3.

351 17 0
                                    

Hinata membunyikan bel. Lalu terdengarlah langkah kaki mendekati pintu. Pintu studio terbuka dan tampaklah Toneri dengan penampilan acak-acakan.

"Hai, apa kabar?"

"Hai, Sayang."

Toneri langsung menubruk Hinata. Pria itu langsung merangsang birahi Hinata. Pintu tertutup. Kaki Hinata melingkari pinggang Toneti sementara mereka saling berciuman.

Toneri membanting tubuh Hinata di ranjang. Lalu berdiri untuk menelanjangi dirinya sendiri. Hinata juga melepaskan pakaiannya dengan cepat. Lalu mereka berpelukan dengan posisi Toneri di atasnya.

Usapan dan belaian toneri membuat hati Hinata terlonjak berahi. Lalu keduanya tersesat dalam permainan yang membuat mereka semakin melayang.

Hinata bahkan lupa akan keberadaan benih Toneri di rahimnya. Pria itu begitu ganas. Pria yang selalu penuh gairah, membuat degup jantungnya meledak-ledak. Dan Toneri pun meledak lagi di dalam rahimnya. Hinata terengah-engah, masih memeluk Toneri yang ada di atasnya.

"Hah.. hah..Aku merindukanmu. Hah..hah.. Sungguh," kata Toneri di sela-sela nafasnya.

"Aku juga." Hinata mengelus kepala Toneri.

Toneri mengangkat wajahnya. "Nilaimu yang terbaik lagi."

Hinata tertawa bahagia. "Ya,"

Toneri berbaring di samping Hinata dan memeluknya lagi. Mata Hinata terpejam saat Toneri mencium dahinya. Netra indahnya menatap wajah Toneri lalu mencari kenyamanan di pelukan pria itu.

Hinata memandang sekeliling. Studio kecil milik Toneri ini selalu menjadi saksi pergulatan cinta mereka. "Apa kegiatanmu selama ini?"

"Hm... hanya menunggumu."

"Toneri,"

"Hem?"

"Tahukah kamu kalau Mamaku sudah melahirkan?"

"Mama?"

"Maksudku... Sensei Kurenai."

"Oh... kau memanggilnya Mama sekarang?"

Hinata mengangguk. "Adikku laki-laki. Dia sangat lucu."

"Benarkah?"

"Iya....ehm... Toneri?,"

Hinata urung berkata saat bel berbunyi. Toneri melepaskan pelukannya, bangkit dari ranjang untuk mencari boxernya. Hinata menutupi tubuhnya dengan selimut lalu melihat Toneri keluar untuk menemui seseorang di depan studio.

Hinata mengelus perutnya. Dia agak takut ada masalah di kandungannya. Dia dan Toneri agak berlebihan tadi.

"Kau tidak apa-apa, kan. Maafkan Mama dan Papa, ya?" Hinata bermonolog sambil mengelus perutnya lagi.

Pintu terbuka dan Toneri masuk ke ruangan dengan membawa bungkusan. Hinata menatapnya. Pria itu bergabung lagi di ranjang, memeluk Hinata lagi.

"Apa itu?"

"Hanya paket. Aku pesan baju di toko online."

"Oh," hinata mengelus dada Toneri.

"Sampai mana tadi? Adikmu laki-laki dan lucu."

Hinata tertawa,"Ya, dia sangat lucu."

"Aku rasa, akhirnya ada anak laki-laki di keluargamu."

"Ya."

"Ayahmu pasti bahagia."

"Sangat."

"Di saat seperti ini, kau seharusnya minta sesuatu padanya. Minta dikuliahkan, misalnya?"

Woman in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang