First Love

528 70 8
                                    

Lo pernah ngerasain nggak sih, suka sama seseorang tapi nggak pernah ada niatan buat nyatain perasaan lo ke dia karena lo merasa sadar diri? Lo merasa kayak nggak pantes aja gitu buat menyukai dia. Terlihat insecure, tapi itu kenyataan yang gue rasain. Gue lebih memilih untuk mencintai dia dalam diam.

Sakit memang, apalagi ketika dia bersanding sama perempuan lain. Gue nggak pernah minta yang muluk-muluk kok. Misalnya berharap kalau cinta gue terbalaskan. Nggak sama sekali. Disenyumin dia aja udah bikin gue bersyukur berkali-kali lipat. Itu berarti dia menganggap bahwa gue ada dan hidup di dunia ini.

Jung Jaehyun, Kakak tingkat yang menurut gue nggak akan pernah ada lagi di dunia ini. Cuma dia kating yang paling baik, super ramah, pintar, peduli terhadap sesama dengan bonus ketampanan yang paripurna. Itu kelebihan yang dia miliki yang ngebuat gue jatuh cinta sama dia sampai detik ini. Kalau boleh jujur, dia cinta pertama gue setelah ayah.

Karena sosoknya, gue nggak bisa mencintai orang lain lagi. Rasanya cinta gue cuma mentok di dia doang. Egois nggak sih kalau gue kayak gini? Kesannya kayak gue memaksakan kehendak dan nggak mau membuka diri.

Semenjak dia lulus, gue nggak pernah lagi melihat dia, kabarnya pun sama sekali nggak terdengar. Rasanya hidup gue kembali hampa tanpa hadirnya dia di dekat gue.

Gue nggak pernah tahu tempat tinggalnya, nggak pernah tahu apa yang dia pilih setelah lulus sekolah. Kuliah atau kerja kah? Gue benar-benar kehilangan jejaknya. Ada rasa sedih ketika gue harus menelan kenyataan pahit kalau gue dan dia nggak akan bertemu lagi.

Tapi tunggu dulu, gue masih meyakini ini. Suatu saat Tuhan akan mempertemukan kita kembali. Entah dalam keadaan yang seperti apa. Kalau memang dia jodoh gue, sejauh apa pun kami terpisah, kita akan dipertemukan lagi.

Suara gemuruh di koridor IGD ngebuat gue menoleh. Kenapa bisa seramai ini di saat jam menunjukkan pukul 12 malam?

Gue jadi merinding disko.

Setelah lulus sekolah, gue memutuskan untuk kuliah dan menjadi seorang perawat. Kenapa bukan dokter? Karena untuk menjadi seorang dokter dibutuhkan biaya yang cukup mencekik leher.

Keluarga gue nggak sekaya itu. Dari kecil pun kami hidup berkecukupan. Ayah yang sering sakit-sakitan ngebuat gue sadar kalau gue nggak akan bisa memaksakan kehendak untuk memiliki profesi sebagai dokter.

Kenapa nggak ikut beasiswa? Nggak semudah itu ya. Otak gue juga nggak sepinter kak Jaehyun. Ngomong-ngomong kak Jaehyun. Gue jadi kepikiran, gimana kabarnya dia ya? Lucu kali ya kalau profesi dia sebagai dokter.

Gue yang perawat dengan dia yang dokter. Bukannya jodoh saling melengkapi?

"Astaghfirullah, mikir apa gue."

Suara itu kembali terdengar, seperti suara bisikan dan suara orang yang sedang mengobrol. Gue menarik pergelangan tangan Mbak Joana. Meminta dia agar menemani gue untuk memeriksa tempat tersebut. Kebetulan hari ini gue long shift bareng sama dia.

"Apa Y/N? Kenapa kok narik-narik?"

"Temenin aku bentar Mbak, meja IGD rame banget. Aku nggak berani sendirian."

"Emang siapa yang lagi jaga di sana? Kan kita lagi di sini."

"Dokter jaga malam ini siapa?" tanya gue balik.

Mbak Joana merotasikan mata malas, dia nggak pernah suka kalau gue melontarkan pertanyaan lain sebelum gue menjawab pertanyaan dia. "Dokter Jeno," balasnya singkat.

"Buruan!"

"Kamu aja sendiri, Mbak butuh kopi. Ngantuk banget." Mbak Joana menolak. Gue menghela napas pasrah. Mau gimana lagi, mau nggak mau gue harus ke sana seorang diri. Berharap ada dokter Jeno di ruangan itu.

JAEHYUN IMAGINES (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang