Senin merupakan hari yang paling dibenci oleh mayoritas murid sekolah dari jenjang pendidikan dasar dan menengah atas. Bahkan banyak dari mereka mengeluh kepanasan, apalagi pidato dari kepala sekolah yang hanya membahasa tentang kesuksesan keluarganya, selalu itu hingga mereka bosan, apalagi dua jam harus berdiri dibawah teriknya sinar matahari.
"..., Jadi dapat kalian simpulkan bahwa keberhasilan itu tergantung pada diri kalian sendiri, kalau masih mau bolos ya siap-siap jadi gembel, atau gak jadi beban negara kalian. Anak bapak ini sudah menempuh S2 di Universitas yang ada di Amerika, cucu pertama bapak masuk ke SMA internasional, kalian masih mau gini terus?" Cerocos pak Santoso, Nata dan Reyhan mencibir pria botak itu yang tengah berkhotbah di depan lapangan tengah. Beliau ini sudah cerita hampir ratusan kali, muak sudah mereka, apa tidak ada yang perlu dibicarakan, yang lebih penting setidaknya.
Setelah upacara bendera sekaligus dongeng panjang dari kepala sekolah yang menceritakan tentang kisah anak dan cucunya selama beberapa tingkatan, Nata dan Reyhan duduk di bangku dan menyenderkan kepalanya pada tembok.
"Bener-bener tuh aki-aki, pengen banget gue teriak kalau dia udah ngomong seratus kali!" Sinis Anindya, Salsa yang mendengar itu banya bisa mendengarkan saja sambil selonjoran dilantai.
"Mina sama Rahma mana?" Tanya Vivi, Eka disampingnya sudah memejamkan matanya karena lelah.
"Vertigo gue kambuh kayaknya deh...," Celetuk Marlon, laki-laki itu nampak pucat dengan keringat yang membanjiri pelipisnya.
Navier dan Damian yang berbaring dilantai dengan keringat yang membasahi tubuh mereka, nampak seksi dan kasihan dalam waktu bersama.
"RAHMA ASU, BALIKIN KULIT AYAM GUE!" Teriakan Mina menggema di lorong, Rahma yang berlari-larian sambil tertawa puas terkadang menoleh kebelakang untuk mengejek Mina yang kalah cepat darinya.
BUGH
"Wahahaha, mampus!" Rahma terpeleset kulit pisang, pelakunya adalah Arkan anak kelas IPS 2 yang mengincar Rahma dari masa perkenalan sekolah dulu.
"BAJINGAN LO!" Makinya kepada Arkan, Rahma dengan sadis melempar kulit ayam yang terdapat sambal dan kulit pisang kewajah tampan Arkan.
"Nah dapet! Ikut gue lo, pokoknya kulit ayam gue harus balik lagi!" Dengan rasa kemanusiaan yang minus, Mina menarik kerah baju OSIS Rahma dan menyeret perempuan itu menuju kantin. Lumayan pel gratis.
Kembali ke area kelas yang ribut karena tiba-tiba Tia mengamuk tentang tunggangan uang kas yang tak kunjung lunas.
"GELEDAH SEMUANYA!!" Teriak Tia kepada Eka, Vivi, dan Nata (khusus untuk meraba kantong anak cowok).
"Gak ada duit aku Ti, aku kere!" Tia mendelik tidak suka, anak juragan lele tidak punya uang katanya? Lantas opet mana yang harus ia percaya? Tidak ada.
"MANA ADA ANAK JURAGAN LELE KAGAK ADA DUIT, BO'ONG PINTER DIKIT DONG KAL! GELEDAH DIA!" Antek-antek Tia mengangguk dan segera menggeledah dengan teliti.
"WEH WEH INI NAMANYA PELECEHAN, NATA ASU GAK USAH LO PEGANG BURUNG GUE DONG! SAKU GUE DISAMPING GOBLOK!" Nata meringis kecil dan terkekeh, tidak sengaja juga ya kan.
"Lepasin kita dong Ti, dikira kita tahanan apa? Gue cuma nunggak satu juta!" Eluh Marlon, tubuh kekarnya melok leok mencoba melepaskan diri.
"Cuma kata lo?" Sinis Tia, ia menatap tajam Marlon membuat Marlon menengguk ludahnya kasar.
"Nih ambil black card gue, lo ambil lewat sana aja!"
"Gak terima debit, maunya cash!" Marlon mengehela nafasnya lantas melirik Azriel yang asik menciumi pipi kekasihnya yang sibuk meminum susu kesukaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Friends Forever
Teen Fiction☾15+☽ Segerombol pelajar sekolah menengah atas yang memilih tinggal di kos-kosan di daerah Yogyakarta, kawasannya yang rindang dan tidak berisik membuat mereka betah berlama-lama disana. Walaupun beberapa tidak lagi menduduki bangku sekolah menengah...