13

222 6 5
                                    

"Papa, Hiro ngantuk."

Neji menunduk menatap Hiro. Anak balitanya itu sudah menguap. Neji menggendong Hiro dan berkata pada Tenten,"Berdirilah, aku akan mengantar kalian pulang."

"Pulang kemana? Pemilik apartemen mengusir kami. Ijin tinggalku juga sudah habis."

"Bagaimana bisa kau tidak mengurusnya! Asyik bermain cinta dengan Kabuto?"

"Aku tidak punya uang, Neji." Tenten terisak lagi.

"Kenapa tidak minta saja pada Kabuto?"

"Bagaimana bisa.. hiks.. bagaimana mungkin... aku bahkan meninggalkannya untukmu.. hu.. hu.. hu..."

Hinata keluar dari kamar lalu menuju dapur. Pertengkaran Neji dan Tenten berhenti. Tenten menghirup air matanya, berusaha mengentikan tangis. Hinata melenggang begitu saja ke dapur untuk mengambil segelas air, meminumnya dan berusaha tabah.

Melihat pasangan selingkuh itu, Dia berdiri di antara mereka. Tenten masih terisak dan Neji menunduk, masih menggendong Hiro.

"Kau kelihatan aslimu sekarang, Neji."

"Hinata, jangan ikut campur!"

"Kalian selalu saja bertengkar. Aku saja pusing bagaimana dengan Hiro. Kalau kau tidak yakin, tunggu bayi itu lahir. Kita lihat apakah itu benar anakmu!"

"Hinata, aku...,"

"Diam!" Hinata mengangkat tangannya,"Tidurlah di kamar tamu. Kau pasti capek karena menggendong Hiro padahal kau mengandung."

Hinata menoleh pada Neji. "Kau! terserah kau mau tidur di mana!"

Hinata masuk kamar lagi. Neji masuk ke dalam salah satu kamar, dia meletakkan Hiro di ranjang dan Tenten mengikutinya. Tenten duduk di tepi ranjang dan Neji tak menghiraukannya.

"Neji, percayalah.. Ini anakmu."

"Tidurlah, Tenten. Aku capek bertengkar denganmu."

Neji keluar kamar. Dia menuju kamar Hinata, mencopot sepatu dan naik ke ranjang. Hinata terlalu lelah untuk mengelak sehingga dia mendiamkannya saja. Neji mengangkat tubuhnya hingga berbaring di pelukannya lalu mencium bibirnya.

"Maafkan, aku."

Hinata memalingkan muka dari Neji. Neji menangis sesenggukan dan air mata Hinata pun juga tak berhenti mengalir.

Neji yang hidup bagai bunglon,  sekarang sudah menampakkan warnanya. Hinata bisa apa sekarang? Dia sebagai istri syah harus menyembunyikan fakta itu. Apalagi kondisi Hizashi semakin memburuk. Dia tidak tega membuka aib di depan keluarganya.

Jadilah mereka hidup berempat. Dia, Neji, Tenten dan Hiro. Hal yang sangat ambigu. Neji masih sibuk dengan tesisnya. Pria itu tidur di ruang studio dan pergi di pagi harinya. Sama sekali tidak perduli dengan Hinata yang tengah mengandung anaknya. Neji bahkan tidak mengetahui kehamilannya.

Sedangkan Tenten menumpang di rumah itu, membantu memasak dan beres-beres jika Hinata sedang malas. Hinata memang malas akhir-akhir ini dan semua karena kehamilannya.

"Tante... " Hiro mengetuk kamar Hinata. "Tante.. ini Hiro..,'

Hinata membuka pintu, dia menunduk dan melihat Hiro mendongak dan nyengir. "Tante, waktunya sarapan."

Hinata berjalan malas. Hiro lari mendahuluinya lalu mereka duduk di meja makan.

"Saya memasakkan sup asparagus. Ini kesukaan Hiro dan..."

"Neji... bilang saja itu kesukaan Neji." Kata Hinata sewot.

"Iya, itu kesukaan mereka berdua." Tenten menyendokkan sup ke mangkuk Hinata lalu ke mangkuk Hiro.

Woman in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang