Hinata meringis. Masih serasa nyeri di organ intimnya dan dia harus menahan itu. Dia akhirnya melakukan operasi itu. Operasi untuk mengembalikan keperawananya. Dan semua itu untuk menghadapi pernikahannya dengan Neji Hyuga.
Kurenai mengunjunginya di kamar pasien, membawakan makanan. Dan pada saat itu dia melihat Hinata akan turun dari ranjang,"Kau mau kemana?"
"Ke kamar kecil,"
"Kau masih terhubung dengan catheter,"
"Aku ingin cuci muka."
"Kau duduk saja. Biar aku ambilkan air untukmu."
Hinata kembali duduk di ranjangnya. Wanita itu menunggu Kurenai. Kurenai datang dengan sebaskom air dan handuk kecil. Membasahi handuk dengan air dan membasuh wajah Hinata dengan itu.
"Merasa lebih segar?"
"Ehm,"
"Buka bajumu. Kau sibin sekalian. Waktunya kau bersih-bersih."
Hinata membuka piyamanya dan Kurenai membasuh punggung dan dadanya. Lalu saat Kurenai meyeka payudara Hinata,ASi Hinata masih menetes. Kurenai menyekanya lagi dan itu tidak berhenti mengalir.
Hinata menatap itu dan mendesah. "Ambilkan breast pump di laci, Ma."
Kurenai membuka laci dan mengambil barang yang dimaksud Hinata. Hinata mengambilnya dari tangan Kurenai dan memasang di payudaranya, tombol yang dia pencet menghidupkan mesin dan memompa ASInya menuju ke kantong ASI.
"ASImu masih saja keluar."
"Mama bisa membawanya dan meminumkannya pada Hiroshi."
Kurenai membasuh di sepanjang lengan Hinata. "Apakah tidak ada cara untuk menghentikannya? Persedian ASi untuk Hiroshi sudah menumpuk. Darimu dan dariku."
"Itulah kenapa aku melakukan operasi ini. Aku harap sedatif bisa menghentikannya. Tapi nyatanya tidak. Oh ya.. aku lupa.. jangan berikan pada Hiroshi. Dokter memberiku Anaesthesi. Aku takut jika itu terekskresi dalam ASi ku."
"Hem, mungkin saja ASI mu belum berhenti karena ini baru dosis pertama. Suatu saat pasti berhenti."
Hinata mendesah,"Ma, kita membohongi paman Hizashi dengan operasi ini, tapi.. ASI ini... jika dia tidak berhenti mengalir, semua ini akan ketahuan."
Kurenai membesarkan hati Hinata,"Ayahmu telah mengatur penundaan pernikahan."
"Apa?"
"Ya, Neji masih fokus pada ujian masuk program masternya, sehingga ayahmu mengusulkan penundaan. Agar dia bisa fokus dengan ujiannya."
"Oh, syukurlah."
"Kau senang sekarang?"
Hinata berkata gamang,"Ya.. semua tubuhku masih sakit. Rahim ini...," Hinata meraba perutnya. "Anak itu bersemayam di dalam sini selama itu, lalu mati terlilit tali pusatnya sendiri. Itu adalah mimpi buruk. Dan menghadapi kak Neji sebagai suamiku nanti, apa yang harus aku katakan, Ma? Dia pasti tahu kalau aku habis melahirkan."
"Kau jangan kawatir. Kau bisa menjalani masa nifasmu dengan tenang. Kau akan menikah setahun lagi. Kau ikut dengan Neji ke Amerika, bahagia dan semua ini terlupakan."
"Ya, semoga saja begitu, Ma."
Kurenai membuka lemari, mengambil sebuah baju dan kembali duduk di depan Hinata.
"Aku masih harus memompa yang satunya." Kata Hinata sambil mematikan mesin lalu memindahkan cup ke payudara satunya.
Kurenai tersenyum saat mesin pompa ASi dihidupkan lagi. "Aku siapkan makanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman in Love
FanfictionSiapa yang bisa menasihati wanita yang sedang jatuh cinta?