BAB 38 : Amerika

27.1K 1.4K 413
                                    

Jangan ajari aku sabar. Aku pernah ribut sama angin pas lagi nyapu. Happy reading 🥷🏻

****

Menatap ke arah seorang gadis dari kejauhan bukanlah kali pertama dia lakukan, atau jika dijumlahkan ... tak terhingga.

Jevandra Aldebaran, tiada hari netranya tanpa memandang Shena. Ketika gadis itu sedang di dalam kelas, perpustakaan, kantin, dan sebagainya tak luput dari tatapan lelaki 28 tahun itu. Dan saat ini, Jevan menatap Shena yang tengah makan di kantin seorang diri. Tidak, ini bukan obses, Jevan hanya tidak punya cara lain untuk melepas rindu kepada pujaannya yang menaruh benci begitu dahsyat kepadanya.

Itu juga kenapa Jevan hanya menatap dari kejauhan tanpa mendekat atau sekedar menghampiri. Keberadaannya hanya akan membuat Shena tidak nyaman. Yang paling menyedihkan adalah ketika Shena sedang tertawa lalu Jevan muncul, raut gadis itu bisa berubah 180°.

Ketidaksukaan Shena terhadap Jevan sudah mendarah daging. Rasanya mustahil bagi Jevan jika menginginkan asmaraloka seperti dulu. Kendati jauh di dasar hati, Jevan maukan gadis itu kembali kepadanya. Egois, Jevan sadar itu.

Persoalan yang terjadi antar mereka tidak menemukan titik terang hingga saat ini. Jevan yang terus-menerus berusaha meluruskan dengan meminta sedikit waktu Shena untuk memberi penjelasan, sementara Shena melakukan sebaliknya. Gadis itu menghindar acapkali bertemu atau tidak sengaja berpapasan dengan Jevan. Tatapan tak sudi yang dilayangkan adalah bukti telak bahwa Shenina menaruh benci sebegitu dahsyat kepada Jevandra Aldebaran.

"Sumpah, heran gue! Lo makan apa sih Shen sampe punya otak pinter banget?!" Bianca yang baru tiba di kantin mengajukan pertanyaan. Gadis berusia 24 tahun itu mendudukkan diri di kursi tepat di depan Shena.

"Nih, makan es cekek," jawab Shena seraya mengangkat plastik yang digenggamnya, kesukaannya.

Bianca mendengus. "Itu minuman anjrit!"

Jevan yang mendengar percakapan itu meloloskan tawa kecil di bibir. Lelaki itu juga menundukkan kepala upaya menyembunyikan bibirnya yang rasanya hendak mengembang lebar. Shenina, gadis itu ... selalu menggemaskan di matanya.

"Itu lagi minum apa?" Jevan yang baru datang agak mengernyit melihat kekasihnya tengah memegang plastik berisi air.

"Kamu nggak tau? Ini namanya es cekek," jawab Shena. Matanya mengerjap lucu.

"Cekek? Mati dong?"

"Nggak, buktinya aku masih hidup. Paling batuk doang dikit," gurau Shena balik, keduanya lantas tertawa karena obrolan absurd itu.

"Pak Jevan."

Panggilan dari dua mahasiswi yang datang membuat Jevan tersadar dari lamunan.

"Ah, iya. Ada apa?" sahut lelaki itu.

Namun, suara dengan jarak kurang dari sepuluh meter itu menembus gendang telinga Shena rupanya. Gadis itu menoleh, memastikan sekitar sesuai dengan dugaannya. Sampai netra Shena menangkap presensi Jevan, raut gadis itu berubah total. Tanpa pikir panjang, Shena bangkit dari duduknya dan segera beranjak dari tempat itu.

Bianca yang sebelumnya sibuk membalas pesan di handphone terdistraksi, ia refleks memekik, "Eh Shen, astagfirullah. Aing ditinggal gitu aja!" Bianca menyusul setelah menenggak minumannya yang sebenarnya baru saja tiba. "Heh Maimunah, tungguin!!"

GREAT GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang