"HUWEEEE.."
Jaemin tutup kuping mendengar tangisan Jisung yang tidak kunjung berhenti.
"Sudah dong, Jagoan. Jisungie kan jagoan masa nangis."
Tidak dihiraukan, Jaemin sudah mengatakan banyak hal namun air mata Jisung masih saja mengalir, bahkan sempat menjadi - jadi beberapa saat yang lalu.
Jaemin sebenarnya bisa saja membiarkan Jisung menangis, tapi alasan Jisung menangis kali ini membuat Jaemin ketar ketir.
Renjun.
Sebulan sejak pertemuan terakhir mereka dengan Renjun, Jaemin pikir Jisung akan melupakan pertemuan mereka dalam hitungan hari- tapi ternyata salah, Jisung masih saja mengungkit ungkit soal Renjun.
Jaemin tidak masalah kok sebenarnya, dia juga suka membicarakan calon bunda dari anak - anaknya yang lain 🤭.
Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya justru ada pada keluarganya. Ayah, Bunda, dan kakaknya, serta keluarga besar yang nanti akhirnya juga akan tau.
Jaemin tidak tau apakah mereka akan setuju jika Jaemin mendekati Renjun, karena Renjun seorang laki - laki. Jaemin malah takut kalau akhirnya dia dijauhkan dan dipaksa harus melupakan Renjun.
No. Jaemin sudah rindu selama sepuluh tahun, setiap Sabtu malam menunggu di gerai ayam goreng. Kurang besar apa pengorbanan cintanya? Rasanya tidak adil kalau akhirnya Jaemin dan Renjun tidak berjodoh.
"Oke. Oke. Ayah mengalah." Final Jaemin yang tidak tega melihat Jisung terus menangis. "Stop menangis, jagoan."
Tangisan Jisung berhenti seketika. "Kita akan ketemu Kak Renjun?"
Jaemin menggeleng lemah, dan itu membuat Jisung bersiap akan menangis kembali.
"Cuma ayah yang akan menemui Kak Renjun."
"Tidak adil." Rengek Jisung sambil melemparkan mobil - mobilan kesayangannya ke lantai.
Jaemin melotot.
Jaemin memijat pelipisnya pelan. Jisung memang pintar dan keras kepala, sia - sia kalau Jaemin bohong- maka Jisung akan segera menyadarinya.
"Oke- kita akan menemui Kak Renjun." Ucap Jaemin final.
"Asiiiiikkkkk."
Jaemin memandang Sungjae serius. "Tapi janji apa sama ayah?"
"Janji tidak akan cerita soal Kak Renjun ke kakek dan nenek."
"Good boy."
***
Siang yang terik kini menjelang sore yang teduh. Jisung tidak berhenti mengoceh menanyakan kenapa keduanya belum kunjung sampai ke rumah Renjun.
"Ayah benar - benar tau rumah kak Renjun kan?" Tanya Jisung sekali lagi.
Jaemin menatap Jisung malas, sudah berapa kali putranya menanyakan pertanyaan yang sama itu.
Jaemin melajukan kecepatannya lebih pelan kala mobilnya memasuki komplek perumahan milik keluarga Renjun. Kebetulan Jaemin sudah konfirmasi kalau mau bertamu pada Hendery, kebetulan juga hari ini Hendery ada di rumah.
Jaemin memicingkan mata pada setiap nomor rumah yang ia lalui.
"Nah!"
Jisung memekik. "Sudah sampai ya yah?"
Jaemin menghembuskan nafasnya perlahan. Kemudian menatap sang putra lekat, dia harus jaga - jaga.
"Nanti jangan nakal dan harus sopan sama keluarganya Kak Renjun."
Jisung mengangguk mantap. "Oke."
Jaemin segera turun dari mobil, di susul Jisung yang muncul dari sisi lain mobil. Tak lupa Jaemin mengambil bingkisan yang sengaja dia beli saat di perjalanan ke rumah Renjun.
Jaemin malu kalau datang tidak bawa apa - apa.
Jaemin menahan nafas saat ia melihat Hendery tampak bersama seorang bapak - bapak sedang bercanda di halaman rumah. Jaemin yakin bapak - bapak yang bersama Hendery adalah ayah nya Renjun.
"Selamat sore."
Hendery dan bapak - bapak yang Jaemin yakini sebagai calon mertuanya itu spontan menatap kearah Jaemin yang tengah tertawa canggung di depan pagar rumah Renjun.
"Woah Jaemin?"
Dengan sedikit berlari, Hendery bergegas membuka pagar rumah dan mempersilahkan Jaemin dan Jisung masuk.
"Udah hampir sore, gue kira lo nggak bakal dateng." Tanya Hendery pada keduanya.
Jaemin menggeleng lemah. "Jisung terus merengek minta kemari."
"Siapa hen?"
Jaemin terkesiap, calon mertuanya tampak sedang menilai dirinya dari ujung kepala ke ujung kaki.
Jaemin menelah ludahnya gugup, ayah Renjun tampak tegas dengan potongan rambut cepak. Jangan lupakan postur tubuh tegap dan proporsional di usia beliau yang sudah tidak muda lagi. Jaemin yakin ayah Renjun adalah seorang perwira militer.
"Ah ini, teman Hendery waktu sekolah dulu, yah." Jawab Hendery.
Jaemin dan Jisung pun mendekat kearah ayah Renjun. Membungkukkan badan memberi salam.
"Nama saya Na Jaemin, om." Kata Jaemin memperkenalkan diri, dibalas dengan genggaman tangan mantap dari beliau.
"Sudah punya anak ya?" tanya Tuan Huang sembari menatap Jisung. "Namanya siapa hayo?"
Jisung menjawab dengan percaya diri. "Jisung, om."
"Wah kakek masih ganteng banget ya? Sampai - sampai di panggil om."
Semuanya tertawa.
"Temen kamu diajak masuk hen, nggak enak masa di anggurin di halaman rumah begini." Tukas Tuan Huang.
"Nggak papa om, enak juga disini. Halaman rumah om nyaman dan enak dipandang." Tolak Jaemin dengan halus. "Sepertinya Jisung juga suka disini sambil liatin kelinci."
Memang ada kandang kelinci di sudut halaman rumah Renjun.
Sejak selesai memperkenalkan diri pada calon kakeknya pun Jisung langsung menghambur ke kandang kelinci. Jaemin tidak bohong karena Jisung tampak sangat tertarik dengan kelinci.
"Nak Jaemin kerja apa?" Tanya Tuan Huang basa - basi.
"Saya manager di salah satu perusahaan IT, om." Jawab Jaemin berusaha sopan agar calon mertuanya terkesan. "Saya kerja untuk proyek besar, kebetulan sekarang juga sedang coba - coba merintis perusahaan sendiri."
"Jadi kalau mau bangun usaha, digitalisasi usaha boleh konsultasi sama nak Jaemin ya?"
Jaemin mengangguk antusias dalam hati. Iya om, bisa. Jangankan bangun usaha membangun rumah tangga dengan anak om, Renjun juga bisa.
"Kalau butuh bantuan tidak usah sungkan om."
"Oh iya, kasian tamu nggak di bikinin minum." Tegur Tuan Huang pada Hendery. "Suruh Renjun buatkan minum, hen."
Pucuk dicinta ulam pun tiba.
"Mana kak Renjun?"
Jisung yang sedari tadi tengah asik menonton kelinci pun terpanggil karena mendengar nama Renjun disebut - sebut.
Tuan Huang mengernyit bingung. "Kok kenal sama Renjun?"
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Teman
Fanfiction[JAEMREN] [BL] Bersakit - sakit dahulu, dapat janda anak satu kemudian 🤲🏻 Keluarga empat orang [Jaemin, Renjun, Jisung, Chenle] + Jeno