16.

741 94 2
                                    

"Hoamm.... Pukul berapa kita melaksanakan misi hari ini?" Kuroo bertanya sambil merenggangkan tubuhnya.

Kenma yang sedang asyik memakan puding sontak menolehkan pandangannya kepada Kuroo yang baru saja terbangun dari tidurnya.

"Pukul lima."

Kuroo berhenti merenggangkan tubuhnya dan mengangkat satu alisnya. "Pagi?"

"Sore, bodoh."

Mendengarkan jawaban Kenma membuat Kuroo mengalihkan pandangannya kearah jam dinding. "Ah, satu jam lagi ternyata."

Setelah mengatakan hal itu, Kuroo bukannya bersiap tetapi malah duduk di sofa yang ada di hadapan Kenma. Kenma yang menyaksikan itu hanya bisa mendesah lelah. Ingin menegur itu juga tidak akan berguna dan malah berujung perdebatan panjang.

"Jadi, bagaimana rencana kita nanti?" 

Kenma kembali menyendok pudingnya dan memasukkannya kedalam mulut. Matanya perlahan terpejam setelah dia melakukan itu. Mencoba menikmati rasa puding itu dengan damai dan tentram.

Kuroo yang pertanyaannya tidak di balas tentu saja kesal. Dia kembali berkata. "Oy, kau mendengarku, kan?"

Kelopak mata Kenma perlahan kembali terbuka. Tatapan sebal terpancar di netra kuning keemasan itu. Dia menelan puding yang sedari tadi dikunyahnya dan memberikan atensi sepenuhnya kepada Kuroo.

"Kuroo menurutmu bagaimana cara mati yang paling menyakitkan?" Kenma kembali menyendok pudingnya dan mengangkatnya. Menatap puding yang masih berada di dalam sendok itu dengan lekat.

"Apakah di tembak? Suntik mati? Potong kepala? Di lindas? Atau apa?" Kenma menatap Kuroo kemudian memasukkan sendok itu kedalam mulutnya dan kembali mengunyah puding itu lagi.

"Semua kematian itu menyakitkan." Kuroo berkata sambil mendongakkan kepalanya. Menatap langit-langit apartemennya dengan tatapan lempeng. "Jika itu tidak menyakitkan sudah pasti dia tidak akan mati."

Kepala Kenma bergerak keatas kebawah menyetujui hal itu. Dia menelan pudingnya dan kembali berbicara. "Ya, kau benar. Tapi pernahkah kau mendengar kematian yang tidak menyakitkan?"

Kuroo kembali menatap Kenma kemudian menggeleng. "Tidak, meskipun ada palingan itu hanya dapat dirasakan oleh orang yang mati rasa."

Kenma tersenyum tipis mendengarnya. "Ya, kurasa kau benar." dia memakan suapan puding terakhir itu kemudian meletakkan tempatnya diatas meja.

"Tetapi menurutku ada kematian yang paling menyakitkan." Kenma berkata sambil mengunyah pudingnya sebelum akhirnya dia menalan puding itu.

Kuroo melemparkan tatapan bertanya sekaligus penasarannya. "Apa?"

"Tenggelam."

"Menurutku ini adalah cara mati yang paling menyakitkan."

"Jika kau tenggelam kau tidak bisa bernafas, paru-parumu akan terisi oleh air. Bahkan kau tidak bisa meminta tolong karena suaramu tidak terdengar di dalam air. Umumnya manusia hanya bisa menahan nafas selama enam puluh sampai sembilan puluh detik di dalam air. Dan beberapa ada yang bisa sampai dua menit." jelas Kenma sambil menatap Kuroo dengan tatapan seriusnya.

"Dan orang yang memiliki kapasitas paru-paru super besar hanya bisa menahan napas selama kurang lebih dua puluh menit." Kenma meletakkan sendok yang di pegangnya keatas meja.

"Yang namanya tenggelam artinya orang itu tidak bisa berenang, kan?" Kenma bertanya sambil menatap Kuroo dengan tatapan seriusnya. Mencoba memastikan apa yang ia pikirkan.

Kuroo yang mendengar itu mengangguk. "Tentu."

"Dan di laut bebas terdapat berbagai macam hewan."

"Beberapa dari hewan itu ada yang bisa memangsa manusia."

"Ikan piranha salah satu contoh hewan itu."

Kenma menyenderkan punggungnya pada sofa yang ia duduki dan kembali berkata. "Jika aku tidak salah ingat, target kita kali ini tidak bisa berenang, kan?"

Tidak langsung menjawab, Kuroo malah terdiam menatap Kenma yang sedang menatap langsung kearahnya. Tatapannya kali ini serasa kosong tetapi penuh dengan berbagai macam rencana.

Kenma selalu seperti ini.

Dia selalu menampilkan wajah yang sedikit mengerikan bagi Kuroo ketika dia menjelaskan rencana yang akan mereka lakukan.

"Rumah dia tidak memiliki kolam renang, kau memiliki cetak birunya, kan?" Kuroo berkata dengan enteng, mencoba menolak rencana Kenma dengan halus.

"Tetapi di ruang bawahnya ada sebuah tangki besar yang dulu pernah ia gunakan untuk memproses minyak tanah. Tangki itu sudah tidak digunakan lagi dan minyak tanahnya sudah tidak ada lagi. Itu hanya tangki kosong yang kotor dan berkarat."

Kuroo menghela nafasnya mendengar itu. "Bagaimana caranya agar dia masuk ke dalam tangki itu?"

Kenma memiringkan kepalanya sedikit mendengar itu. "Bagaimana?"

"Tentu saja kau yang akan menggiringnya agar dia masuk ke dalam tangki itu, kan?"

Seringai tipis menghiasi wajah Kuroo saat ini ketika dia mendengar Kenma mengatakan itu tanpa ekspresi sama sekali. Ada sesuatu di dalam dirinya yang mengatakan bahwa dia harus melakukan hal ini.

"Tentu, aku akan menggiringnya."

"Tetapi... Bukankah sedikit sulit mendapatkan piranha?"

Kenma berhenti memiringkan kepalanya kemudian menghela nafas. "Jika secara legal memang sulit."

Ujung bibir Kuroo makin terangkat ketika mendengar perkataan Kenma. "Ilegal, ya?"

Kenma menganggukkan kepalanya kemudian bangkit dari duduknya. "Dan untuk jaga-jaga bisakah kau membuatnya hampir mati. Garis bawahi, hampir mati." Kenma menekan akhir kalimatnya ketika dia berbicara pada Kuroo.

"Aku akan mencobanya.."

"Kalau begitu cepat bersiap agar kita bisa segera berangkat!"

Kuroo berdecal kesal mendengar itu. "Masih lama, tidak usah buru-buru."

"Tiga puluh menit lagi, bodoh."

Partner • Kuroken[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang