Yang nggak vote dan komen, lakinya lima.
****
"Arsen!"
Suara bariton itu menggema dari belakang. Arsen yang namanya dipanggil menoleh. Seorang laki-laki terlihat berdiri di belakangnya. Laki-laki yang tak lain adalah sepupunya sendiri.
"Apa kabar?" tanya Zelo ketika berdiri di hadapan Arsen. Keduanya berpelukan ala pria.
"Baik," jawab Arsen. "Kamu kapan kembali ke Indonesia. Tiba-tiba aja udah di sini," lanjutnya bertanya.
Zelo tersenyum. "Baru aja."
Arsen mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Mereka berdua tengah berada di luar, tepatnya halaman perusahaan GAD Eins. Zelo melirik arloji di tangan, di mana menunjukkan pukul tujuh malam. Lelaki itu kemudian mendongak dan berkata, "Lo ngapain di luar gini?"
"Saya baru kembali dari pertemuan dengan beberapa kolega untuk membangun perusahaan," jawab Arsen jujur.
"GAD kenapa?" tanya Zelo lugu, keningnya mengkerut—merealisasikan bahwa dia tak tau apa-apa.
Arsen mengembuskan napas pelan. Lelaki itu mendongak setelah tadi sempat menunduk. Roman wajahnya tampak lesu. "Saham GAD Eins menurun ... dalam satu malam," ujarnya lirih.
Zelo tak menyahut, hanya bergeming mendengar penjelasan Arsen. Dalam diamnya, ada seringai tipis yang tercipta di bilah bibir. Sementara itu, tanpa Arsen sadari, Zelo meraba sesuatu yang terselip di belakang jaket yang dia kenakan menggunakan satu tangan.
"Zelo, ayo masuk. Di luar dingin." Arsen menepuk sekali sebelah pundak sepupunya itu. Dia melangkah terlebih dulu untuk masuk ke dalam perusahaan.
"Masuk ke dalam bangunan sampah itu?"
Langkah Arsen terhenti. Mendengar suara Zelo yang berubah dingin dan terdengar penuh kecaman membuat Arsen cukup terkejut. Arsen membalikkan badan, di mana matanya sontak dibuat melotot. Lelaki itu terpekur hebat melihat Zelo tengah menodongkan sebuah pistol ke arahnya.
"Zelo?" ucap Arsen dengan nada mengambang.
Zelo menyeringai seraya melambaikan tangan. "Halo."
Gelagat Zelo berbeda dari biasanya. Lelaki di hadapannya ini sungguh asing, tidak seperti yang Arsen kenal. Tatapan yang dilayangkan lelaki itu sangat aneh, sebuah tatapan yang ... seharusnya diperuntukkan untuk musuh bebuyutan, bukan untuk seseorang yang terikat status kekeluargaan. Arsen tidak bisa berpikir, otaknya membeku. Aura cekam yang dipancarkan Zelo sangat pekat, membuat sekitar suram dalam sekejap.
"A-ada apa?" tanya Arsen terbata.
Zelo berdecak malas. "Lo nyampah, Sen."
Arsen tetap tidak mengerti. "Zelo, turunkan senjata itu. Kalau ada masalah, kita bicarakan dengan kepala dingin."
"Ck! Gue udah males berurusan sama manusia kayak lo," sarkas Zelo tak berperasaan.
Alih-alih mendapat pencerahan, Arsen semakin tidak paham. Lelaki itu terdiam. Sebenarnya, situasi apa yang sedang dia alami ini? Apa yang terjadi dengan Zelo? Apa yang telah Arsen perbuat pada lelaki itu? Sungguh, Arsen benar-benar tidak tau. Jangankan membuat masalah, bertemu dengan Zelo saja jarang. Kalaupun bertemu, itu hanya sebentar dengan waktu terbatas.
Jadi ... apa yang sebenarnya terjadi?
Arsen maju perlahan mendekati sepupunya itu. "Zelo, kita bicarakan hal ini baik-baik."
"Bacot lo, Anjing!" sentak Zelo, langkah Arsen otomatis terhenti dibuatnya. "Seharusnya gue udah bunuh lo dari lama, Arsenio!" tekan Zelo menggebu-gebu. Dia terkekeh sebentar. "Dan, lo bilang apa tadi. Dingin, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GREAT GIRL
Random"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang berawal dari perkenalan lalu berakhir dengan kata jadian. Ini sebuah cerita tentang dua manusia yang sud...