BAB 10 : Traumatic

39.7K 1.9K 27
                                    

"Pemegang tahta tertinggi di hatiku tetap kamu, terlepas ragaku sakit atau jiwaku yang tak sehat." —Arsenio Arisva Zavlendra

****

Nazeera.

Siapa yang menyangka perempuan pemilik visual tak biasa itu kalem dan lemah lembut? Awalnya memang iya. Gadis itu lembut, kalem, elegan, dan kharismatik. Ternyata di balik itu semua ada jiwa cegil yang sebaiknya memang disembunyikan. Hiperaktifnya di luar perkiraan. Arsen kelimpungan sendiri memiliki sekretaris jenis ini. Gadis itu seolah memiliki dua kepribadian.

Entahlah. Sejak awal diwawancarai seharusnya Arsen sudah tau kan bagaimana sifat gadis itu? Arsen tau, dia tidak sebodoh itu untuk mengetahui. Salah Arsen di sini adalah menganggap kegilaan Nazeera layaknya hujan yang akan mereda. Zonk besar! Bukan hujan melainkan seperti lautan. Luas, dalam, tak mungkin kering!

Memiliki sekretaris cegil hiperaktif seperti Nazeera tak pernah ada di kamus Arsen. Sekalipun tak pernah terbayang oleh lelaki itu. Ini adalah sejarah besar baginya. Akan selalu Arsen kenang saat Nazeera resign nanti! Ekhm.

Genap empat belas hari sudah Nazeera bekerja menjadi sekretaris Arsen, yang selalu berdiri di samping lelaki itu, mengekori ke mana kaki Arsen melangkah. Itu memang pekerjaannya. Dan faktanya Nazeera bukan cukup baik, melainkan tidak buruk. Catat. Keduanya berbeda.

Nazeera memiliki sesuatu tersendiri yang tidak dimiliki sekretaris-sekretaris sebelumnya. Terbukti keunggulannya dalam berkerja dan pekerjaan yang selalu dia selesaikan. Arsen tak munafik. Lelaki itu mengakui kualitas Nazeera. Sebenarnya pun sejak kehadiran Nazeera, kehidupan Arsen lebih berwarna. Arsen lagi-lagi mengakui kehebatan gadis itu. Kendati secuil senyum belum pernah terbit selama 14 hari ini. Keep unlimited.

Seperti saat ini, malam ini, Arsen berada di basement perusahaan. Memperhatikan mobilnya yang di mana kapnya terbuka. Lelaki itu terdiam lama sampai tak memperhatikan sekitar.

"Ekhm, ganteng nih. Mubadzir kalo nggak digodain. Hai calon suami." Nazeera menyapa semringah, gadis itu tau-tau sudah berada di samping Arsen. Hal yang membuat Arsen terkejut saat menoleh. Terlebih hanya ada mereka berdua di sana.

"Bapak ngapain ngeliatin mesin mobil. Kurang kerjaan banget. Mending liatin saya. Adem." Nazeera mengibaskan rambutnya ke belakang untuk menunjukkan visualnya yang paripurna itu.

"Mobil saya mogok." Arsen menyahut pelan antara sadar atau tidak. Pandangannya lurus menatap kap mobil yang terbuka.

"Lagi?!" Nazeera heboh sendiri. Gadis itu menggeleng-geleng seraya berdecak pelan. Dia tidak lupa saat Arsen berhenti di jalan waktu itu dengan alasan yang sama. "Mobilnya trauma kali liat Bapak sendiri terus tanpa boncengan, makanya mogok." Nazeera berdeham kecil. "Ceritanya ngambek."

"Ada Lenia," jawab Arsen.

"Gebetan Pak! Lenia mah asisten Bapak!" seru Nazeera. "Masa gitu aja nggak ngerti sih!"

"Emang beneran?" Arsen mengerjap polos, tanpa sadar masuk ke dalam obrolan absurd Nazeera.

"Nggak lah!" sahut Nazeera. Nggak ngegas, tapi ada gasnya. "Minggir minggir." Entah kenapa Arsen malah menuruti ucapan perempuan itu. Antara sadar atau tidak, tapi yang jelas posisinya dan Nazeera kini sudah bertukar. Nazeera memperhatikan mobil itu lamat-lamat. Sesekali tangannya menyentuh saluran mesin di dalamnya. Sementara Arsen bergeming menunggu sesuatu yang Nazeera ucapkan. Dari tindakannya ini, sepertinya Nazeera paham mesin.

"Gimana?" tanya Arsen setelah cukup lama memperhatikan.

"Apanya?" Nazeera mengkerutkan dahi.

"Itu mobilnya gimana? Bisa diperbaiki?"

GREAT GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang