22

184 8 3
                                    

Hinata menggeliatkan tubuhnya. Wajahnya mengernyit. Mulutnya mendesis-desis. Sementara rasa nyeri dan panas menyebar di sekitar rahim, tulang panggul dan tulang belakangnya. Dia meremas sprei, masyuk pada rasa sakit.

Sasuke masuk dengan ribut ke dalam kamar bersalin, membuahkan lirikan sinis dari bidan yang merawat Hinata. Pria itu langsung menubruk ranjang dan menggenggam tangsn Hinata, memalingkan wajah Hinata sehingga menoleh padanya.

"Baby, bagaimana?"

"Sas... Ini ... sakit.." Hinata mengadu.

Sasuke menoleh pada sang bidan. "Berapa lama lagi?"

"Baru bukaan empat, dokter."

Sasuke menoleh pada Hinata. "Baby, sabar, ya? Kau sudah berlatih teknik pernafasan, kan? Ayo... "

"Aku haus..."

"Oh..," Sasuke melirik ke atas nakas. Ada air di situ. Sasuke menoleh pada bidan,"Boleh?"

"Tentu saja."

Sasuke langsung menuangkan air dalam gelas, lalu mengulurkannya ke depan mulut Hinata. Hinata segera minum dan mengaduh-aduh lagi. Sasuke meletakkan gelas lagi di atas meja dan Hinata menarik tangannya. "Sas... telephon kak Neji. ... oh... ehm... Kak Neji ... dia.. berhak tahu... oh.."

"Haik!"

Sasuke pun segera menghubungi Neji. Nafas dan rintihan Hinata bahkan terdengar di telephon. Hal itu membuat Neji segera menuju ke kota tempat Hinata dan Sasuke berada. Dia bersama Tenten tiba di malam hari. Tepat bukaan Hinata semakin sempurna dan kontraksi semakin menyiksa.

Neji memasuki kamar Hinata dengan baju khusus. Dia segera menggenggam tangan Hinata yang tidak digenggam oleh Sasuke lalu mencium dahinya yang lembab oleh keringat.

"Hime..."

"Kak...," Hinata memanggil lemah. Hati yang sedih akhirnya membuat Hinata menangis.

"Hime... aku mohon... jangan menangis."

"Kak... sayangi bayi ini... ya?"

"Tentu, Hime... Dia anakku."

"Hiks... hiks... Kak....maafkan aku... jika... aku ada... salah.."

Neji pun akhirnya ikut menangis juga. "Kau tidak salah, Hime. Aku yang salah. Semua ini adalah salahku."

"Baby, kuatlah.... jangan menangis. Aku mohon."

Hinata menoleh pada Sasuke. "Sas... terima kasih... terima kasih telah mencintaiku."

"Ya... aku mencintaimu... sangat."

Rahim Hinata seperti dihantam. Hinata meleguh dan akhirnya air ketubannya pecah. Hinata bisa merasakan itu dan dia berkata,"Airku sudah... oh... eeeennnggghhh....."

"Bidan!" Sasuke memanggil Bidan.

Bidan segera memposisikan diri di depan selangkangan Hinata. Hinata merintih-rintih karena merasa bahwa bayinya sudah di ambang pintu.

"Ya, sempurna. Tuan, anda bisa menjadi sandaran bagi Nyonya.."

Sasuke dan Neji saling memandang.

"Sas... aku mohon... eeeennngghhh...," Hinata meminta Sasuke yang mendukung di belakangnya.

Sasuke pun naik ke atas ranjang, menempatkan diri di belakang Hinata, menjadi sandaran bagi Hinata. "Ini aku, Baby...."

" Mengejanlah, Nyonya."

Bidan memberikan instruksi. Hinata mendorong sekuat tenaga. Terkadang dia berteriak. Dia berusaha mengeluarkan bayinya, mempertaruhkan hidup dan matinya demi melahirkan generasi penerus Hyuga yang lahir dari pernikahan yang sah.

Woman in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang