"Udah yaa jangan nangis. Besok dia kita pukulin." 🫂
Happy reading 💐
****
"Nggak mau!"
"Kenapa?"
"Ya, nggak mau!"
"Lo mau sendiri seumur hidup, tanpa pendamping? Tanpa Istri? Tanpa anak? Tanpa berkeluarga?" tanya Shena beruntun.
Arsen bergeming. Harus jawab apa dia sekarang? Shena sudah mendesaknya untuk menikah, sementara calon saja dia tidak punya. Lelaki itu terlalu sibuk bekerja, seolah kumpulan dokumen lebih menarik baginya dibanding para wanita.
"Serius nggak mau married?" tanya Shena ketika Arsen tak kunjung bicara.
"Bukan nggak mau. Belum aja," jawab Arsen.
Bicara masalah usia, Arsen memang sudah layak untuk menikah. 28 tahun, lelaki itu memiliki segalanya. Aset bertebaran dan pengaruh di mana-mana. Seharusnya dengan itu tentu mudah baginya untuk menafkahi wanita. Terlebih hidupnya yang sebatang kara, lelaki itu jelas membutuhkan pendamping hidup.
Shena sendiri sudah membujuknya dari kemarin, tetapi selalu penolakan yang dia dapat. Kendati Arsen sedang sakit, Shena tau lelaki itu terjebak di masa lalu. Shena tak bermaksud memaksa, tapi terus-terusan terperangkap di kapal yang sudah karam dari lama rasanya tidak adil. Jelas tak ada harapan di sana.
Arsen menggeleng samar. "Ntahlah. Gue ngerasa nggak bisa untuk itu saat ini."
Shena hanya bisa menghela napas pasrah. Sepertinya dia membutuhkan banyak waktu untuk melancarkan niat ini.
"Gue mau beli kopi. Lo mau?" tanya Arsen. Lelaki itu melirik arloji di tangan yang menunjukkan pukul empat sore. Sudah lebih dari setengah jam dia berbincang dengan Shena. Lebih tepatnya, dipaksa Shena untuk menikah.
"Gue termasuk dari golongan pemuja gratisan. Jadi ... mau!" jawab Shena semringah.
Arsen bangkit dari duduknya. "Gue beli dulu."
"Nggak delivery aja?" heran Shena.
"Kasian ojolnya ntar cape," sahut Arsen seraya berjalan menuju pintu keluar.
Shena termangu. Tak mampu berkata-kata atas jawaban yang diberikan lelaki itu.
"TERSERAH ARSEN, TERSERAH!"
****
Arsen memarkirkan Mercedes-AMG GT 4-Door hitam miliknya. Lelaki itu sudah sampai di coffee shop langganannya setelah menempuh kurang dari sepuluh menit perjalanan. Arsen segera turun. Berbalutkan setelan formal berwarna navy membuat Arsen heran sendiri melihat penampilannya. Bisa-bisanya dia memakai setelan kantor lengkap seperti ini padahal hanya sebatas membeli kopi.
Ah! Ini setelan kantornya tadi. Arsen lupa menanggalkannya.
Lupakan.
Arsen segera masuk ke dalam coffee shop dan memesan dua kopi. Saat tengah menunggu pesanan, handphonenya berdering. Melihat nama kontak yang tertera, Arsen segera menerimanya. "Kenapa Shena?" tanyanya saat panggilan terhubung.
"Macchiato satu!"
"Udah. Tenang aja," jawab Arsen. Lima tahun waktu lebih banyak dihabiskan dengan Shena membuat Arsen tau apa dan tidak sepupunya itu sukai.
"Atas nama cintaku padamu."
Arsen menoleh ketika barista menyebutkan pesanannya. Lelaki itu mendiamkan sejenak panggilan Shena, beralih mengambil pesanannya yang sudah selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREAT GIRL
Random"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang berawal dari perkenalan lalu berakhir dengan kata jadian. Ini sebuah cerita tentang dua manusia yang sud...