"Oh... oh... hah... hah...,"
"Ugh! Hime... Goooohhhh!!!"
Neji menyemburkan cairan benihnya ke dalam rahim Hinata. Setahun sudah mereka berupaya lagi untuk kehamilan, namun belum juga berhasil. Pemeriksaan menunjukkan bahwa mereka berdua normal namun entah kenapa bayi yang diidamkan tidak juga datang.
Neji bergerak hingga tubuhnya terlepas dari Hinata. Pria itu menurunkan kakinya di ranjang dan duduk sebentar. Hinata mengelus punggungnya.
"Aku harus mengecek data penelitianku," Neji berdiri dan masuk ke kamar mandi.
Hinata bisa mendengar suara air bergremicik. Dia mengelus perutnya. Berharap usahanya dengan Neji berhasil malam ini. Lalu Neji keluar dari dalam kamar mandi, sudah sangat segar, mengambil baju dari lemari dan berpakaian.
"Tidak bisakah kau tinggal sebentar penelitianmu? Kata dokter, waktu yang baik untuk pembuahan adalah subuh."
"Aku akan masuk ke kamar ini lagi saat subuh,"kata Neji sambil menyisir rambut di depan meja rias.
"Anata, kenapa aku merasa kau berubah?"
"Berubah?" Neji meletakkan sisirnya dan menoleh pada Hinata.
"Kau tidak seromantis dulu lagi. Kau melakukan seks denganku hanya karena kewajiban. Aku merasakan itu. Apakah kau selingkuh?"
Neji terkekeh."Obsesimu pada anak membuatmu berpikir yang tidak-tidak. Kau bilang bahwa kau ingin kuliah kedokteran. Sekolah kedokteran Harvard sedang membuka pendaftaran calon mahasiswa baru. Bagaimana jika kau ikut mendaftar? Dari pada kau berpikir yang tidak-tidak begitu."
"Ehm,.." Hinata agak berpikir. "Aku akan mendaftar setelah ada anak."
"Terserah kau lah."
Neji keluar dari kamar itu. Hinata menutup tubuhnya dengan selimut. Dia mencoba memejamkan mata. Subuh masih lama dan dia perlu tidur sebentar untuk staminanya.
Dia bangun saat Neji membangunkannya. Pria itu menggoda gairahnya dan dia "on" lagi. Dan benih Neji tersiram di rahimnya lagi.
Keesokan harinya, dia memeriksa bahan makanan di kulkas. Neji sudah berangkat entah kemana. Pria itu bilang mau mengambil data penelitian. Hinata merasa bahwa persediaan makan kurang dan dia memutuskan untuk ke pasar.
Dia menikmati belanja ke pasar Asia karena dia bisa mendapatkan banyak bahan untuk memasak masakan khas jepang. Sekelebat, dia melihat sosok Neji. Dia mengucek mata dan melihat pria itu menggendong anak kecil dan merangkul seorang wanita.
Hinata mengejarnya. Namun dia kehilangan jejak Neji saat dia tak sengaja menyenggol seorang wanita. Alhasil barang bawaan wanita itu tercecer. Hinata jadi merasa bersalah dan memunguti barang wanita itu.
"Maafkan saya, Saya ceroboh,"
Hinata menatap wajah wanita itu dan seketika terpesona melihatnya. Wanita itu juga terpesona melihat kecantikan Hinata. Entah kenapa keduanya merasa pernah terhubung.
"Ibunda, anda tidak apa?"
Seorang pemuda mendekati mereka. Wanita itu menoleh pada pemuda itu dan mengangguk.
"Hati-hati kalau jalan, Nona," kata pemuda itu, mulut pemuda itu menganga, takjub juga melihat kecantikan Hinata.
"Tidak apa, Himura. Ibu baik-baik saja." Kata wanita itu sambil menerima tas belanjaannya yang sudah rapi.
"Saya benar-benar minta maaf."
"Tidak masalah."
"Ibu, ayo pulang. Hanggaromo dan Menma sudah menunggumu. Apalagi suami mu yang cerewet itu. Dia pasti uring-uringan kalau kau tidak ada di rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman in Love
FanfictionSiapa yang bisa menasihati wanita yang sedang jatuh cinta?