar-lebar lalu masuk ke dalam apartemennya.
Kenma terengah-engah ketika tenaganya kalah oleh Kuroo, dia menatap Kuroo yang ada di depannya dengan tidak percaya.
Masih tidak percaya bahwa Kuroo ada di hadapannya.
Terlebih..... Hatinya merasa takut akan hal ini.
Keheningan melanda keduanya selama beberapa saat. Kuroo masih memperhatikannya dengan tatapan terkejut dan tak percaya. Begitu pula sebaliknya.
Hingga akhirnya Kuroo membuka suara dengan sangat pelan. "Kau....... Hamil?"
Kenma mengepalkan tangannya mendengar pertanyaan itu.
Pertanyaan brengsek.
Pertanyaan yang tidak ingin ia dengar.
"APA MAKSUDMU?! KENAPA BERTANYA SEPERTI ITU?! MENGAPA KAU DATANG KEMARI?! LAGI PULA APA URUSANMU DENGANKU?!" Kenma memekik kencang, tidak menjawab pertanyaan Kuroo sama sekali.
Biasanya, jika Kenma memekik seperti itu. Kuroo akan membalasnya dengan pekikan yang tak kalah kencang.
Tetapi kali ini tidak.
Kuroo tidak membalasnya.
Lebih tepatnya dia tidak bisa membalas Kenma ketika menyaksikan Kenma yang memekik sekuat tenaga seolah menyalurkan emosinya lewat sana.
Bahkan Kuroo juga bisa menyaksikan di wajahnya bahwa Kenma tampak sangat sakit akan hal ini.
"A-aku hanya..... Ingin bertemu denganmu."
"Untuk apa menemuiku?! Kita tidak memiliki keperluan! Kau tidak punya hak untuk menemuiku, brengsek!"
Kuroo melangkahkan kakinya. Mencoba untuk memperkecil jarak diantara mereka. "Tenangkan dirimu... Aku.... Aku hanya ingin menje-"
"JANGAN MENDEKAT!" Kenma kembali berteriak dan itu membuat langkah Kuroo terhenti ketika mereka hanya berjarak beberapa langkah lagi.
Kuroo mengangkat kedua tangannya di samping telinga. "Oke oke... Aku tidak akan mendekat."
Kuroo mundur satu langkah dan menurunkan tangannya. Sekali lagi. Dia memperhatikan Kenma dengan intens. Menatap perutnya yang besar itu dengan tatapan terkejut serta bingung.
Hingga akhirnya pandangannya teralih menatap wajahnya. Wajah yang biasanya hanya menampilkan raut mengejek serta menjengkelkan itu kini hanya tergambar raut sedih, ketakutan serta bingung. Bahkan Kuroo juga menyadari.
Bahwa Kenma tampak ingin menangis saat ini.
Kuroo mencoba menenangkan dirinya kemudian menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya. Dia mencoba mengatur suaranya agar selembut mungkin dan tidak menyakiti Kenma.
"Siapa Ayah dari bayi itu?" Kuroo tahu ini sangat lancang bahkan tidak sopan. Tetapi dia tidak bisa untuk tidak menanyakan ini. Pertanyaan ini terlintas di benaknya.
Bahkan dia ingin memukul orang itu ketika dia menyaksikan kondisi Kenma yang seperti ini dia tahu bahwa ini tidak berjalan dengan baik. Tidak diharapkan. Dan di luar dugaan Kenma sendiri.
Mulut Kenma terbuka kecil mendengar itu, sekali lagi matanya membulat. Rasa terkejut menyelimutinya mendengar Kuroo menanyakan hal itu padanya tanpa menyadari kelakuannya.
Kenma menundukkan kepalanya. Tangannya masih mengepal kuat saat ini.
"Brengsek..."
"Brengsek..."
"Manusia brengsek yang ada di hadapanku adalah Ayah dari bayi ini!"
Mata Kuroo membulat sekali lagi mendengar itu. Pupilnya mengecil menandakan ia terkejut. Bahkan jantungnya seakan melompat keluar berkat perkataan Kenma.
Kuroo?
Kuroo?
Kuroo adalah Ayah dari bayi ini?
Tidak. Tidak mungkin!
Kuroo bahkan tidak pernah melakukan itu dengan Kenma!
"Kau bercanda, kan Kenma? Kita tidak pernah melakukannya." Kuroo berkata dengan nada yang sedikit bingung. Benar. Kuroo bahkan tidak melakukannya. Dia yakin itu.
"Lihat? Bukankah kau sangat brengsek?! Kau melakukannya tetapi kau tidak menyadarinya! Benar-benar lelaki brengsek." Kenma berujar sambil menahan air matanya yang ingin terjun bebas di pipinya.
Sementara Kuroo malah terdiam.
Ini sungguhan.
Kuroo tahu, ini sungguhan.
Wajah orang yang sedang bercanda tidaklah menyakitkan seperti ini
Tidak menyedihkan seperti wajah Kenma saat ini.
Dan tidak sesakit dan menderita seperti ini.
Mulut Kuroo kembali terbuka kecil dan mengeluarkan suara dengan nada rendah dan lembut.
"Gugurkan saja."
Nada yang lembut, tetapi tidak dengan kata-katanya.